Menyelamatkan Situs Sekaran

menyelamatkan-situs-sekaran
Truk mengangkut tanah di samping Situs Sekaran, pengerjaan jalan tol Malang-Pandaan semakin agresif. (Terakota/Eko Widianto).
Iklan terakota

Terakota.id–Denting sapek menyayat pilu, merintih kesepian. Yohan Azis Suprianto atau yang akrab disapa Azis Franklin lincah memetik sapek, instrumen tradisi khas suku Dayak, Kalimantan. Azis seolah menyuarakan kesepian yang dialami Situs Sekaran. Situs yang diperkirakan berdiri sejak pra Majapahit ini sepi. Sebagian bongkahan batu bata teronggok di sekitar bidang ekskavasi.

Sekitar situs dikelilingi pagar bambu, serta papan berlatar kuning bertulis huruf warna merah, “ mari kita lestarikan situs sekaran untuk anak cucu kita.” Di bagian bawah papan bergambar logo Pemerintah Kabupaten Malang dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sebagian bidang situs ditutup kain terpal ditopang bambu ala kadarnya. Terbengkalai, tak terurus.

“Orang-orang boleh lupakan duka nestapa. Tetapi sejarah jangan sampai dilupakan. Jangan kau lupakan sejarah peradaban bangsa kita…..,” Azis bernyanyi diiringi petikan dawai sapek. Kesunyian situs Sekaran, diramaikan aktivitas para seniman, Ahad 8 Juli 2019. Mereka prihatin, terpanggil untuk menyuarakan keberadaan situs yang menjadi tetenger Malang.

menyelamatkan-situs-sekaran
Azis Franklin bernyanyi diiringi sapek menolak lupa Situs Sekaran. (Terakota/Eko Widianto).

Deru mesin escavator dan truk meraung, kendaraan hilir mudik di samping situs. Escavator mengeruk tanah di tepi situs, truk mengangkut tanah mempercepat pengerjaan jalan tol Malang-Pandaan. Situs berada di seksi lima jalan tol yang mengubungkan Surabaya-Malang. Hanya berjarak lima meter dari jalan tol, Dusun Sekaran, Desa Sekarpuro, Pakis, Kabupaten Malang.

Syamsu Soeid mendekati situs Sekaran, sembari membawa dua tempayan. Berkemeja putih bersih dan bercelana kain, ia memulai monolog. Syamsu menyapa masyarakat sekitar situs. “Tanpa kita berkotor-kotor tanpa ada bersusah payah. Tak akan ada suara, seperti situs. Ia bersuara,” tuturnya.

Lantas ia mengadu dua buah batu, menimbulkan bunyi-bunyian berirama. Semakin lama tumbukan antar batu semakin cepat. Batu dipukulkan ke tempayan, sampai tempayan hancur.  “Ia tetap berbunyi, ia tetap bersuara. Tetapi ketika tradisi itu hancur, berganti dengan dunia modern. Meninggalkan tradisi. Semodern apapun, tak akan bersuara,” katanya memungkasi monolog.

Usai monolog, muncul sesosok laki-laki dengan tubuh berbalut lumpur mengambil tumpukan batu bata. Ia mencecap dan  mengibarkan bendera hitam. Kidung Kalaseba mengalun merdu dari bibir seorang perempuan berkebaya dan selendang putih. Selendang digunakan menutupi tumpukan batu.

Suara nyaring rinding mengiringi setiap gerak mereka. Semesta bergetar, bersuara, dan debu beterbangan. Sosok laki-laki itu menancapkan bendera hitam di tengah-tengah onggokan batu bata.  Itulah aksi teatrikal Teater Celoteh pimpinan Bedjo Sandy. “Bendera hitam dikibarkan. Adalah tanya berapa dalamnya misteri perjalanan saat tradisi coba dipertahankan,” kata Bejo.

“Air suci menetes membasahi tanah, sementara api dan aroma dupa jelajahi ruang udara. Pasti menguap, hilang, tapi jadi batas-batas Situs Sekaran, walau hanya sesaat saja, tak apa.”

Mungkinkah, katanya, demi pembangunan, budaya dan sejarah dihargai? “Bukan anti pembangunan, tapi bagaimana budaya dihormati. Bergandeng tangan selayak teman sejati, agar anak dan cucu nanti tak lupa tradisi sejarah sendiri,” ujarnya.

Seniman Cak Marsam Hidayat ngidung jula juli Jawa Timur diiringi sapek, khas Dayak. Ada perpaduan, ada harmoni antara seni tradisi Jawa dengan Kalimantan. Instrumen tiup, seruling turut mengiringi semakin memadukan harmoni.

Ekspresi para seniman ini disampaikan melalui gerak tari, teater, musik, lagu dan monolog. Mereka menyampaikan kekecewaan, lantaran situs terbengkalai. Situs tak terawat, mereka khawatir situs bakal rusak dan musnah. “Kami menolak lupa. Jangan biarkan situs Sekaran rusak dan hancur,” kata Ketua komunitas sejarah Jelajah Jejak Malang, Restu Respati.

menyelamatkan-situs-sekaran
Tumpukan batu bata bagian dari struktur bangunan Situs Sekaran terbengkalai. (Terakota/Eko Widianto).

Aksi mereka merupakan spontanitas, bergotong-royong untuk turut menyelamatkan situs yang memiliki kisah panjang bagian dari sejarah Negeri ini. Restu bersama komunitas sejarah dan seniman berharap, pemerintah segera turun tangan menyelamatkan situs. Lantaran struktur bangunan batu bata rentan terhadap cuaca. Terik matahari dan hujan bakal menghancurkan situs.

Antara Jalan Tol dan Situs Sekaran

Arkeolog dan sejarawan Universitas Negeri Malang, M. Dwi Cahyono menyampaikan situs terbengkalai. Setelah Balai Penyelamatan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan Jawa Timur dan Balai Arkeologi Yogyakarta menyelesaikan proses ekskavasi. “Dua bulan terakhir terbengkalai. Sementara pengerjaan jalan tol semakin intensif,” katanya.

Ia khawatir, jika pembangunan jalan tol berjalan agresif bakal menganggu struktur bangunan situs yang telah diekskavasi. Lantaran di kawasan tersebut tersebar artefak dan peninggalan sejarah yang berharga. “Ada jeda, situs bakal dilupakan,” katanya.

Situs Sekaran, katanya, merupakan situs Hindu-Budha lintas masa mulai abad 10 sampai abad 14. Diperkirakan merupakan bagian Nagari Kabalan, vasal atau kerajaan bawahan Majapahit.  Karakter temuan, katanya, berupa tatanan bata merah dan artefak yang rentan dari paparan sengatan matahari dan guyuran hujan. Termasuk gerabah, keramik, dan koin logam yang rawan hilang dijarah.

Menurutnya ada tiga tahap yang harus dilakukan untuk menyelamatkan situs Sekaran. Meliputi usaha eksplorasi, konservasi dan fungsionalisasi. Upaya eksploratif, dengan mencari dan menemukan jejak masa lampau yang belum tuntas harus dilanjutkan.

Eksplorasi dengan mengadakan ekskavasi lanjutan. Menghitung luasan situs, mendata temuan secara detail, mengumpulkan artefak di situs. Serta meneliti dan mengungkap fungsi situs pada masanya. “Eksplorasi bersifat riset,” katanya.

menyelamatkan-situs-sekaran
Struktur batu bata peninggalan abad 10 sampai 14 berpotensi rusak setelah terpapar panas dan guyuran hujan. (Terakota/Eko Widianto).

Tahap kedua dilakukan usaha konservasi. Salah satunya dengan restorasi atau pemugaran. Kondisi situs sekarang, katanya, mengkhawatirkan jika tak dipugar. Rawan rusak dan hancur dari waktu ke waktu.

Tahap terakhir, fungsionalisasi yakni pemanfaatan situs Sekaran untuk edukasi yang bersifat rekreatif. Sehingga menjadi destinasi budaya, sejarah. Bakal menjadi destinasi wisata unik apalagi berada di tepi jalan tol yang menghubungkan Malang-Surabaya.

Langkah berikutnya, harus terus mengingatkan berbagai pihak mulai pemerintah daerah hingga pusat untuk berkomitmen bersama menyelamatkan situs. Melibatkan.BPCB dan Balar Yogyakarta untuk eksplorasi dan ekskavasi.

menyelamatkan-situs-sekaran
Para pekerja Jasa Marga sibuk terus mengebut jalan tol Malang-Pandaan. (Terakota/Eko Widianto).

Kemudian melibatkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebagai pemilik lahan. Area temuan situs di bawah penguasaan Kementerian PUPR. Tujuannya, untuk memastikan pengelolaan dan pemanfaatan situs tersebut. “Bersinergi antara masyarakat dan komunitas yang peduli pelestarian cagar budaya,” kata Dwi Cahyono.