
Siapa tak merasa bangga
Mendekat melihat
Tugu nan megah sentosa
Peringatan Indonesia Merdeka
Mendjulang tinggi di lapangan damai
Di kolam bundar berdirilah tugu
Berhias teratai dikitari gedung indah dan permai
Tepat di pusat kota harapan
Itulah tugu perhiasan kita
Peringatan Indonesia Merdeka
Merdeka dalam artu maknan njata
Tegak sentosa hingga abadi
Terakota.id–Itulah lirik lagu berjudul “Tugu Merdeka Malang.” Lirik dan syair diciptakan R. Dirman Sasmokeadi. Lagu mars tugu merdeka Malang dinyanyikan saat peresmian Monumen Tugu di Alun-alun Bundar Kota Malang pada 20 Mei 1953. Lagu dinyanyikan dalam irama 4/4. Lirik lagu ini ditemukan dalam kartu undangan peresmian yang dikoleksi Syarif Oemar Said atau akrab disapa Ico Oemar.
Ico memiliki beragam buku, arsip dan dokumen kuno. Semua barang disimpan di belakang rumahnya Jalan Pajajaran, Kota Malang. Ribuan buku, majalah, foto, kartu pos, koran dan dokumen tertata rapi di almari dan rak buku.
Sebagian disimpan dalam wadah plastik, agar tak dimakan serangga, atau rusak karena tetesan air hujan. Apalagi, sebagian kertas berusia puluhan bahkan ada yang lebih dari 100 tahun. Rawan rusak, dan harus dirawat secara ekstra. Sekaligus berhati-hati, salah menata bisa sobek atau hancur.
Termasuk tersimpan risalah rapat peresmian Tugu di Balai Kota Malang, 20 April 1953. Rapat dihadiri Wali Kota, Baharoedin, Soehargo, Soepadi, Liem Bian Sioe dan tujuh panitia peresmian monumen tugu lainnya. Pertemuan diselenggarakan pukul 10.15 WIB sampai 11.00 WIB.
“Dapat dari teman, sesama kolektor barang antik. Ditelepon, saya lihat ada gambar desain monument tugu,” kata Ico. Juga ada peta Malang kuno, yang diperolehnya. Ia tertarik mengoleksi arsip dan dokumen tentang Malang lantaran kecintaannya kepada Malang. Lelaki jebolan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang ini ingin tahu sejarah kota kelahirannya.
Dari buku, dan dokumen yang diarsipkannya ia mengetahui sejarah Kota Malang di masa lalu. Bahkan, ia memiliki lima lembar gambar kerja pembangunan tugu tersebut. Gambar teknik ini dikerjakan secara manual dengan skala 1:100. Sayang gambar sebanyak lima lembar ini tak memiliki etiket, lazimnya gambar teknik.
Sehingga tak tahu siapa yang menggambar dan merencanakan monumen tugu tersebut. Ia menjaga secara ekstra, disimpan dalam plastik. Bahkan untuk mengeluarkan juga ekstra hati-hati. Salah sedikit, bisa rusak. “Pernah saya pigura, tapi kalau hujan saya buru-buru bungkus plastik. Agar aman dari air,” katanya.

Gambar teknik itu diperoleh dari teman sesama kolektor barang antik lima tahun lalu. Gambar teknik itu, katanya, diperoleh dari pembongkaran bekas kantor perbankan di Kota Malang. Saat dibongkar, di atas plafon ditemukan desain monumen tugu kemerdekaan Kota Malang tersebut. Ia harus menebus dengan harga yang lumayan mahal, tanpa bersedia menyebutkan harga.
Kini, gambar itu dikoleksi sebagai barang yang tak ternilai. Lantaran gambar teknik yang digambar secara manual dipastikan hanya satu buah. Tak diproduksi massal. Gambar desain ini akan disimpan dan bisa diteliti untuk kepentingan kemajuan pendidikan, baik arsitektur maupun sejarah.
Memiliki banyak koleksi dokumen, foto dan arsip Kota Malang, Ico berencana membuka galeri khusus Malang. Agar anak muda tahu mengenai sejarah kotanya. Kini, ia tengah mempersiapkaan galeri. Sejumlah materi telah disiapkan, proses persiapan membuka galeri bertahap. Sehingga ia juga membutuhkan dukungan pemerintah. “Justru saya suka jika pemerintah andil menyelamatkan benda bersejarah,” katanya.
Syarif juga memiliki ikatan emosional dengan monument tugu tersebut. Kedua pamannya yang waktu itu menjadi pandu ikut terlibat dalam peresmian tugu. Keduanya Oeboed Bahanan dan Abdulrahman Awad Bahanan merupakan pandu yang memegang mikrofon, saat Presiden Sukarno tengah berpidato meresmikan monumen tugu.
Ia menyukai buku sejak sekaligus mengoleksi gambar. Buku lima sekawan dikoleksinya saat itu. Uang saku sekolah disisihkan untuk membeli buku. Buku dibelinya di kawasan Brantas Kota Malang. Sampai SMP dan SMA ia menyukai majalah remaja. Sedangkan saat di bangku kuliah dia banting setir mengoleksi perangko atau filateli dan kartu pos.
Tak sengaja 2004, ia membeli banyak buku lawas dari toko ARC Salin yang mengobral buku lantaran toko ditutup. Ia memperoleh buku Preanger produksi 1920, satu seri dalam empat jilid. Buku dibeli murah, ternyata ada yang rela membeli buku tersebut dengan harga mahal.

Setelah itu, ia ketagihan dan terus mengalir seperti sekarang. Lantas, ia memutuskan memburu aneka buku, dokumen dan arsip ke sejumlah daerah. Bahkan sempat membuka toko buku di Jalan Sriwijaya Kota Malang dan direlokasi di velodrome Sawojajar Kota Malang. Kini, ia sudah cukup popular di kalangan barang lawasan dan sering mendapat tawaran buku lawas.
“Ada majalah zaman Belanda hanya dikeluarkan 2 ribu eksemplar. Berbahasa Belanda yang menampilkan promo iklan tentang Malang,” katanya. Majalah itu, ia peroleh dari toko mebel tua di kudusan. Rumah dijual, selain itu koleksi buku tua juga diobral. itu, ia ketagihan dan terus mengalir seperti sekarang.

Arsiparis Dinas Perpustakaan dan Arsip Kota Malang Halik Asroqin mengatakan Ico banyak koleksi buku berbahasa Belanda yang penting untuk pengetahuan. Sejarah mengenai perkembangan Kota Malang. Ia berharap gambar teknik desain tugu bisa diselamatkan dan dipertahankan. “Tak mudah dipindahtangankan,” katanya.
Ia juga berharap bisa menduplikasikan, untuk kepentingan pengetahuan. Duplikasi, katanya, bukan untuk kegiatan komersial. Namun untuk menyelamatkan informasi ada yang ada. Selain itu, jika secara fisik kertas gambar kerja tersebut bisa rusak dn hancur.
“Demi penyelamatan warisan budaya. Untuk masa depan, kepentingan penelitian dan sejarah. Terima kasih Pak Syarif sudah peduli dengan sejarah Kota Malang, Kami apresiasi,” katanya.
Sementara arsiparis Dinas Perpustakaan dan Arsip Kota Malang Suparmin Dinata mengatakan selama ini jarang yang peduli. Padahal sejarah penting untuk generasi penerus. Tak hanya sekadar cerita, namun ada bukti. Seperti gambar teknik monument tugu, yang tergolong langka dan sulit ditemukan. “Ada foto, dokumen dan peta,” katanya.

Jalan, baca dan makan