Menuju Perhutanan Sosial yang Berkelanjutan

Kawasan hutan lindung Sendiki yang masih terjaga terletak di Desa Tambakrejo, Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang. (Terakota/Eko Widianto).
Iklan terakota

Terakota.IDAsosiasi Pengelola Perhutanan Sosial Indonesia (AP2SI) Jawa Timur berinisiatif menerapkan program perhutanan sosial berkelanjutan. Ketua AP2SI Jawa Timur Slamet menuturkan perhutanan sosial akan mewujudkan hutan lestari dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. Selain itu, juga menjadi solusi atas konflik hutan yang hampir terjadi di seluruh wilayah, khususnya di Jawa Timur.

“Program Perhutanan Sosial memberikan kesempatan masyarakat mengelola kawasan hutan secara mandiri. Sekaligus mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” katanya dalam Dialog Kebijakan bertajuk “Tantangan dan Kesempatan Pemanfaatan Areal Persetujuan Perhutanan Sosial” yang diselenggarakan di Desa Padusan, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto pada 9 Agustus 2022.

Program Perhutanan Sosial, katanya,  ditetapkan sebagai Program Strategis Nasional yang tertuang dalam Perpres Nomor 56 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.

Sesuai Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 395/MenhutII/2011 tanggal 21 Juli 2011 tercatat hutan di Jawa Timur seluas 1.361.146 hektar. Sekitar 782.772 hektar merupakan kawasan hutan produksi yang dikelola Perum Perhutani. Sedangkan hutan lindung seluas 344.742 hektar.

Sedangkan kawasan hutan yang dikelola Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terdiri atas Kawasan Suaka Alam/Kawasan Pelestarian Alam (KSA/KPA) dan kawasan Taman Hutan raya (Tahura) R. Soerjo seluas 233.632 hektar. Alokasi perhutanan sosial di Jawa Timur seluas  176.224 hektar. Sedangkan yang terealisasi mendapat izin perhutanan sekitar 347 izin, total luas hutan 176.149,68 hektar. Dengan total petani penerima manfaat sebanyak 129.990 kepala kelarga.

Selama ini, katanya, sebagian masyarakat yang berada di sekitar hutan kurang sejahtera. Sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS) 2021, sebanyak 25.863 desa yang berada di sekitar kawasan hutan, sebanyak 36,7 persen kategori miskin. Sementara pada September 2021 angka kemiskinan di Pulau Jawa sebanyak 14 juta orang atau 52 persen dari total penduduk miskin nasional sebanyak 26,5 juta.

Penduduk miskin terbanyak berada di Jawa Timur sejumlah 4,25 juta jiwa atau sebesar 10,59 persen. Jumlah penduduk miskin perdesaan di Jawa Timur tercatat sampai September 2021 sebanyak 2.49 juta jiwa.

Slamet menuturkan Perhutanan Sosial bertujuan mengurangi ketimpangan dan kemiskinan serta mendorong target pemerintah dalam melestarikan kawasan hutan. Serta mengurangi emisi, sehingga dibutuhkan komunikasi dan komitmen serius lintas pihak. Salah satunya melalui dialog yang diselenggarakannya.

“Perlu dibangun komitmn dan komunikasi lintas untuk memulai sebuah kolaborasi dalam mengelola dan menjaga kawasan hutan,” kata Slamet.

Beda Data dengan di Lapangan

Sekretaris Jenderal AP2SI Achmad Rozani menjelaskan realisasi pogram masih jauh dari harapan. Sejumlah kendala menjadi tantangan pengelolaan kawan hutan belum sesuai harapan.  Salah satunya kebijakan nasional tidak sinkron dengan kebijakan daerah dan pemangku kawasan hutan seperti Perum Perhutani.

“Sehingga program menjadi agak tersumbat. Sehingga menimbulkan konflik hutan sampai persoalan tumpang tindih kawasan,” kata Achmad dalam pernyataan tertulis yang diterima Terakota.ID.

Sementara Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jawa Timur Wahyu Eka Styawan menjelaskan persoalan bertambah dengan munculnya kebijakan Kawasan Hutan Dalam Pengelolaan Khusus (KHDPK) yang juga menjadi satu dengan program Perhutanan Sosial. Sehingga menimbulkan kebingungan petani di tapak, pendamping dan para pihak.

“KHDPK niatnya sudah baik, tetapi yang menjadi catatan adalah bagaimana implementasinya? Terus bagaimana payung hukum dan keberpihakannya,” katanya. Ia berharap agar diperjelas agar tidak menimbulkan persoalan lanjutan. Sehingga bisa menjalankan perhutanan sosial dengan pengeloaan yang berkeadilan dan berkelanjutan.

Dialog Kebijakan bertajuk “Tantangan dan Kesempatan Pemanfaatan Areal Persetujuan Perhutanan Sosial” yang diselenggarakan di Desa Padusan, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto pada 9 Agustus 2022. (Foto: AP2SI).

Sementara perwakilan Direktorat Jenderal Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan-Jawa Bali Nusa Tenggara (Jabal Nusra), Budi Kurnayadi mengharapkan para pengelola memahami aturan yang berlaku. Serta taat hukum. Harapannya, pemegang izin Perhutanan Sosial dapat melaksanakan pengelolaan hutan dengan baik sesuai norma dan hukum yang berlaku.

“Pahami betul hak dan kewajiban, sehingga kedepan lebih maju dan berkembang serta mendapatkan manfaat yang lebih besar dari pengelolaan hutan,” katanya.

Kepala Bidang Perhutanan Sosial, Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur Deden Suhendi menyampaikan pengelolaan Perhutanan Sosial di areal KHDPK di Pulau Jawa diatur dengan Peraturan Menteri LHK. Diatur dalam Peraturan Menteri LHK Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial Pasal 197 ayat (1).

Sehingga dalam perhutanan sosial di Pulau Jawa di areal KHDPK difasilitasi Kementerian LHK.  Sehingga diharapkan mampu memberikan solusi atas permasalahan pengelolaan hutan. “Termasuk percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem. Kegiatan rehabilitasi hutan di areal KHDPK diharapkan mampu mengatasi lahan kritis di Jawa Timur,” kata Deden.

Lahan kritis di Pulau Jawa mencapai 2,1 juta hektar, seluas 472 ribu hektar berada di dalam kawasan hutan.  Deden menambahlan perlu proses identifikasi di lapangan untuk menjamin perlindungan ekologis hutan secara terukur dan terintegrasi. Pelibatan masyarakat desa di sekitar hutan diharapkan mampu mempercepat fungsi pelestarian lingkungan secara berkelanjutan.

“Berdasarkan data, dinamika dan fakta di lapangan diharapkan Perhutanan Sosial pada areal KHDPK mampu memberikan solusi atas percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem. Sekaligus mempercepat rehabilitasi lahan kritis dalam kawasan hutan di Jawa Timur,” katanya.

Sehingga masyarakat sejahtera dan hutan lestari tak hanya menjadi jargon semata, tetapi dapat diwujudkan secara nyata.

Tinggalkan Komentar

Silakan tulis komentar anda
Silakan tulis nama anda di sini