Pengunjung tengah mengabadikan matahari terbit di Punthuk Setumbu. (Terakota/Dyah Pitaloka).
Iklan terakota

Terakota.idSelepas adzan subuh, perjalanan menyibak kabut dari Yogyakarta hingga Pedukuhan Kurahan, Desa Karangrejo Kecamatan Borobudur dimulai. Hawa dingin menusuk tulang, kabut pekat akhir Juli tak menyurutkan nyali untuk mencumbu hangatnya matahari pagi di Bukit Punthuk Setumbu, Magelang.

Punthuk Setumbu, berada di ketinggian 400 meter di atas permukaan laut (m.dpl) di dukuh Kurahan. Di sana bersemayam pepohonan akasia dan jati. Bagi warga, bukit ini terlihat menyerupai sebuah tumbu atau wadah nasi bila dilihat dari kejauhan. Tumbu itu tertelungkup dan berbentuk gundukan atau punthuk hingga nama Punthuk Setumbu pun lahir dan diucapkan warga sekitar.

Sebutan itu melekat hingga kini meskipun sejumlah bagian Punthuk Setumbu sempat longsor sehingga tumbu tak lagi berbentuk sempurna. Namun bentuk yang tak lagi sempurna tak mengurangi keindahan fajar di Punthuk Setumbu.

Pukul 05:30 WIB, matahari mulai mengintip di antara lereng Gunung Merbabu dan Merapi. Puluhan pasang mata di bukit itu terpaku sembari menyaksikannya terbit. Perlahan mentari beranjak menjauhi peraduannya. Kabut pun seolah menyibak, memberi jalan bagi sang surya untuk menunaikan tugasnya, membagi cahaya sepanjang hari.

Matahari terbit di antara Gunung Merbabu dan Gunung Merapi dilihat dari Punthuk Serumbu. (Terakota/Dyah Pitaloka).

Bukit ini secara administratif terletak di Kecamatan Borobudur. Lokasinya tak jauh dari salah satu situs warisan budaya dunia pilihan UNESCO, yaitu Candi Borobudur. Seperti juga berwisata ke Borobudur, perjalanan menuju Punthuk Setumbi bisa ditempuh menggunakan transportasi umum dengan bus yang akan berhenti di terminal Borobudur.

Dari sini tersedia jasa ojek yang menunggu pengunjung sejak pagi buta. Mereka menwarkan jasa untuk mengantarkan menuju Punthuk Setumbu. Tarifnya, tentu berdasarkan hasil tawar menawar antara ojek dan penumpang.

Namun jika ingin berkendara menggunakan kendaraan pribadi, baik roda dua maupun empat, akses jalan darat menuju Punthuk Setumbu sangat memadai. Jalan dilapisi paving dan semen yang cukup aman dilalui kendaraan roda dua maupun roda empat.

Rata-rata pengunjung banyak yang berangkat selepas Subuh dari Yogyakarta. Perjalanan sekitar 43 kilometer bisa ditempuh selama 90 menit pada pagi hari dengan kondisi lalu lintas lancar.

Persiapan berwisata

Gereja ayam tempat beribadah untuk semua agama dan keyakinan dibangun sejak 1990. (Terakota/Dyah Pitaloka),

Jika ingin berangkat menggunakan kendaraan pribadi pastikan rem, ban dan lampu kendaraan berfungsi baik. Medan yang ditempuh antara Yogyakarta hingga Magelang tergolong sangat baik dengan aspal jalan dan lampu penerangan yang sangat cukup mengingat jalan yang dilalui adalah poros jalan Provinsi.

Namun ada baiknya mengenakan kacamata, helm dan jaket tebal jika memilih berkendara menggunakan roda dua. Sebab pada musim kemarau angin kencang, hawa dingin dan kabut akan banyak dijumpai disepanjang perjalanan.

Jangan lupa mengenakan sepatu yang nyaman digunakan untuk trekking. Lantaran harus berjalan menanjak melewati turunan yang curam selama di spot wisata. Sepatu tak nyaman akan membawa penderitaan pada jari-jari kaki dan pada akhirnya membuat liburan terganggu.

Pastikan pula peralatan fotografi tidak ketinggalan. Tripod akan sangat dibutuhkan jika ingin menangkap matahari terbit dengan gambar yang jelas tanpa buram di setiap detiknya.

Aktivitas Liburan di Lokasi

Jika berada di Punthuk Setumbu pada pagi hari puaskan diri untuk mengeksplorasi berbagai spot untuk menangkap fajar. Pengelola menyediakan sejumlah bangku dari kayu jika ingin sekedar duduk bersantai sambil melihat mentari.

Namun jika sedang ramai, tentu akan ada banyak punggung pengunjung yang menghalangi pengunjung lain yang memilih untuk duduk di bangku.

Puas berada di Punthuk Setumbu, pengunjung bisa melanjutkan trekking menuju bukit rhema atau juga dikenal dengan sebutan yang salah kaprah yaitu gereja ayam. Sebab gereja tersebut dibangun dengan ikon merpati bermahkota.

Gereja yang sebenarnya berfungsi sebagai rumah ibadah untuk semua agama dan kepercayaan ini sangat unik. Letaknya berada di tengah hutan jati. Rumah ibadah yang dibangun sejak tahun 1990 oleh seseorang yang beragama katolik itu kemudian disebut gereja merujuk pada agama si pemilik bangunan.

Di dalamnya terdapat aula utama dengan banyak kursi serta beberapa ruang untuk berdoa di bagian tepi ruangan. Sepanjang perjalanan naik ke bagian kepala merpati ada banyak grafiti yang bertutur tentang pentingnya kesadaran menolak dan merehabilitas diri dari jeratan narkoba.

Pengunjung berfoto di mahkota gereja ayam. Sembari menikmati pemandangan alam di sekitar gereja ayam, (Terakota/Dyah Pitaloka).

Ada pula beragam grafiti yang mengingatkan tentang bahaya gangguan jiwa yang banyak dialami remaja dan pentingnya penanganan yang tepat. Semua grafiti itu mewarnai bagian langit-langit rumah ibadah. Sementara bangunan luar berbentuk badan merpati dari ekor hingga kepala yang bermahkota.

Untuk menuju ke gereja merpati, pengunjung harus membayar tiket berbeda dengan kondisi trekking membelah  hutan jati, pepohonan melinjo dan jambu mente. Trekking menuju Bukit Rhema menempuh jarak sekitar 800 meter.

Alternatif lain, pengunjung diperkenan turun kembali ke parkiran dan berkendara menggunakan mobil pribadi. Atau menggunakan jasa ojek untuk menuju Bukit Rhema tanpa harus trekking.

Di gereja Merpati pengunjung bisa memanjat sampai ke mahkota Merpati di bagian atas gereja untuk melihat pemandangan Magelang, Merapi dan Merbabu. Tentunya kegiatan memanjat anak tangga yang cukup sempit di dalam gereja cukup menantang apalagi bagi pengunjung yang tidak terbiasa berada di ketinggian.

Kuliner

Selain menjelajah wilayah berwisata ke Jawa Tengah wajib rasanya untuk dilengkapi dengan mencicip cita rasa kuliner setempat. Di Punthuk Setumbu tepat di sebelah loket masuk ada simbah yang sering berjualan bubur lengkap dengan sayur dan lauknya.

Selain itu, jika melakukan trekking ke Bukit Rhema, jika sedang musimnya akan banyak dijumpai buah melinjo dan jambu monyet jatuh di sepanjang rute trekking. Sesampainya di Bukit Rhema, tentu saja bonus singkong goreng bisa dinikmati untuk mengganjal perut yang keroncongan setelah trekking sekitar 800 meter dari Punthuk Setumbu.


Singkong goreng beralas mangkok menjadi sajian kuliner pagi di gereja ayam. (Terakota/Dyah Pitaloka).

Spot foto favorit

Ada dua spot yang ada di satu lokasi ini menawarkan banyak sudut yang bisa dieksplorasi yang boleh dibilang instagramable. Sepanjang Punthuk Setumbu, ada beberapa spot buatan yang disediakan pengelola yang terletak di bibir jurang bukit.

Spot itu berlatar pemandangan perbukitan dengan warna hijau pepohonan dan kontras dengan langit biru di pagi hari, pada musim kemarau. Tentu saja spot buatan ini adalah spot alternatif selain pertunjukan matahari terbit di antara Gunung Merapi dan Merbabu di Puthuk Setumbu.

Pengunjung bermain ayunan di Puntuk Setumbu sembari menikmati pemandangan alam di sini. (Terakota/Dyah Pitaloka).

Hal serupa juga bisa dijumpai di dalam gereja merpati bermahkota. Ada beberapa sudut instagramable yang didesain oleh pengelola setempat. Bangunan yang sebenarnya adalah rumah ibadah berbagai pemeluk agama itu akan membawa wisawatan menuju puncaknya. Yaitu pada mahkota kepala Merpati. Di sini ada banyak spot foto yang bisa dieksplorasi tentu dengan berhati-hati.

Selain itu, barisan pohon jati di jalur trekking antara Punthuk Setumbu hingga Gereja juga bisa menjadi spot foto alami. Jalur trekking yang masih berupa tanah perbukitan ketika membelah hutan jati bisa jadi modal foto menarik bagi mereka yang suka dengan pemandangan alam.

Bujet

Berwisata ke dua spot ini tidak banyak menguras uang saku. Tiket masuk ke Punthuk Setumbu dibandrol sebesar Rp 15 ribu per orang untuk wisatawan domestik. Tarif yang sama juga berlaku ketika masuk ke dalam kawasan Gereja.

Sementara bagi wisatawan mancanegara tarifnya sebesar Rp 30 ribu. Ada jasa ojek sebesar Rp 10 ribu yang bersedia mengantar wisatawan yang enggan trekking sekali jalan dari Punthuk Setumbu menuju gereja.

Ketika penulis berwisata pada akhir Juli 2018, tiket yang dibayar ketika masuk Gereja Merpati sudah menyertakan semangkok kecil singkong goreng. Beberapa kamar mandi yang disediakan di lokasi tidak lagi meminta pengunjung untuk mengeluarkan uang saku ketika menggunakannya.