Menjaga Jalan Ijen Tetap Jadi Kawasan Heritage

Rumah Jalan Ijen 45 yang tengah diajukan untuk direnovasi. (Terakota/Eko Widianto).
Iklan terakota

Terakota.id–Sebuah rumah berarsitektur kolonial di Ijen 45 Kota Malang tampak sepi. Pagar besi mengelilingi rumah yang bergaya arsitektur art deco dibangun zaman kependudukan kolonial Belanda. Rumput terlihat panjang memenuhi halaman rumah. Pintu utama berada di pojok, sesuai dengan posisi rumah yang berada di pojok area Jalan Ijen dan Jalan Dempo Kota Malang.

Pemilik rumah Soenarjo Sampoerna tengah mengajukan untuk merenovasi rumah tersebut. Untuk pembangunan pemilik rumah kategori cagar budaya haris mengontongi Keterangan Rencana Kota (KRK) yang dikeluarkan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Untuk itu, dilakukan parat koordinasi pemilik rumah dengan Tim Ahli Cagar Budaya.

“Dimungkinkan adaptasi untuk penambahan ruang. Namun harus memperhatikan estetika dan harmonisasi,” kata Sekretaris Tim Ahli Cagar Budaya, Agung H. Buana. Namun, tak diizinkan mengubah struktur bangunan secara besar-besaran. Sebelumnya tim ahli telah melakukan survei di lapangan.

Saat survei, tim meminta agar dijaga harmonisasi dengan lingkungan daan mempertahankan arsitektur asli. Lantaran jika berubah akan mengubat wajah Kota Malang. Juga terkait citra kawasan yang dikenal sebagai kawasan heritage. Saat ini, ada dua bangunan heritage yang tengah diajukan renovasi yakni Bank Indonesia untuk menambah lift dan rumah tinggal di Jalan Tengger Nomor 2.  

Sebelumnya, sebuah rumah di Jalan Ijen Nomor 4 direkomendasikan bisa menambah ruang asal tak mengubah bentuk struktur utama bangunan rumah. “Wajah kota akan berubah jika semua berubah. Sejumlah bangunan yang berubah akan dikembalikan. Salah satunya gedung sarinah dikembalikan seperti bentuk aslinya,” katanya.

Ketua tim perencana bangunan rumah Jalan Ijen 45, Honggo Wijaya dari Hendra Mukti Desain Surabaya mengajukan desain bangunan dua lantai. Sebelumnya ia melihat banyak terjadi perubahan di kawasan Ijen. Termasuk bangunan rumah Ijen 45.

Pemilik Rumah Ijen 45 berkoordinasi dengan Tim Ahli Cagar Budaya untuk perubahan bangunan. (Terakota/Eko Widianto).

“Ruang lebih lapang dan menyatu, sedangkan bangunan kolonial disekat ruang kecil. Kemungkinan bangunan dalam telah berubah,” katanya.Sedangkan atap bangunan rumah itu, katanya, relatif asli. Sekeliling bangunan juga dilapisi batu sejenis batu andesit dan marmer. Sehingga tampak luar mengalami perubahan yang signifikan.

“Aksen kolonial ada di atap rumah. Terjaga sekitar 50 persen,” ujarnya.

Ia mengklaim desain yang diajukan tak merusak kawasan Ijen dan sekitarnya. Desain rumah disesuaikan dengan tuntutan dan kebutuhan ruangan. Ia berharap pemerintah menyediakan dokumen berupa foto dan desain permukiman Jalan Ijen jaman dulu. Sebagai referensi para arsitektur mendesain rumah agar tetap menyesuaikan karakter Jalan Ijen.


Pakar sejarah Universitas Negeri Malang Reza Hudiyanto menjelaskan dalam buku The Indonesia City terbitan 1986 disebutkan arsitek Herman Thomas Karsten mendesain kota beradabtasi dengan kebudayaan timur. Malang didesain dengan konsep Garden City. “Surat kabar tahun 1955 menulis Ijen sebagai kawasan paling indah di Asia Tenggara,” katanya.

Sebuah kawasan yang estetik, higienis dan geometrik. Lanataran iklim tropis dan udara panas terjadi penyebaran penyakit. Sedagkan di kawasan Ijen dikonsep bisa menghalau penyebaran penyakit menular tersebut. “Pohon yang ditanam juga khas palem. Sedangkan di kawasan lain pohon asem, dan kenari,” ujarnya.

Bagunan rumah sejak awal dirancang proporsional antara bangunan, taman dan jalan.  Jika terjadi perubahan maka tak seimbang. Perubahan, katanya, akan mempengaruhi citra kawasan. “Saran saya bangunan harus beradabtasi dengan lingkungan. Bisa dikembangkan dengan memanfaatkan lahan yang ada tanpa pengubah bangunan,” katanya.

Sehingga tampilan depan bangunan tetap dipertahankan. Bangunan induk tetap dilestarikan. Sebab jika terjadi perubahan bentuk akan mengubah citra kawasan di Jalan Ijen.

Pakar kriya Universitas Negeri Malang Ponimin mengkhawatirkan desain yang baru akan membuat bangunan menjadi tercerabut dari lingkungan. Ia menyarankan agar karakter yang lama masih dijaga. “Bangunan harus selaras dengan lingkungan,” ujarnya.

Ketua tim perencana rumah Jalan Ijen 45, Honggo Wijaya dari Hendra Mukti Desain Surabaya mengajukan desain bangunan dua lantai. (Terakota/Eko Widianto).

Pakar arsitektur Intitut Teknologi Nasional Budi Fatoni menjelaskan jika bangunan rumah terletak di pojok sehingga point of interest di samping. Arsitek rumah saat itu memasang pintu utama di samping. “Itu jangan diubah,” katanya.

Arsitek dituntut membuat desain secara obyektif dengan memfungsikan lahan yang ada. Serta mempertahankan arsitektur yang menjadi heritage. Arsitek, katanya, harus peka dengan kawasan. “Arsitek heritage harustetap terjaga estetika dan ramah lingkungan,” katanya.

Sementara pagiat sejarah dari Yayasan Inggil Dwi Cahyono kawasan Ijen harus tetap dijaga dan kembalikan. Yayasan Inggil telah mengumpullkan data dokumen sejarah. Mulai alasan kawasan Ijen dibangun hingga laporan Wali Kota Malang. 

“Ijen awalnya kawasan olah raga. Kemudian diubah untuk perumahan sekelas Gubernur dan pegawai kota praja disesuaikan dengan pangkatnya,” ujar Dwi. Berbagai ornamen yang telah berubah disarankan untuk dikembalikan. Sedangkan desain yang diusulkan justru akan merombah total bangunan. Bagaimanapun desainnya perubahan total tak akan disetujui.

Antonius Indra Wijaya mewakili pemilih rumah menjelaskan jika perubahan total karena bangunan induk tak cukup kokoh untuk dua lantai. Sehingga bangunan dipugar dan dibangun bentuk baru. “Atap banyak yang bocor. Rencana diganti,” ujarnya.

Tim Ahli Cagar Budaya menyarankan bangunan induk dipertahankan. Sedangkan penambahan ruang disarankan menggunakan lahan yang tersisa. Lahan tersebut bisa dibangun dengan dua lantai. “Desain arsitekturnya harus menyesuaikan dan selaras dengan desain yang ada,” kata Agung.