Masyarakat menggotong sesaji berupa tumpeng setinggi 2,5 meter terdiri dari nasi putih dilengkapi dengan aneka lauk pauk serta pelet atau pakan ikan. Larung sesaji 'pelet' buceng boda mulia di Waduk Bening, Madiun. (Terakota/Eko Widianto).
Iklan terakota

Terakota.id–Ingin berwisata di waduk yang teduh dan sejuk? Anda patut mencoba berkunjung ke Waduk Bening, Desa Pajaran Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun. Lokasinya tak jauh dari hutan jati Saradan dan mudah dijumpai. Sebab sebuah papan petunjuk besar bisa memandu Anda menuju lokasi.

Saat memasuki kawasan wisata Waduk Bening ini, Anda akan disapa dengan hamparan pepohonan aneka jenis di sepanjang jalan. Begitu teduh dan memesona, terutama saat masuki jembatan yang melintas danau Bening. Kilauan sinar mentari berwarna kuning keemasan terpantul dari air danau yang bening. Terbingkai keelokan gunung pandan yang gagah nan elok.

Disini, sejumlah fasilitas bisa dinikmati mulai aneka permainan anak seperti ayunan, jungkitan atau melihat dari dekat sekaligus memberi makan satwa langka seperti rusa dan ayam mutiara. Ingin menikmati keindahan danau? Anda bisa menyewa perahu motor yang banyak parkir di sepanjang tepi danau.

Dengan perahu motor, pengunjung bisa menuju tengah danau maupun menyeberang ke dalam pulau mangga. Disebut pulau mangga, karena pulau yang terletak di tengah dana seluas 1 hektare ini sejak tiga tahun ditanami pohon mangga arum manis. Saat musim buah mangga, pengunjung bisa menikmati manisnya mangga arum manis maupun membawanya pulang.

Larung sesaji ‘pelet’ buceng boda mulia di Waduk Bening, Madiun. (Terakota/Eko Widianto).

“Rencana pengembangan, pulau mangga ini akan dihuni rusa dan aneka satwa yang lain,” kata pengelola waduk, Joko Sulistyono.

Kini, Jasa Tirta 1 melengkapi dengan vila dan jembatan penghubung pinggiran danau menuju pulau mangga. Luas genangan air danau Bening mencapai 5,7 kilometer ini, berasal dari aliran sungai Widas.

Air waduk sebagian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan irigasi persawahan di sekitar Madiun dan Nganjuk seluas 9.120 hektare. Serta menjadi pengendali banjir, saat musim penghujan mengingat kawasan sekitar danau merupakan daerah rawan banjir.

Sebagian air waduk juga dimanfaatkan untuk pembangkit listrik mikro hidro oleh PT Pembangkit Listrik Negara (PLN). Pembangkit listrik ini hanya beroperasi selama dua tahun, karena biaya operasional tak sebanding dengan energi listrik yang dihasilkan. Listrik yang dihasilkan sekitar 650 kilo watt.

Rencananya, pembangkit listrik mikro hidro ini akan difungsikan sebagai museum listrik. Pengunjung bisa melihat perangkat untuk memproduksi listrik serta proses distribusi listrik hingga ke rumah pelanggan. “Peralatannya masih baru, sayang kalau tidak dimanfaatkan,” jelasnya.

Ritual Larung Sesaji

Setiap tahun rata-rata pengunjung sekitar 70 ribu orang. Jangan lupa, setiap 10 Suro dikawasan ini digelar larung sesaji ‘pelet’ buceng boda mulia. Ritual dilakukan para petani ikan agar hasil panen melimpah sekaligus penolak balak.

Sesaji itu berupa tumpeng setinggi 2,5 meter yang tersusun dari nasi putih dilengkapi dengan aneka lauk pauk serta pelet atau pakan ikan. Keduanya disusun rapi dalam bentung tumpeng mengerucut.

Sesaji itu diusung empat pemuda berbadan tegap, di depannya tokoh masyarakat setempat mengenakan pakaian adat jawa sebagai pembuka jalan. Tarian reog ponorogo dan dongkrek yang menjadi tradisi warga setempat mengiringi arak-arakan tumpeng sesaji.

Ribuan warga mulai memadati pinggir waduk Bening,  saat sesaji dinaikkan di atas anyaman bambu yang diapit dua perahu petani ikan. Puluhan petani ikan  mengiringi larung sesaji menaiki sekitar 10 perahu.

Larung sesaji ‘pelet’ buceng boda mulia di Waduk Bening, Madiun. (Terakota/Eko Widianto).

Salah satu perahu mengangkut 12 ekor itik dan enthok sebagai sesaji. Secara beriringan perahu itu berjajar rapi, tabuh-tabuhan musik  pengiring kesenian dongkrek dan reog mengiringi sesaji menuju ke tengah waduk Bening.

Setelah  tepat berada di tengah waduk, petani ikan itu melepaskan sesaji ‘pelet’ buceng boda mulia beserta itik dan enthok. Seorang tokoh agama setempat memimpin doa sambil memohon agar hasil budidaya ikan melimpah.

Sesaji ini, juga sebagai ujud syukur atas limpahan rejeki yang diterimanya selama ini. “Setelah melarung sesaji, diharapkan kelak tak ada halangan dalam bekerja,” kata panitia larung sesaji, Solikin.

Usai larung sesaji, warga setempat berbaur dengan pengunjung dari berbagai daerah untuk menikmati sajian kesenian tradisional berupa reog Ponorogo dan tari dongkrek.

Mereka menikmati kesenian dongkrek yang hanya dipertontonkan dalam suatu ritual. Sebab kesenian ini, menurut kepercayaan warga setempat bisa mengusir pagebluk atau malapetakan dan bencana.