Ningsih bersama warga Tlogomas Kota Malang menabung sampah botol plastik, kertas dan kardus. Setiap tahun Ningsih memperoleh tabungan Rp300 ribu. (Terakota/ Eko Widianto).
Iklan terakota

Terakota.id-Rutin saban pekan Ningsih, warga Telogomas, Kota Malang bersama tetangganya mengumpulkan kardus, karton, botol plastik, dan perabot rumah tangga yang rusak. Sebuah gudang di belakang rumah rumahnya disulap menjadi tempat penampungan sampah kering yang memiliki nilai ekonomis. Mereka nasabah Bank Sampah Malang (BSM).

“Menabung sampah. Dikumpulkan, uang diberikan kepada anggota setahun sekali untuk kebutuhan Lebaran,” kata Ningsih. Sedangkan Ningsih sendiri bisa mendapat uang tabungan sekitar Rp300 ribu per tahun. Sampah menjadi uang dan lingkungan semakin bersih.

“Biasanya sampah dibuang ke kali. Sekarang enggak sudah dikumpulkan di rumah. Lingkungan bersih,” katanya. Ningsih dan warga Tlogomas mendirikan kelompok untuk mengumpulkan sampah sejak lima tahun lalu. Keterlibatan mereka tak lepas dari peran Bank Sampah Malang (BSM).

Direktur Bank Sampah Malang, Kartika Ikasari menuturkan jumlah nasabah Bank Sampah Malang terus bertambah. Kini total ada 500 unit bank sampah tersebar di sekolah, permukiman, hotel dan restoran. Masing-masing kelompok beranggotakan minimal 20 orang. Total nasabah mencapai 24 ribu orang. Sedangkan omzet setiap bulan mencapai Rp300 juta.

“Keuntungan BSM mencapai Rp120 juta per tahun,” katanya. BSM berdiri sejak 2011, dengan modal awal dana hibah dari Pemerintah Kota Malang sebesar Rp200 juta. Namun, kini telah mandiri, mempekerjakan 15 orang.

Nasabah tak hanya menabung, sampah yang disetor bisa ditukar dengan belanja kebutuhan pokok sampai membeli pulsa telepon dan membayar listrik. BSM melayani pengambilan sampah dari setiap kelompok secara reguler. Sampah yang terkumpul dipilah sesuai jenis menjadi bahan baku pabrik daur ulang plastik dan kertas. BSM bekerjasama dengan sejumlah pabrik yang membutuhkan bahan baku.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang Wahyu Setianto menjelaskan volume sampah yang dihasilkan warga Kota Malang setiap hari mencapai 700 ton. Sebagian sampah dipilah di Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS) dan bank sampah. Setelah dipilah, sampah berkurang sampai 400 ton dan buang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Supiturang.

Setiap hari, rata-rata warga Malang memproduksi sampah hingga 700 ton. Sekitar 400 ton berakhir di TPA Supiturang. (Terakota/ Eko Widianto).

“Target dalam setahun bisa mengurangi 20 persen. Tahun ini, bisa menekan sampai 22 persen,” katanya. Untuk mengurangi sampah, Wali Kota Malang Sutiaji mengeluarkan Surat Edaran (SE) Wali Kota Malang Nomor 8 tahun 2021 tentang pengurangan sampah plastik. Isinya mewajibkan pelaku usaha, hotel, restoran, cafe dan usaha sejunis, institusi pemerintah, perbankan mengurangi sampah plastik.

Bagi pengunjung restoran, dan cafe agar membawa wadah makanan dan minuman sendiri dari rumah. Pengusaha cafe dan restoran tak menyediakan wadah makanan dan minuman berbahan plastik sekali pakai. “Memang belum signifikan mengurangi sampah plastik,” katanya.

Sungai Brantas Tercemar Mikroplastik

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah atau Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) Prigi Arisandi menuturkan ribuan ton sampah memenuhi Kali Brantas setiap hari. Hingga menggunung di Bendugan Sengguruh dan Sutami. “Sekitar 55 persen sampah di perairan berupa sampah plastik, botol, popok dan sedotan,” katanya.

Sedangkan Kali Brantas, sungai strategis nasional dan sumber beradaban. Sehingga harus dijaga dan dilestarikan. Prigi menuding Pemerintah Kota Malang tak mampu menyediakan infrastuktur pengolahan sampah. Sehingga sebagian warga Malang membuang sampah ke Kali Brantas.

Peneliti Ecoton meneliti air sungai Brantas di Kota Malang. Hasilnya sungai Brantas tercemar mikroplastik. (Terakota/ Eko Widianto).

“Sampah akan membunuh saudara di hilir Kali Brantas.” Terbukti, dalam penelitian Ecoton sungai Brantas terkontaminasi mikroplastik, yakni serpihan plastik berukuran lebih kecil dari 4,8 milimeter. Untuk itu, harus dikurangi menggunaan produk kemasan sekali pakai.

Kepala Seksi Pembinaan Peritel, Direktorat Pembinaan Sampah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Agus Supriyanto menjelaskan timbulan sampah pada 2020 sebesar 67,8 juta ton. Timbulan sampah akan terus bertambah seiring dengan bertambah jumlah penduduk dan peningkatan kesejahteraan.

“Diperkirakan jika tak ditangani, pada 2050 komposisi timbulan sampah naik dua kali lipat. Terjadi penca]emaran yang akan menganggu ekosistem yang berbahaya bagi manusia,’ katanya dalam Edukasi Pelatihan Jurnalis dalam Pengelolan Sampahd an Ekonomi Sirkular.

Pemerintah, katanya, telah mengeluarkan regulasi berupa Undang Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, Peraturan Pemerintah tentang Pengelolan Sampah Rumah Tangga dan Peraturan Presiden Nomor 97 tahun 2017 tentang Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. “Targetnya pada 2025 pengurangan sampah sampai 30 persen dan 70 penanganan sampah,” katanya.

Produsen, katanya, berkewajiban turut berperan mengurangi dan mengelola sampah. Dalam peta jalan pengurangan sampah, dalam kurun waktu 10 tahun produsen harus mengurangi sampah dari produk yang dihasilkan. Serta pembatasan timbulan sampah, daur ulang sampah dan pemanfaatan sampah.  “Perubahan dan pembatasan berlangsung bertahap,” katanya.

Kepala Pusat Industri Hijau Badan Standarisasi dan Kebijakan Jasa Industri, Kementrian Perindustrian R hendro Martono menjelaskan mengenai ekonomi sirkular dengan pendekatan bahan baku ramah lingkungan, bahan bakar rendah emisi, dan umur pakai yang panjang. “Rantai pasok ekonomi sirkular mengurangi biaya sirkulasi dan ramah lingkungan,” katanya.

Aktivis Ecoton menggelar aksi memprotes impor sampah plastik yang mencemari sungai di Jawa di Monas Jakarta 3 Mei 2021. (Foto : Ecoton).

Di indonesia jumlah industri daur ulang sekitar 1000 perusahaan. Nilai investasi mencapai Rp5,15 triliun. Total mengolah limbah plastik sabanyak 2 juta ton dengan menyerap 3,3 juta pekerja.

Namun, industri daur ulang menghadapi tantangan. Yakni kurangnya kesadaran konsumen memisahkan sampah bekas yang bisa didaurulang, pemilahan. Pengumpulan dan pengolahan belum dibuat dalam sistem terpadu menyeluruh, agar layak diolah dan aman lingkungan.

“Ketersediaan bahan baku kurang, sehingga impor bahan baku daur ulang,” ujarnya. Kementerian Perindustrian, katanya, tengah membahas percepatan insentif bagi industri hijau yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 2018 tentang Pemberdayaan Indusri.

Botol Daur Ulang

Salah satu perusahaan recycled polyethylene therepthalate (RPET) atau PET daur ulang  Namasindo Plas beroperasi sejak 2007. Kapasitas produksi mencapai 35 ribu ton per tahun.  “PET diproses bottle to bottle bekerjasama dengan Danone-AQUA,” kata CEO Namasindo Plas, Yanto Widodo.

Agar botol kemasan minuman bekas dapat diolah menjadi botol baru harus mengikuti  peraturan dan syarat keamanan pangan. “Kami memiliki sertifikat keamanan pangan. Food grade,” latanya.

Namun ia menghadapi tantangan berupa investasi yang mahal. Namasindo Plas berinvestasi sebesar Rp300 miliar. Sedangkan, sampai sekarang tak ada dukungan dana murah dari pemerintah. Selain itu, sumber sampah belum memenuhi kualitas, serta Undang-undang persampahan tak berjalan maksimal. “Masyarakat tak paham sirukular ekonomi, tidak dipilah sampah dari rumah,” katanya.

Corporate Communications Director Danone Indonesia Arif Mujahidin menjelaskan sejak 2018 Danone-AQUA mencanangkan gerakan bijak berplastik. Sejak dua tahun lalu AQUAA meluncurkan botol air minum yang 100 persen plastik daur ulang. Awalnya botol ukuran 1,1 liter di Bali dan disusul ukuran 600 mililiter.

Ecoton menggelar aksi Menolak Plastik Sekali Pakai di Balai Kota Malang, 15 April 2021. (Terakota/ Eko Widianto).

“Ahli polimer menjelaskan plastik merupakan bahan terbaik untuk keamanan pangan, saat produksi hingga dikonsumsi kualitasnya sama,” katanya. Sejak 1983 AQUA meluncurkan galon guna ulang. Hingga kini, sekitar 70 persen produksi AQUA menggunakan galon guna ulang.

Head of Climate and Water Stewardship Danone-AQUA Ratih Anggraeni menjelaskan AQUA menggunakan botol dengan material daur ulang hingga 25 persen. Targetnya pada 2025 menggunakan 50 persen botol daur ulang.

Sejak 2010 AQUA membangun unit bsinis daur ulang. Sebanyak enam unit tersebar di seluruh Indonesia yang berhasil mengupulkan 12 ribu ton. AQUA juga menyediakan fasilitas pengumpulan di sembilan lokasi dengan Veolia Indonesia. “Botol bekas dikumpulkan dan menjadi bahan baku botol baru,” katanya.