
Terakota.id–Sejak subuh, Mutmainah istri Supardi berkutat di dapur, Kompor terus menyala, bara api biru. Semua aktivitas dilakukan mulai menanak nasi dan memasak sayur untuk seluruh anggota keluarga. Hingga menjerang air, untuk menyiapkan kopi Supardi sebelum berangkat bekerja.
Warga Desa Talangagung, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang tak menggunakan tabung gas elpiji. Gas metana yang keluar dari Tempat Pengelolaan Sampah (TPA) Talangagung dari proses fermentasi sampah ditangkap. Lantas gas metana ditangkap, dimurnikan dan didistribusikan kepada masyarakat sekitar. Pipa gas sepanjang 500 meter terhubung ke 60 rumah warga menikmati gas metana gratis sejak Agustus 2011.
Awalnya gas metana hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan di lokasi TPA. Kini, permukiman terdekat dengan TPA Talangagung ini tak cuma menghirup bau busuk sampah, namun juga menikmati gas metana secara murah. “Setiap bulan bayar iuran Rp 5 ribu,” kata Supardi.

TPA Talangagung menghasilkan gas metana sekitar 64 meter kubik per hari. Volume gas metana cukup untuk memenuhi kebutuhan gas warga. Distribusi dan perawatan jaringan pipa gas dikelola secara mandiri oleh warga desa setempat.
Dana yang terkumpul digunakan untuk perawatan dan perbaikan jaringan pipa gas metana. Rata-rata setiap keluarga menghabiskan empat tabung gas ukuran 3 kilogram per bulan. “Sebulan belanja gas elpiji sekitar Rp 60 ribu ,” katanya.
Jaringan pipa gas metana dibagun secara cuma-cuma oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malang. Sehingga warga tinggal merawat dan bisa menikmati layananan gas secara murah. Jaringan pipa terpasang mulai dari TPA sampai ke sambungan rumah tangga.
Gas metana juga digunakan menggerakkan generator untuk memproduksi listrik. Listrik yang dihasilkan digunakan untuk penerangan jalan dan memenuhi kebutuhan listrik di kawasan TPA. Sebuah generator berdaya 22 Kilovolt Ampere (kVA) dipasok gas metana, namun produksi gas terbatas sehingga cukup menggerakkan genset 5,000 volt ampere.
Mobil Bertenaga Gas Metana
Untuk skala ujicoba, gas metana yang ditangkap juga dialirkan ke dalam tabung gas elpiji. Sayang, pasokan gas metana ke tabung terbatas. Dengan tekanan udara 400 Psi hanya memasukkan gas sebesar 2-3 ons. Tabung gas ini diujicoba untuk menggerakkan mesin kendaraan bermotor. Mesin mobil Mitsubishi Kuda dimodifikasi, hasilnya mobil mampu melaju sejauh 10 kilometer.
Hasil uji coba ini menggandeng Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Sejumlah dosen dan mahasiswa teknik bakal melakukan penelitian lanjutan. Agar dihasilkan proses penangkapan gas metana yang lebih efektif dan efisien. “Agar efisien, perlu riset lanjutan,” katanya.
TPA Talangagung seluas 2,4 hektare beroperasi sejak 1997. Total sampah yang ditampung mencapai 140 meter kubik per hari. Sampah berasal dari delapan kecamatan. Awal beroperasi pengelolaan sampah menggunakan sistem open dumping. Akibatnya, warga sekitar TPA mengeluhkan bau dan lalat yang menyebar ke pemukiman. Perkampungan Supardi salah satunya yang terdampak. lokasinya hanya berjarak sekitar 500 meter.

Setiap hari, truk pengangkut sampah melintasi pemukiman warga. Sejak 2010, pengelolaan berubah menjadi controlled landfill. Setiap tahun APBD Kabupaten Malang menyediakan anggaran untuk operasional TPA Talangagung sebesar Rp 650 juta per tahun. Di Kabupaten tersebar empat TPA, dua TPA telah menerapkan sistem controlled landfill dan 9 Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST).
“Lokasi TPA berbatasan dengan sungai Metro (anak sungai Brantas),” kata Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malang, Renung Rubiataji
Mereka juga memodifikasi alat pengolah limbah sampah bernama Hydro Aerobic. Mesin terhubung dengan koveyor, setiap sampah bakal masuk ke konveyor. Mesin berputar memilah sampah organik dan plastik secara otomatis. Sampah organik langsung digiling atau dicacah sampai menjadi bubur. Sedangkan sampah plastik masuk ke dalam kolam air, dibersihkan.
Tamu dari luar negeri, perguruan tinggi, pelajar dan institusi dari sejumlah daerah belajar pengelolaan. Sejumlah mahasiswa juga mengerjakan tugas akhir di lokasi ini. Mereka meneliti dari bidang kimia, biologi, teknik mesin dan teknik lingkungan. Kini, TPA Talangung disulap menjadi TPA Wisata Edukasi. Siswa dan mahasiswa belajar dan berwisata di tempat pengolahan akhir sampah.
Mereka juga bisa berekreasi dengan fasilitas outbond. “Dengan menerapkan teknologi sederhana. Bisa diterapkan di daerah lain,” katanya.

Siswa belajar menanam, mengolah sampah organik menjadi pupuk dan mengenal gas metana. Mulai proses di skala rumah tangga, hingga menangkap gas metana. Jika tak ditangkap, katanya, gas metana menimbulkan efek rumah yang berbahaya bagi atmosfir. TPA Talangagung tampak asri, sejumlah taman terhampar di kawasan ini.
Aneka jenis tanaman hias dan bunga tampak menghibur mata memandang. Sayuran dan cabai juga menghiasi kawasan TPA. Juga dilengkapi pembibitan tanaman keras atau perdu untuk penghijauan. “Semua dipupuk dengan kompos yang kita produksi,” katanya.
Untuk mencegah pencemaran air tanah dan sungai, dibangun saluran drainase di sekeliling TPA. Tujuannya, untuk mencegah air hujan meluber ke tumpukan sampah. Sehingga mencegah produksi lindi berlebihan yang bakal mencemari air tanah di sekitar TPA.
Biogas hingga PLMTH
Sementara, warga lereng Gunung Semeru di Dusun Bendrong Kecamatan Arjosari Kecamatan Jabung Kabupaten Malang memanfaatkan limbah kotoran sapi menghasilkan biogas. Biogas dimanfaatkan sebagai pengganti gas elpiji. Sebagian digunakan menggerakkan generator memenuhi listrik warga.
“Dulu warga menebang kayu untuk bahan bakar,” kata Ketua Kelompok tani Usaha Maju Dusun Bendrong Desa Arjosari, Slamet Daroini. Awalnya, 452 kepala keluarga di Dusun Bendrong sangat bergantung menggunakan kayu bakar untuk memasak. Dalam setahun, rata-rata kebutuhan kayu bakar mencapai 90 ikat atau sebanding dengan 4-5 batang pohon diameter 50 centimeter.

Untuk mendapatkan kayu bakar ini, warga harus merambah hutan produksi Perum Perhutani maupun kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Hutan yang terletak di lereng gunung Semeru. Akibatnya, kawasan hutan seluas 70 hektare rusak hingga menyebabkan warga kesulitan air bersih untuk konsumsi. Praktis, usaha mengolah kotoran sapi turut menyelamatkan kerusakan hutan di kawasan TNBTS.
Sedangkan warga Desa Karangsuko, Kecamatan Pagelaran memanfaatkan aliran sungai dari Sumber Maron. Sebuah instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLMTH) dipasang untuk mengerakkan generator. Listrik yang dihasilkan digunakan menggerakkan pompa air untuk pemenuhan air minum warga setempat.
PLTMH Sumber Maron mampu menghasilkan listrik sekitar 35.000 watt. Listrik juga dialirkan ke 51 sambungan rumah tangga. Pelanggan listrik merupakan pedagang di wisata Sumber Maron yang belum teraliri listrik. “Tarif Rp 700 per kwh,” kata operator PLTMH Sumber Maron, Zainuddin.

PLTMH Sumber Maron beroperasi sejak 2012. Listrik juga dibutuhkkan menggerakkan pompa untuk memenuhi kebutuhan air bersih 2 ribu lebih warga desa setempat. Sehingga kebersihan dan kelestarian penting untuk menjaga operasional PLTMH Sumber Maron.
Kabupaten Malang dengan luas wilayah mencapai 3.534 kilometer persegi, berpenduduk 2,8 juta jiwa. Tersebar di 390 Desa dan Kelurahan di 33 Kecamatan. Data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Malang, sebanyak 70 ribu keluarga belum teraliri listrik. Keluarga yang belum teraliri listri terbesar berada di Kecamatan Kepanjen, Singosari dan Pakis.
Sebanyak 2 ribu keluarga di Kecamatan Kepanjen, Kecamatan Pakis sekitar 4 ribu dan Kecamatan Singosari, 4 ribu keluarga belum teraliri listrik. Selebihnya tersebar di Kecamatan Sumbermanjing Wetan dan daerah pesisir selatan.

Jalan, baca dan makan