Hutan Mangrove di Wonorejo Surabaya
Kawasan hutan mangrove di Wonorejo, Kota Surabaya, salah satu titik pencegah abrasi di wilayah timur kota tersebut. Kawasan ini termasuk hilir Sungai Brantas (Bappeko.Surabaya.go.id)
Iklan terakota

Terakota.id – Sudah banyak penelitian ilmiah tentang Daerah Aliran Sungai Brantas atau DAS Brantas. Sebagian besar hasilnya menyebutkan ada kerusakan lingkungan dari hulu sampai hilir. Penyebabnya beragam, karena pencemaran sampai alihfungsi kawasan.

Kerusakan kawasan DAS Brantas jadi persoalan serius, sebab sungai menyangga kehidupan masyarakat di sepertiga daerah di Jawa Timur. Dalam sejarahnya, salah satu sungai terpanjang di Pulau Jawa ini turut membentuk peradaban di tanah Jawa ini.

Ekosistem Sungai Brantas dibagi jadi tiga yakni bagian hulu, tengah dan hilir. Dimulai dari Kota Batu lalu mengalir ke Malang, Blitar, Tulungagung, Trenggalek, Kediri, Nganjuk, Jombang, Mojokerto. Lalu aliran sungai bercabang dua mengarah ke Surabaya dan Sidoarjo. Tiap sub bagian ekosistem memiliki keanekaragaman hayati sendiri.

Tim peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi sedang meneliti kondisi Brantas. Eksplorasi dan konservasi tumbuhan yang berpotensi memperbaiki ekosistem lingkungan dari hulu sampai hilir Brantas.

Rony Irawanto, Ketua Tim Eksplorasi dan Konservasi Biji Tumbuhan di Sungai Brantas, mengatakan, fokus penelitian pada konservasi tumbuhan wetland (lahan basah), riparian (tepi sungai) dan akuatik yang masih bertahan di hulu sampai hilir Sungai Brantas.

“Tanaman yang berpotensi memperbaiki kualitas lingkungan di Brantas,” kata Rony, akhir Maret lalu.

Penelitian berjalan dalam tiga tahap, dengan tahap pertama sudah selesai pada Desember 2020 lalu. Sedangkan tahap kedua bakal dilaksanakan pada Juni 2021 dan tahap ketiga sekaligus penyelesaian hasil seluruhnya dilakukan pada 2022 mendatang.

Penelitian tahap pertama berupa eksplorasi dan konservasi tumbuhan hilir Brantas di parian atau kiri-kanan Porong, Sidoarjo dan Wonorejo, Surabaya. Hasilnya menunjukan, ekosistem di hilir Brantas mengalami kerusakan cukup signifikan.

“Vegetasi di kawasan hilir sudah tidak lagi beragam,” ucap Rony.

Ia menyebut beberapa jenis mangrove yang dahulu hanya sedikit, kini malah tumbuh lebih dominan. Lalu ada beberapa mangrove kini mulai berkurang, berbeda dengan beberapa tahun lalu yang masih mudah dijumpai. Menjadi indikator kerusakan vegetasi di ekosistem aslinya.

Contohnya, di Porong dan Wonorejo jenis mangrove Acanthus ilicifolius atau lebih familiar disebut Jeruju sekarang justru tumbuh dominan. Keberadaannya membuat mangrove jenis lainnya kalah dan semakin sulit ditemukan.

“Jenis magrove Acanthus ini jadi indikator kerusakan ekosistem mangrove di muara,” ucap Rony.

Keragaman mangrove muara di Gunung Anyar dan Wonorejo juga mulai berkurang. Dahulu di dua kawasan itu ada tiga mangrove jenis Sonneratia, tapi kini hanya satu jenis saja yang lebih dominan. Sedangkan di Sungai Porong berdasarkan data lama terdapat 70 jenis tanaman wetland (lahan basah). Tapi kini jumlahnya sudah jauh berkurang.

“Di Sungai Porong tanaman spesifik tepi pantai seperti waru laut dan beberapa jenis mangrove juga tergusur oleh tanaman budidaya seperti mangga,” kata Rony.

Kali Porong Sidoarjo
Kali Porong, yang merupakan wilayah hilir Sungai Brantas, yang sejak dahulu punya fungsi penting bagi kehidupan masyarakat Jawa (arkeologijawa.kemdikbud.go.id)

Tumbuhan Pemulih Ekosistem
Tim peneliti mengambil contoh ada beberapa jenis tumbuhan yang tumbuh di hilir Brantas. Tanaman itu mampu bertahan di tengah pencemaran lingkungan, ada potensi dapat memperbaiki lingkungan yang kini sudah tercemar.

Tanaman yang dapat mengurai, mengakumulasi pencemaran, membantu menyerap logam berat dan polutan. Berpotensi membantu pemulihan lingkungan secara alami. Terdiri dari satu tanaman aquatik jenis persicaria, tujuh jenis tanaman riparian atau tanaman yang tumbuh di tepi sungai, tiga jenis mangrove rawa dan beberapa jenis tanaman perdu.

“Kami mencari vegetasi asli kawasan hilir yang berpotensi menyerap pencemaran,” ujar Rony.

Tanaman diambil untuk dikoleksi sekaligus diuji coba di rumah kaca Kebun Raya Purwodadi. Pengkoleksian itu sebagai bagian dari konservasi menjaga keanekaragaman hayati Sungai Brantas yang perlahan tapi pasti mulai berkurang.

“Konservasi tanaman yang sangat bermanfaat untuk perbaikan lingkungan penting dilakukan,” ucap Rony.

Setelah penelitian di wilayah hilir ini masih akan dilanjutkan di wilayah sub tengah dan hulu Brantas. Hasilnya diharapkan bisa dijadikan pertimbangan dalam menyusun kebijakan bagi seluruh pemangku kepentingan yang berhubungan dengan Sungai Brantas.

Sebab sejauh ini manajemen tata kelola DAS Brantas belum terintegrasi mulai dari hulu sampai hilir. Seharusnya seluruh otoritas berwenang terlibat bersama-sama dalam menyusun strategi kebijakan.

“Semoga nanti bila seluruh penelitian ini selesai dapat dijadikan rujukan bagi penentu kebijakan,” kata Rony.

1 KOMENTAR