
Terakota.id—Musisi Yockie Suryo Prayogo meninggal pada usia 63 tahun, di Rumah Sakit Pondok Indah, Senin, 5 Februari 2018 pukul 07.35 WIB. Musisi yang dikenal bermain dalam beragam genre musik, seperti rock, klasik, pop, jazz, bahkan etnik. Yockie pernah bergabung dengan God Bless, Kantata Takwa, Swami.
Yockie mengalami pendarahan pembuluh darah otak sejak akhir Januari 2018. Sejumlah musisi menggelar konser amal bertajuk “Pagelaran Sang Bahaduri” untuk biaya pengobatan Yockie. Mendiang Yockie Suryo Prayogo tercatat bergabung membentuk Godbless pada 1972. Aransemen musiknya dianggap berkontribusi membentuk karakter musik Godbless.
Musisi yang sempat tinggal di Malang ini memiliki kenangan tersendiri saat konser berjatuk Badai Pasti Berlalu di Ijen Suites Grand Ballroom, 27 Mei 2016. Konser pulang kampung ini menjadi terakhir kalinya dia menginjakkan kaki di Malang. Terakota.id kembali menurunkan laporan konser yang penuh kenangan itu.
Badai Pasti Berlalu
Rini Andini, 55 tahun, mengaku puas usai menonton konser ‘Badai Pasti Berlalu’ di Ijen Suites Grand Ballroom Malang. Dia tak beranjak terus berdiri sepanjang konser selama dua jam lebih. Dia ikut bergoyang, melambaikan tangan dan sesekali berfoto selfie bareng dua teman yang duduk sejajar. Berada di barisan belakang penonton. “Lagu-lagu album badai pasti berlalu banyak kenangan bersama kami,” kata Rini warga Sukun Kota Malang.
Mereka datang bersama-sama, sengaja janjian menonton konser untuk bernostalgia bersama. Lagu itu, katanya, memiliki arti dan kenangan tersendiri selama masa SMA. Konser itu sekaligus pelepas rindu bareng sejumlah teman semasa sekolah. Sepanjang konser, mereka juga mengikuti bernyanyi bersama menirukan lagu-lagu penuh kenangan.
Konser diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, para penonton berdiri dan khidmat menyanyikan Indonesia Raya. Usai menyanyikan Indonesia Raya, Kadri Muhammad dan Husein Alatas tampil menyanyikan lagu jurang pemisah, dengan musik menghentak rock progresif mereka tampil memukau.
Sayang penonton hanya duduk manis, tak ikut bergoyang khas Arek Malang saat medio 1970-an yang dikenal kritis terhadap penampilan musisi saat itu. Hanya beberapa penonton di barisan belakang yang berdiri dan ikut bergoyang.
Yockie Suryo Prayogo menyuguhkan aransemen musik yang indah, kuat dengan nuansa rock. Iringan musik rock kental terasa, seolah membawa kita melayang ke masa kejayaan musik rock. Tak ketinggalan Yockie juga ikut bernyanyi, duet bareng Fryda Luciana menyanyikan Dalam Kelembutan Hati. Suara berat Yockie menghipnotis para penonton, mereka tak menyangka Yockie akan ikut bernyanyi.
Tanpa dikomando sejumlah penonton berdendang, menyanyi bareng Yockie dan Frida. Sebagian penonton kembali berdiri menyanyikan karya Eros Jarot yang popular pada 1990-an. Penonton semakin larut ke masa lampau, saat Keenan Nasution menyanyikan Nuansa Bening. “Karena konser di hotel, sok santun. Jika ada kenangan 70-an, biarkan kenangan ada dan hadir di ruangan ini. Nikmati, syukuri. Ceritakan kepada anak Anda, lagu-lagu indah tetap menjadi indah turun temurun,” kata MC, Ovan Tobing menyapa para penonton.
Menurut Ovan, lagu nuansa bening merupakan lagu wajib bagi anak muda saat itu. Kadang lagu menyimpan kenangan yang indah. Keenan Nasution, lagu Nuansa Bening diciptakan setelah melihat banyak karya Guruh dan Eros Djarot yang memiliki lirik bagus dan indah. Sedangkan lirik yang ditulisnya dianggap biasa tapi bermakna. “Liriknya biasa saja tapi bermakna,” katanya.
Once tampil dengan lagu Resesi, memicu penonton mulai berdiri, melambaikan tangan, dan menyanyikan lagu bareng Once. Para penonton yang rata-rata orang berumur itu menarik kenangan ke masa itu. “Bangga tampil dengan legenda musik. Orang bilang Malang menjadi barometer musik Indonesia. Apa masih begitu?,” ucap Once usai bernyanyi.
Yockie Turut Menyumbang Suara
Musisi Yockie Suryo Prayogo (kiri) dalam konser musik bertajuk Badai Pasti Berlalu Plus di Ijen Suites Grand Ballroom Malang Jawa Timur 27 Mei 2016 malam.Yockie kembali bernyanyi lagu Citra Hitam. Dia juga berinteraksi dan mengajak penonton berkomunikasi di atas panggung. Para penonton semakin larut dalam kenangan masa lalu setelah Dian Pramana Putra naik ke panggung dengan Kau Seputih Melati, Selama Jalan Kekasih. Lantas Deddy Dukun memberi kejutan tampil naik ke panggung berjalan dari sisi belakang penonton dengan bernyanyi. Sebagian penonton langsung menghampiri dan berfoto bareng Deddy Dukun.
2D bernyanyi dengan medley Oyaa, Duhai Kekasihku, Melayang, dan Semua Jadi Satu. Usai bernyanyi, Deddy mengaku tengah menyiapkan album Peluklah Diriku Agustus mendatang. “Semoga Agustus album kami bisa dirilis,” ujar Deddy.
Louis Hutauruk, menggebrak dengan lagu khayal dan charisma Indonesia. Dia menari mengelilingi panggung, mencoba ikut berinteraksi dengan penonton. Sejumlah penontonpun ikut bergoyang. Louis mengaku bingung saat tampil di atas panggung, termasuk menentukan koreografinya. “Saya gak bisa tampil seperti saat remaja dulu. Saya bukan Louis yang dulu, gemetar. Di kantor goyang,” katanya.
Namun, secara keseluruhan dia tampil memikat, menyanyikan lagu-lagu yang dipopulerkan dalam Lomba Cipta Lagu Remaja. Lantas Marcel menyanyikan lagu Cintaku, dilanjutkan Gilang Idol dan Kadri Muhammad menyanyikan apatis. Penampilan Gilang cukup memukau dengan diawali petikan gitar saat tampil di atas panggung.

Marcell Kala menyanyikan Surya Tenggelam yang selama ini popular dinyanyikan Chrisye. Marcell berhasil menyanyi dengan ciri khas sendiri, dan memukau para penonton.
Pertunjukan semakin dinamis setelah MC, Ovan Tobing mengajak sejumlah tokoh music di balik konser itu hadir ke atas panggung. Termasuk menyeret Bens Leo naik ke panggung dan menyampaikan testimonui. Bens Leo mengaku kagum dengan publik Malang, yang selalu kritis terhadap penampilan para penyanyi. Terutama saat Festival Musik Rock Log Zhelebour.
“Anak mudanya kritis,” katanya. Dia menilai Konser Badai Pasti Berlalu Plus menjadi ajang pertemuan antar generasi. Agak jarang, katanya, di Indonesia film dan album soundtrack sukses bersamaan. Album itu tak terlepas dari tangan dingin Eros Djarot dan gank pegangsaan. Para musisi itu biasa berkumpul di jalan Pegangsaan Jakarta. “Saat itu saya menulis di aktuil, saya menyebutnya gank pegangsaan,” katan Bens.
Secara berurutan, Debby Nasution dan Keenan Nasution tampil dengan secara bersamaan. Debby menunjukkan kepiawaiannya menambuh drum, sedangkan Keenan memainkan keyboard. Once dan Debby berduet menyanyikan Angin Malam, suara khas Once muncul sekaligus memberikan warna baru terhadap lagu yang diciptakan Yockie Suryo Prayogo.
Kolaborasi yang apik, bahkan sejumlah penonton memberi standing applause. Lantas Debby dan Keenan Nasution berduet sambil menggebuk drum dan keyboard menyanyikan lagu Negeriku Cintaku.
Penonton kembali dikejutkan dengan penampilan Husein Alatas yang muncul dari belakang penonton menyanyikan lagu Anak Jalanan. Disusul penampilan Berlian Hutauruk yang menyanyikan Matahari, dengan nada tinggi dan penonton terkesan sangat menikmatinya.
Penonton Hening

Suasana menjadi hening sesaat setelah Berlian mengakhiri lagu Matahari. Ovan Tobing mengajak Eros Djarot yang selama ini berada di balik kesuksesan album Badai Pasti Berlalu ke atas panggung. “Saya janjian ke Malang, tapi gak naik ke panggung,” kata Eros.
Yockie mengatakan jika publik Malang ingin melihat Eros bernyanyi. “Bagaimana saat menyanyikan lagu-lagu ciptaannya, saat dinyanyikan Chrisye enak.” Eros mengaku proses kreatif terjadi dilakukan bersama dan tinggal dengan Guruh Soekarno Putra dan Sukmawati Soekarno Putri di Jalan Pegangsaan. Dia mengaku hanya berkarya dengan musik, tak ada motivasi untuk terkenal apalagi mencari duit.
“Yockie nekat menyanyi. Kalau main organ enak,” katanya. Setelah dipaksa Eros akhirnya menyanyikan satu bait lagu Merpati Putih. Usai menyanyi Eros berpesan, “sekarang kita sudah tak bisa mengenali diri sendiri. Karena kita malu menjadi diru sendiri. Aku cinta Indonesia.”
Penonton semakin tenggelam dalam masa akhir 1970-an saat Berlian Hutauruk menyanyi Badai Pasti Berlalu. Dengan suara yang khas, dengan nada tinggi mengajak penonton ikut bernyanyi. Seluruh penonton diajak berdiri dan menyanyi bersama. Penonton menari dan mengikuti bernyanyi. Di akhir pertunjukan seluruh penyanyi pendukung tampil menyanyikan Lilin Lilin Kecil. Para penonton menyalakan lampu senter yang menempel di telepon seluler.
Yockie Suryopra Yogo mampu menghadirkan ‘ruh” Badai Pasti Berlalu dalam konser itu. “Produk 1970 disajikan era sekarang tentu ada perubahan. Berkompromi dengan instrumen dan sebagainya,” kata Yockie.
Karya musik, katanya, merupakan karya budaya. Sejarak musik, sejarah masa lalu. Karya musik, katanya, bukan produk yang diidentifikasi dari tahun tapi dari sisi masa lalu. “Ini adalah konser sejarah,” katanya.
Namun aransemen tak berubah, karena mengubah aransemen maka lagu tersebut akan kehilangan nilai. Lagu, katanya, dikenal karena sejarah dan peristiwa. Apakah aransemen badai pasti berlalu tahun ini lebih bagus atau tidak, akan dinilai pada puluhan tahun kedepan.

Jalan, baca dan makan