Terakota.ID–Ekonomi syariah merupakan bentuk tata perekonomian yang banyak mendapat perhatian akhir-akhir ini. Dengan kesadaran umat Muslim untuk bertransaksi secara benar menurut kaidah dan ketentuan agama, maka prinsip ini terus berkembang dan semakin banyak yang menggunakan.
Berbeda dengan tata ekonomi secara umum, dalam prinsip ekonomi syariah ini semua ketentuan harus sesuai dengan hukum yang ada pada Al Quran dan Hadits. Semua peraturan harus mengacu kepada kedua sumber tersebut. Salah satu prinsip yang harus diterapkan adalah dalam hal muamalat.
Prinsip Ekonomi Syariah
Sebelumnya, masih banyak keraguan apakah tata kelola ekonomi yang berlaku sudah sesuai dengan kaidah dan ketentuan agama Islam. Berdasarkan pada hal tersebut, prinsip syariah terus berkembang. Tujuannya adalah memberikan ketenangan dalam bertransaksi, khususnya bagi umat Muslim.
Agar bisa mencapai falah, dalam bertransaksi perlu berdasarkan pada syariat agama yang tercermin pada setiap norma dan nilai ekonomi Islam. Aqidah, akhlak dan syariat atau hukum menjadi pondasi dalam transaksi ekonomi. Secara rinci ketentuan tersebut dibagi dalam 6 prinsip dasar ekonomi dan keuangan Islam. Prinsip tersebut adalah:
1. Pengendalian Harta Individu
Agama Islam melarang umatnya menumpuk harta untuk kepentingan sendiri. Bagi yang mempunyai banyak rezeki harus mau dengan suka rela membagi dengan orang lain sesuai ketentuan agama. Zakat, sedekah, wakaf dan infak merupakan cara untuk mensucikan harta yang dimiliki. Pada prinsipnya, di dalam harta yang dimiliki seseorang, ada hak orang lain yang harus diberikan.
Dengan mengeluarkan zakat, infaq, wakaf dan sedekah bukan hanya mensucikan harta yang dimiliki, namun juga membantu perekonomian umat secara keseluruhan. Bagi pengelola atau penerima, bisa memanfaatkan harta tersebut untuk kegiatan ekonomi yang produktif sehingga kesejahteraan umat meningkat. Dengan demikian satu sama lain bisa saling membantu dan mendorong untuk kemajuan.
2. Distribusi Pendapatan yang Inklusif
Dalam prinsip Islam, Muslim yang mampu harus membantu orang yang membutuhkan. Setelah memiliki harta yang jumlahnya mencapai nisab, seorang Muslim harus mengeluarkan zakat yang jumlahnya sudah ditentukan. Penerima zakat puj bukan sembarang orang, tetapi pihak yang sudah ditentukan oleh agama.
Tujuannya agar zakat tersebut tepat sasaran. Dalam pembagiannya, boleh membentuk kepanitiaan atau Amil yang bertugas menyalurkan zakat kepada pihak yang berhak sesuai dengan syariat Islam. Dengan demikian, maka bisa dipastikan zakat tersebut akan sampai pada orang yang tepat.
3. Optimalisasi Bisnis dan Berbagi Resiko
Dalam Islam, jual beli merupakan transaksi yang harus terjadi dengan dasar saling ridho atau ikhlas. Kedua belah pihak boleh melakukan tawar menawar sampai mendapatkan kesepakatan harga. Selain itu, Islam tidak mau memberatkan satu pihak sehingga dalam bertransaksi menerapkan prinsip sharing resiko sehingga tidak ada pihak yang menanggung sendiri kerugian.
4. Transaksi Keuangan hanya Terjadi pada Sektor Riil
Islam sangat menghindari spekulasi yang bisa menyebabkan kerugian satu pihak. Karena itu, transaksi keuangan yang diperbolehkan hanya untuk sektor riil saja. Dengan demikian kedua pihak memahami dan mengerti potensi keuntungan maupun kerugian dari objek transaksi tersebut.
Transaksi dalam bidang keuangan tersebut harus bersinggungan dengan sektor nyata, bermanfaat, ada barang atau jasa yang bisa menghasilkan keuntungan. Dalam bertransaksi kedua belah pihak harus setuju dan rela. Tujuannya adalah kemaslahatan umat.
Perspektif Islam hanya berlaku pada transaksi riil seperti perdagangan, pertanian, industri dan jasa. Sedangkan transaksi yang tidak nyata, tidak boleh dilakukan. Sebagai contoh, Islam melarang perdagangan uang dan sistem keuangan dalam perbankan yang mengandung unsur ribawi.
5. Partisipas Sosial dalam Kepentingan Publik
Islam sangat menganjurkan kepada pihak yang mampu untuk membantu pihak yang membutuhkan. Bentuknya bermacam-macam. salah satunya dengan mengeluarkan wakaf yang dimanfaatkan untuk kepentingan umat. Pemberi wakaf akan tetap mendapat pahala selama masih ada orang yang menggunakan aset yang sudah diserahkan tersebut.
Pengelola wakaf pun harus mengoptimalkan pemanfaatannya sehingga umat mendapatkan manfaat dan pemberi wakaf terus menerima pahala dari amal jariyahnya. Prinsip pemanfaatannya untuk kepentingan publik dan kegiatan aktif bidang perekonomian.
6. Transaksi Muamalat
Islam mengatur semua hal dalam kehidupan umatnya sehingga terarah dan tidak saling merugikan. Termasuk dalam jual beli. Ketentuan dalam bidang muamalat menjunjung tinggi keadilan, kerjasama dan keseimbangan. Dengan demikian semua pihak bisa mendapatkan keuntungan dan kemakmuran berkat akad jual beli yang mengikuti ketentuan syariat tersebut.
Prinsip syariah mengatur kehidupan umat Islam agar semakin bermanfaat bagi sesama. Dalam bertransaksi Islam sangat melarang praktik kecurangan yang bisa merugikan satu pihak. Salah satu hal yang harus dikedepankan adalah, semua pihak yang terlibat dalam kerja sama harus untung dan tidak ada kecurangan.
Dengan penerapan prinsip ini diharapkan umat Islam akan mendapatkan ketenangan dan terhindar dari rasa khawatir. Tidak sedikit umat Islam yang ragu ketika akan bekerja sama atau bertransaksi karena takut melanggar ketentuan agama. Namun selama proses dan prosedurnya sesuai dengan kaidah yang ada di dalam Al Quran dan Hadits, aman, halal dan berkah.
Prinsip ekonomi syariah merupakan kaidah yang harus menjadi pedoman dan harus dipenuhi oleh seluruh umat Islam. Islam sangat menjunjung kejujuran dan keridhaan semua pihak yang terlibat kerja sama. Dengan keterbukaan dan mengacu pada ketentuan agama, semua pihak akan mendapatkan keuntungan secara seimbang.
Merawat Tradisi Menebar Inspirasi