
Terakota.id–Sylvia Saartje, 65 tahun, merapal doa di depan nasi tumpeng lengkap di Lodji Coffe Shop Hotel Pelangi, Kota Malang pada Ahad malam, 3 Oktober 2021. Usai memanjat doa, Sylvia Saartje memotong tumpeng sebagai tanda dimulai produksi film dokumenter yang mengangkat kisah hidupnya di dunia musik.
Rambut ikal tergerai, mengenakan busana serba hitam lady rocker asal Malang ini menyampaikan harapan. Agar proses produksi film dokumenter berjalan lancar dan bermanfaat bagi publik. “Pers berperan, liputan dalam dan luar negeri. Mereka yang menggali kiprah saya bernyanyi,” katanya kepada belasan tamu undangan yang menghadiri pra produksi film dokumenter.
Film berjudul Maestra Sylvia Saartje, Lady Rocker Pertama Indonesia ini diproduksi Yayasan Terakota. Produksi film mendapat pendanaan dari program Fasilitasi Bidang Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Pimpinan produksi film Andhika Yudha Pratama menjelaskan proyek film ini merupakan bagian mendokumentasikan musisi maestro Indonesia, asal Kota Malang. Jipi, sapaan akrab Silvia Saartje telah berkarya lebih dari 50 tahun. “Pribadi Jipi unik, juga rekam jejaknya bermusik,” kata Andhika.
Sosok Jipi, katanya, merepresentasikan zaman, masyarakat dan kondisi sosial era 1970-an. Malang dikenal sebagai barometer musik rock. Publik Malang senantiasa kritis terhadap musisi rock yang tampil di Malang. Selain itu, Malang melahirkan banyak band dan musisi rock papan atas. “Dulu jarang rocker perempuan,” ujarnya Andhika.
Andhika menyayangkan situasi terkini, skena musik rock Malang tak lagi seramai dulu. Ia berharap film dokumenter ini kembali menggerakkan generasi muda untuk mengekpresikan diri melalui musik.
Sutradara film dokumenter Subiyanto menyatakan akan fokus pada rekam jejak Sylvia Saartje sebagai musisi. Juga skena musik rock Kota Malang era 1970-an. “Akan menampilkan tiga panggung musik rock beken era 1970-an. Taman Indrokilo, Gedung Kesenian Gajayana, Lapangan Tenun,” katanya.
Program Pemajuan Kebudayaan
Film dokumenter Maestra Sylvia Saartje, Lady Rocker Pertama Indonesia menjadi salah satu proyek yang mendapat pendanaan program Fasilitasi Bidang Kebudayaan (FBK) 2021. Kategori dokumentasi karya/pengetahuan maestro. Menjadi satu-satunya usulan yang lolos seleksi FBK 2021 dari Kota Malang. “Didanai hampir Rp 300 juta,” papar Andhika.
Tim mengikuti seleksi mulai Maret 2021. Usulan program pemajuan kebudayaan rata-rata berbasis seni tradisi. “Padahal budaya Indonesia juga ada pop culture, salah satunya musik rock,” ujar Andhika.
Pengambilan gambar atau syuting dimulai Senin, 4 Oktober 2021. Syuting ada di tiga lokasi, yakni di Malang, Surabaya, dan Jakarta. Menampilkan tokoh-tokoh yang berkontribusi dalam musik rock. Musisi asal Malang yakni Ian Antono dan Toto Tewel, MC musik rock Ivan Tobing, penggemar Jipi yakni Brigjen Tamim, produser musik rock Log Zhelebour, jurnalis musik Bens Leo hingga lady rocker era 2000-an Tantri Kotak.

“Empat hari ke depan kita fokuskan syuting di Malang. Sementara tim yang di Jakarta mengejar wawancara dengan Ian Antono dan Tantri Kotak,” katanya.
Subiyanto, sineas jebolan Institut Kesenian Jakarta sedang menempuh studi S2 di Institut Seni Indonesia Surakarta ini mengapresiasi Jipi. Lantaran tekun dan mendokumentasi mulai rekaman lagu, majalah musik hingga potret tampilan busana di panggung. “Membantu tim membangun kharaker Jipi dalam film,” katanya.
Jipi menyampaikan terima kasih atas proyek film dokumenter yang mengangkat kisah dirinya. Ia mengaku tersanjung meski melewati jadwal syuting yang ketat. Proses syuting dikebut selama sebulan. ”Show must go on,” kata Jipi
Jipi menuturkan selama beberapa hari ini terus berlatih musik. Ia menyiapkan lima lagu yang siap ditampilkan dalam film. “Lagu Gerhana lebih cocok dimasukkan dalam dokumenter. Aku latihan dulu, hanya roll (rekaman lagu) aslinya belum ketemu,” kata Jipi.
Film dokumenter ini direncanakan diluncurkan pekan kedua November 2021. Pemutaran dilangsungkan di sebuah gedung bioskop di Kota Malang. “Ada tiga kali diskusi, mungkin online karena masih pandemi,” kata Andhika.
