Wali Kota Malang Sardjono bersama panitia pembuatan Monumen Chairil Anwar pose bersama (Repro/Yayasan Inggil)
Iklan terakota

Pematung Chairil Anwar yang Misterius

Sosok Chairil Anwar saat itu tepat menjadi sosok pemuda yang menginspirasi, dan berani membakar semangat anak muda untuk merebut kemerdekaan. Apalagi saat itu, meski kemerdekaan telah diproklamasikan namun Belanda juga terus melakukan agresi militer untuk kembali menjajah. Pada saat itu, katanya, pada 1947 terjadi pembumihangusan bangunan strategis termasuk Balai Kota Malang. “Saat itu situasinya masih genting, tak mudah untuk meyakinkan Wali Kotamadya Sardjoko,” kata Dwi Cahyono menirukan penuturan Hudan saat itu.

Awalnya akan dibuat patung setengah badan, namun batal. Widagdo akhirnya lebih menonjolkan wajah Chairil Anwar mengenakan pakaian sederhana. Wajah Chairil Anwar, katanya, tak penting namun tulisan puisi ‘Aku’ yang lebih penting untuk ditunjukkan kepada publik Malang. Terutama untuk membakar semangat perjuangan para pemuda dan pelajar. Tulisan puisi itu awalnya setinggi mata, sehingga memudahkan masyarakat untuk membaca pesan syair puisi Chairil Anwar.

“Dana sebagian dari uang kas seniman muda,” ujarnya. Awalnya, lokasi patung akan diletakkan di kawasan stadion Gajayana Malang, namun batal. Alasannya pesan di syair puisi Aku itu banyak dibaca pemuda dan pelajar. Sehingga harus ditempatkan di pusat kota yang menarik perhatian publik. Kawasan Kayutangan dianggap strategis karena menjadi pusat berkesenian dan bertemunya warga Malang.

Hudan merupakan tokoh penting dalam pembuatan patung Chairil Anwar, saat itu dia menjadi guru di SMA Negeri 1 Malang dan dosen PGSLP Malang. Menjabat sebagai Wali Kota Pasuruan pada tahun 1969-1975 dan Bupati Jombang 19791983. Rektor IKIP PGRI Surabaya (1985- 1996). Meninggal 26 Juni 2007. Sedangkan sosok Widagdo seolah gelap, tak banyak data dan informasi yang menyebutkan profil Widagdo. Dwi Cahyono menyebut Widagdo merupakan perupa yang dekat dengan Chairil Anwar. Namun, tak ada catatan jika Chairil Anwar berinteraksi intens dengan seniman dan sastrawan di Malang.

Kini, para pegiat teater dan sastra di Malang kembali berusaha mengenalkan patung Chairil Anwar kepada publik Malang. Sejak tiga tahun terakhir mereka rutin menggelar pertunjukan dan pembacaan puisi di patung Chairil Anwar. Terutama saat hari lahir dan kematian Chairil. Aktivitas pemuda ini diharapkan bisa mengingatkan merawat ingatan dan mengenak sosok Chairil Anwar. “Rutin teman-teman muda menulis dan membaca puisi di sana,” kata pegiat sastra Pelangi Sastra Malang, Denny Mizhar.

Chairil Anwar Hadir di Sidang Pleno KNIP?

Dalam buku kumpulan puisi Aku ini binatang jalang Chairil Anwar diterbitkan PT Gramedia Pustaka Utama, Maret 1986 cetakan kedua hard cover Januari 2015, Chairil Anwar menulis dua puisi di Malang. Yakni berjudul ‘Sorga’ Malang, 25 Februari 1947 dan Sajak buat Basuki Kesobo
tertulis 28 Februari 1947. Tanggal penulisan kedua puisi bertepatan dengan pleno ke lima Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) di gedung rakyat atau Societiet Concordia di Malang 25 Februari – 6 Maret 1947.

Basuki Resobo dalam buku Bercermin di Muka Kaca: Seniman, Seni, dan Masyarakat karya Basuki Resobowo (2005) menyebutkan jika Chairil Anwar menghadiahi puisi setelah bertemu dalam pameran lukisan yang diselengarakan di Jakarta pada 1947. Dia memamerkan lukisan perempuan telanjang. Chairil Anwar tertegun dan berhenti selama 10 menit melihat lukisan itu.

KNIP merupakan Badan Pembantu Presiden, beranggotakan pemuka masyarakat dan perwakilan golongan dan daerah. KNIP merupakan cikal bakal badan legislasi atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pleno dihadiri Ketua KNIP Sutan Syahrir, Presiden Sukarno, dan Muhammad Hatta. Apakah Chairil Anwar hadir dalam pleno tersebut, sedangkan namanya tak tercantum dalam Badan Pekerja KNIP.

Sejarawan Suwardono penulis Monografi Sejarah Kota Malang mengaku tak menemukan catatan dan data Chairil Anwar mengikuti sidang pleno kelima KNIP tersebut. Sehingga tak dapat dipastikan jika Chairil Anwar ikut terlibat dalam pengambilan keputusan maupun merumuskan hal-hal penting yang dibahas KNIP. “Saat itu Jakarta genting, pleno dipindah ke Malang. Tapi tak ada catatan Chairil Anwar di Malang mengikuti pleno KNIP,” ujarnya.

Penulis Biografi Chairil Anwar Hasan Aspahani juga mengaku tak memiliki data dan dokumen Chairil Anwar di Malang mengikuti sidang pleno ke lima KNIP. “Gak ada dokumennya, tapi sangat mungkin dia hadir,” katanya.

Dalam akun Facebook DKP Kota Malang yang dikelola Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Malang menyebutkan Chairil Anwar menghadiri siding pleno KNIP dan menulis kedua puisi di Malang. Kepala DKP Kota Malang, Erik Setyo Susanto melalui pesan pendek mengatakan catatan itu bersumber dari buku Malang Tempo Doeloe karya Dukut Imam Widodo dan
kawan kawan.

Namun dalam buku tersebut, tak ada keterangan detail mengenai kehadiran Chairil Anwar dalam sidang pleno KNIP. Hanya sebuah tulisan pendek berjudul AADC (Ada Apa Dengan Chairil Anwar) ditulis Fitri Neky D di halaman 176 pada buku Malang Tempo Doeloe djilid doea.

Empat bulan setelah sidang Pleno KNIP, gedung tersebut hancur saat Agresi Militer Belanda I. Lokasi KNIP sekarang menjadi Sarinah Plaza. (Habis/EW)