Tarian kontemporer membuka bedah buku Babad Malang. (Terakota.id/Eko Widianto)
Iklan terakota

Terakota.id—Pemerintah Kabupaten Malang tengah menggali kebesaran Kerajaan Singhasari. Bupati Malang Rendra Kresna tengah menelusuri jejak sejarah, situs purbakala peninggalan zaman Singhasari. Jejak sejarah dan kesenian tradisional yang bisa dieksplorasi lebih jauh.

“Sulit menentukan sejarah otentik. Tapi bisa dilakukan dengan melihat bukti sejarah yang ada dengan alur yang runtut,” katanya saat membuka bedah buku Babad Malang, Kamis 3 Maret 2017. Dia menyebutkan sejumlah prasasti bisa menunjukkan kisah dan sejarah di masa lampau. Sayang prasasti dan berbagai dokumen sejarah lainnya lenyap dan berpindah ke luar negeri.

Kepala Dinas Pariwisata Made Arya Widantara menjelaskan usaha menggali sejarah Kabupaten Malang dilakukan untuk memperkuat kajian sejarah dan budaya. Selain itu juga mengemas wisata dan budaya. ”Tahun ini target wisatawan mencapai empat juta,” katanya.

Buku Babad Malang setebal 450 halaman ini menjelaskan sejarah tentang Malang mulai dari nama sampai pemerintahan dan Bupati yang menjabat sampai sekarang. Buku ditulis selama setahun berdasarkan berbagai referensi dari dalam dan luar negeri.

Termasuk prasasti dan situs yang memperkuat tulisan. Buku tersebut juga dilengkapi dengan foto dan sejumlah fakta sejarah lainnya. Dia mengaku banyak kesulitan untuk mengumpulkan data. “Ini seharusnya tugas pemerintah,” kata Besar Edy Santoso.

Edy yang berprofesi sebagai advokat ini harus berburu buku dan dokumen lain di Inggris. Sejumlah prasasti dan naskah kuno disimpan di museum Inggris. Dia menggunakan metodologi hukum normatif. Edy mengaku mengumpulkan dokumen data, dan buku yang menulis sejarah Malang.

“Saya tak mengurangi asli dari yang dulu. Saya hanya mengumpulkan. Hanya menyajikan catatan di buku. Jarang sekali berpendapat,” ujar Edy.

Dia memberikan kesempatan kepada pakar sejarah dan arkeolog untuk memberi masukan dan mengkritisi buku tersebut. Para ahli sejarah, katanya, memiliki cara pandang berbeda dalam menulis sejarah.

Budayawan sekaligus akademisi dari Universitas Brawijaya, Riyanto menilai penulis terlihat ragu-ragu dalam menyajikan fakta sejarah. Tak hanya menyajikan fakta sejarah tetapi tafsir juga penting untuk dijadikan.

“Ada pengulangan, sejarah empu sendok. Ada medangkamulan, ada aji saka kamulan. Ada keragu-raguan,” katanya. Bahasa verbal, sabda, gerak gerik raja termasuk gambar juga harus dihadirkan dalam buku ini. Menurutnya gambar menjadi penting.

Arkeolog Universitas Brawijaya Blasius Suprapta menjelaskan Babad merupakan cerita sejarah berbentuk karya sastra yang ditulis menggunakan bahasa sesuai zamannya. Misalnya pada zaman madya memakai bahasa Jawa baru. Atau ditulis dengan bahasa kuno ditulis menggunakan daun lontar.

Ditulis dalam prosa atau karangan bebas bahkan dipadukan dengan kidung. Seperti babad Semar ditulis dan bisa ditembangkan. Babad Diponegoro, katanya, bernada sedih jika ditembangkan.

“Sakral, ada pakem, menggetarkan hati,” katanya. Untuk itu, dia menyarankan agar judul buku diubah bukan babad Malang. Ditulis apa adanya, katanya, tak usah ada referensi. Seperti jejak kebudayaan dalam lintas alam  sebagai bunga rampai kebudayaan. Buku ini, kata Blasiun, akan dipakai dan dibaca anak cucu kelak.

Menurutnya tulisan dengan model perjalanan, dianggap yang tepat seperti buku History of Java. Akhirnya buku History of Java menjadi sumber data dan informasi.  “Buku ini 50 tahun kedepan akan menjadi buku sejarah dan buku langka,” ujarnya.