Mencicipi Sumber Air Keabadian di Candi Sumberawan

Anglo berisi kemenyan dan tempayan berisi dupa bekas ritual keagamaan terpajang di depan Candi Sumberawan. (Terakota/Gufron).
Iklan terakota

Reporter : Gufron

Terakota.id–Pohon pinus menjulang tinggi, menaungi kawasan Dusun Sumberawan, Desa Toyomarto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. Suasana asri dan teduh. Kawasan hutan pinus lereng Gunung Arjuno ini dikeliling aliran sungai. Semilir angin membuai siapapun yang berkunjung.

Panorama alam indah, hijau pepohonan terhampar di depan mata. Sebuah stupa yang berdiri di tengah taman indah, bakal membetot perhatian para pengunjung. Stupa ini merupakan menarik perhatian para pengunjung. Inilah Candi Sumberawan.

Juru pelihara candi, Nuryadi menjelaskan pengunjung datang dari berbagai tempat, termasuk dari luar kota. Tujuan pengunjung beragam, ada yang sekadar penikmat pemandangan alam atau belajar sejarah.

“Ada yang ritual sesuai dengan keyakinan masing-masing,” katanya. Ritual dilakukan saban hari bagi para penghayat kepercayaan. Selain itu, juga dilakukan ritual agama saat hari waisak. Serta umat Katolik melakukan pembantisan dengan mengambil air suci di sini.

Candi Sumberawan ditemukan pada 1904. Lantas dilanjutkan penelitian Dinas Purbakala pada zaman Hindia Belanda pada 1935. Diteruskan pemugaran pada bagian kaki candi dan rekonstruksi secara darurat pada 1937. Candi Sumberawan merupakan satu-satunya stupa yang ditemukan di Jawa Timur.

Batur candi berdenah bujur sangkar, tak memiliki tangga naik dan polos tidak berelief. Candi terdiri dari kaki dan badan yang berbentuk stupa. Batur candi bagian atas terdapat selasar, kaki candi memiliki penampil pada keempat sisinya.

Di atas kaki candi berdiri stupa yang terdiri atas lapik bujur sangkar dan lapik berbentuk segi delapan dengan bantalan berbentuk Padma. Sedang bagian atas berbentuk genta atau stupa,  yang puncaknya telah hilang. Lantaran peneliti mengalami kesulitan dalam perencanaan kembali bagian teratas tubuh candi. Sehingga terpaksa bagian atas tidak dipasang kembali.

 

Seorang pengunjung melihat Candi Sumberawan saat libur sekolah pekan lalu. (Terakota/Gufron).

Diperkirakan pada puncak candi, tidak dipasang atau dihias dengan payung atau chattra, karena sisa-sisanya tidak ditemukan sama sekali. Candi Sumberawan tidak memiliki tangga. Diperkirakan candi ini dahulu didirikan untuk pemujaan.

Para ahli purbakala memperkirakan Candi Sumberawan dulu bernama Kasurangganan. Sebuah nama yang terkenal dalam kitab Negarakertagama. Tempat ini diperkirakan dikunjungi Raja Majapahit, Hayam Wuruk pada 1359 Masehi. Kunjungan dilakukan saat Hayam Wuruk berkeliling daerah kekuasaannya.

Dari bagian batur dan stupa diperkirakan bangunan Candi Sumberawan didirikan sekitar abad 14 sampai 15. Pada masa Majapahit. Bentuk stupa pada Candi Sumberawan menunjukkan latar belakang agama Budha.

Gapura menyambut pengunjung saat berwisata ke Candi Sumberawan. (Terakota/Gufron).

Selemparan baru, terdapat sebuah sumber air. Air jenis mengalir, di daerah dengan ketinggian 650 meter di atas permukaan laut (m.dpl). Sumber air ini dipercaya sebagai sumber air suci. Disebut sebagai amerta atau air keabadian.

“Amerta dalam bahasa sansekerta artinya tidak mati atau abadi. Tapi yang berubah bukan  warnanya atau bentuknya tetapi sifatnya,”ujarnya. Saat ke Candi Sumberawan jangan lupa untuk membasuh muka atau meminum air keabadian ini.

Kini, kawasan Candi Sumberawan Wisata sumberawan berkembang menjadi kawasan wisata. Dikelola lembaga lemitraan desa hutan. Setiap pengunjung membeli tiket masuk Rp 5.000.

 

 

2 KOMENTAR