
Terakota.id–Budaya mengumbar ujaraan kebencian, hinaan, hingga pertengkaran atas nama perbedaan harus dicabut hingga akar-akarnya. Perbedaan sering kali menimbulkan pertengkaran apabila tidak disikapi secara arif dan bijaksana. Solusi untuk mengatasi perbedaan tentu bukanlah penyeragaman. Mencerabut akar penyebab pertengkaran perlu dilakukan. Akar utama yang perlu dicerabut adalah perundungan. Hal yang sering kali dianggap kecil, disepelekan, hingga mengakar dalam pikiran.
Perundungan atau yang biasa disebut dengan istilah bullying merupakan sebuah bentuk kekerasan yang dilakukan oleh manusia pada manusia lain. Kekerasan tersebut beragam jenisnya tapi secara umum dibagi menjadi dua yaitu verbal dan fisik. Ada pula kekerasan yang tidak tampak yaitu kekerasan simbolik. Kekerasan jenis ini menurut Pierre Bordieu adalah kekerasan yang korbannya tidak merasa dikerasi. Meskipun demikian, yang namanya kekerasan atau perundungan tetap saja menghasilkan korban. Parahnya, tidak sedikit perundungan terjadi di dunia pendidikan.
Contoh-contoh perundungan yang terjadi dalam pendidikan sangat marak terjadi, baik secara vertikal maupun horizontal. Bahkan tidak jarang pendidik mengamini perundungan tersebut di wilayah tempatnya berkarya. Perundungan seringkali dilakukan akibat ketidakpahaman manusia untuk memahami manusia lain disekelilingnya.
Di era teknologi informasi dan komunikasi yang semakin pesat, ternyata ketidakpahaman tersebut bukan semakin terobati melainkan semakin menemukan sarana untuk mengembangbiakkan perundungan. Saat ini perundungan terjadi dalam media sosial, grup kelas di whaats app, komentar di instagram, status saling menyindir di facebook dan twitter. Perundungan yang pada era sebelum ditemukanya telfon pintar hanya terjadi di sekolah, kini berlanjut sampai jam sepulang sekolah.
Pikiran yang memfosil dan tak mau menghadapi perubahan zaman adalah faktor utama penyebab perundungan. Apabila masalah ini ditinjau dengan pola pikir ilmiah, maka perundungan sudah tidak semestinya terjadi. Dunia medis dan kedokteran semakin berkembang.
Temuan-temuan pun dihasilkan, termasuk dalam bidang genetika. Ratusan ribu jenis gen dan kromosom telah ditemukan. Contohnya, kalau dulu manusia bergender laki-laki ditentukan dengan dominasi kromosom xy, sedangkan manusia bergender perempuan didominasi kromosom xx. Namun sekarang ditemukan lagi manusia yang hemoprodit yaitu manusia yang menghasilkan sel telur dan sel sperma sama banyaknya.
Di lain pihak ada pula yang terlahir dengan tidak menghasilkan sel telur dan sel sperma. Ada pula manusia yang lahir dengan organ laki-laki tapi dna dan kromosmnya didominasi perempuan, pun juga sebaliknya. Berdasarkan hal tersebut, edukasi mencegah perundungan sangat diperlukan. Setelah ini siswa-siswi Indonesia memasuki tahun ajaran baru. Orientasi serta edukasi mencegah perundungan pun sudah harus ditanamkan sejak tahun ajaran baru.
Memerangi Perundungan

Pada dasarnya, manusia itu bervariasi. Istilah normal dan tidak normal hanyalah kumpulan legitimasi yang dibuat oleh manusia untuk mengidentikkan diri dengan yang lain. Padahal, setiap individu berbeda karena gen dan kromosomnya tentu berbeda. manusia berhasil menciptakan batasan-batasan (barrier) berdasarkan tempat dan waktu mereka hidup.
Contohnya adalah perpindahan selera dari konsensus kecantikan wanita era Victorian dan era saat ini. Pada saat era Victorian, wanita yang gemuk dilegitimasi sebagai wanita yang cantik. Namun sekarang, ada istilah ideal, seksi, kekar, dan pembentukan-pembentukan lain untuk dikatakan sebagai cantik. Naomi Wolf mengatakan itu sebagai wujud dari mitos kecantikan. Selain kecantikan,tentu ada pula mitos-mitos atau batasan-batasan lain yang berkaitan dengan selera manusia.
Batasan-batasan imajiner inilah yang membuat manusia membeda-bedakan satu dengan yang lain secara radikal. Apabila ada satu dua orang tidak seragam atau tidak identik maka dianggap berbeda dan dimusuhi bersama, salah satu caranya yaitu dengan merundung.
Ryu Hasan, salah seorang pakar neurologi mengatakan bahwa pada dasarnya cara otak manusia berpikir itu diawali dari kesenangan terlebih dahulu kemudian fakta. Dalam kasus perundungan hal ini juga kerap kali terjadi. Manusia yang sudah terlanjur benci atau tidak suka dengan manusia lain yang berbeda varian genetisnya, akan mencari cara atau instrumen untuk menyerang perbedaan itu.
Perkembangan teknologi pun juga demikian. Teknologi tidak selalu digunakan untuk berpikir ilmiah dan mencari penyebab perbedaan varian gen tersebut, melainkan digunakan sebagai senjata untuk memperkuat perundungan terhadap yang berbeda dengannya.
Oleh sebab itu, memahami dasar dari perbedaan sangatlah penting. Pemahaman tersebut bukan hanya sekedar permukaan tetapi secara mendalam, seperti halnya memahami adanya perbedaan variasi gen yang dimiliki oleh setiap manusia. Pendidikan sebagai institusi yang bergerak dalam ranah pengetahuan harus mampu memberi penyadaran secara objektif pada keragaman ini sehingga perundungan dapat diminimalisir.
Pendidik juga harus punya pola pikir ilmiah, berbasis pada data, dan mau membuka diri terhadap perubahan. Pikiran yang memfosil hendaknya terus menerus diperbaharui agar para peserta didik mampu meneladani pola pikir yang jernih dari para pendidiknya. Dengan demikian, perundungan dapat diperangi bersama, sejak dalam pikiran.

Penulis dan Pendidik. Karya yang sudah terbit diantaranya: Kumpulan Cerpen Alor-alor Merah dan Ruang Literasi Generasi Mantul.