Terakota.id–Mahmud memanggul mesin pemotong rumput, mata pisau pemotong rumput menyapu rumput. Petugas kebersihan ini tekun membersihkan taman di sekitar masjid Muhammad Cheng Hoo Jalan Raya Kasri, Petungasri Kecamatan Pandaan Kabupaten Pasuruan. Area taman tertata rapi, berbagai tanaman hias dan bunga berjajar di areal masjid yang berciri arsitektur Cina dan Jawa ini.
“Kami tata agar pengunjung dan jamaah kerasan dan khusuk saat beribadah,” katanya. Saat melintas jalur Malang-Surabaya pasti melihat bangunan khas ini, Anda mungkin tak bakal menyangka jika bangunan yang bersebelahan dengan terminal Pandaan ini merupakan bangunan masjid. Tampak dari luar, bangunan masjid ini mirip bangunan klenteng atau pagoda dengan dominasi cat warna merah, hijau dan emas.
Bangunan yang menggabungkan
arsitektur rumah Joglo dengan pagoda Cina. Atap bangunan utama bernuansa joglo
khas rumah di Jawa. Sedangkan kubah masjid seperti pagoda, berbentuk segi
delapan bersusun tiga tingkat. Di bagian tengah kubah, terdapat bangun kerucut
kuning emas menjulang tinggi.
Kubah berbentuk pagoda dengan bangun kerucut ini merupakan simbol hubungan
manusia dengan sang khalik. Genting atap bangunan bercat hijau sedangkan
ornamen kubah berwarna merah dan emas.
Saat memasuki bangunan masjid Anda akan melewati dua pilar pintu utama berwarna merah. Pada gapura pintu masuk sebuah tulisan kaligrafi arab “Lailahailallah” dibingkai ornamen bernuansa matahari.
“Bermakna agar jamaah masjid mendapat cahaya dari Allah serta hati menjadi tentram,” kata Takmir masjid seksi dakwah dan pendidikan, Zainal Mustofa.
Di kedua sisi gapura dihiasi penuh dengan ornamen berbentuk segi delapan. Ornamen berbahan kayu dan besi ini tampak indah dipadu dengan warna emas, hijau dan merah yang menghiasi dinding depan masjid.
Dalam kepercayaan etnis thionghia memiliki arti keberuntungan atau mulia. Suasana Jawa hadir dalam masjid unik ini dengan bentuk mimbar khotbah layaknya singgasana raja beserta tongkat serta bedug kulit lembu khas masjid berkarakter Jawa.
Setiap sudut atap bangunan dipasang lampion Cina, bersinar saat malam tiba. Suasana di dalam masjid adem, kendati suhu udara di Pasuruan relatif panas. Lantaran, setiap sudut tembok bangunan dihiasi jendela terbuka yang mengatur suhu dan angin di dalam masjid.
Masjid dibangun di
atas tanah seluas 6.000 meter persegi, dengan luas bangunan 550 meter persegi.
“Awalnya banyak yang menyangka bangunan klenteng atau pagoda,”
jelasnya.
Bangunan masjid terdiri atas dua lantai. Lantai bawah difungsikan sebagai ruang
perpustakaan, pertemuan, pengajian, dan kegiatan keislaman lainnya. Sedangkan
lantai ke dua digunakan untuk ibadah shalat dan pengajian agama yang
diselenggarakan takmir masjid.
Pembangunan masjid menghabiskan dana sebanyak Rp 3,2 miliar yang berasal dari sumbangan masyarakat, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten Pasuruan dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Peletakan batu pertama masjid oleh KH Abdurrahman Wahid pada 22 Mei 2003. Diresmikan 27 Juni 2008 oleh Bupati Pasuruan saat itu, almarhum Jusbakir Aldjufri.
Berbeda dengan Masjid Cheng Ho di Surabaya yang dikelola pengurus Pembina Iman Tauhid Islam (PITI), Masjid Cheng Ho di Pandaan dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Pasuruan. Masjid dibangun atas ide Jusbakir setelah melihat masjid Niu Jie di Beijing, saat berkunjung ke Cina.
Selanjutnya, ide Jusbakir dibahas bersama ulama dan tokoh agama di Pasuruan. Tak disangka, sambutan ulama setempat cukup antusias dan pemerintah setempat diminta segera merealisasikannya. Maka, arsitek setempat ditugasi membuat desain seperti masjid Niu Jie di Beijing. “Agar Pasuruan memiliki situs yang dibanggakan,” katanya.
Setelah bangunan selesai, takmir masjid meminta usulan nama kepada masyarakat setempat. Meski belum memiliki nama, namun justru pengunjung masjid menjuluki dengan nama masjid Cheng Hoo.
Maka, takmir masjid dalam peresmiannya memberi nama masjid Muhammad Cheng Hoo. Sekaligus sebagai hadiah bagi laksamana agung dari China, Cheng Ho alias Zheng He alias Sam Pok Kong. Yang memimpin armada maritim ke berbagai benua, termasuk Asia, dan armada itu sempat berlabuh di Surabaya pada 1405-1433.
Lokasi masjid yang berada di segitiga jalur Surabaya-Mojokerto-Malang ini cukup strategis menjadi wisata religius. Setiap hari terutama saat libur sekolah sedikitnya 1000 pengunjung datang untuk menikmati arsitektur masjid sambil menunaikan salat.
Mereka datang sejak
subuh hingga tengah malam, rata-rata mereka mampir setelah berwisata ke Malang,
Batu dan Taman Safari II Prigen Pasuruan. Rencananya, dibagian samping masjid
akan dibangun toko yang menjual aneka kerajinan dan peralatan salat lainnya.
Wisatawan berasal dari berbagai kota di nusantara serta wisatawan asal
Singapura, Malaysia, Arab Saudi. Bahkan, beberapa warga etnis Tionghoa
menyangka klenteng dan hendak melangsungkan ibadah.
Setelah mengetahui
bangunan tersebut masjid mereka justru mengagumi arsitektur masjid tersebut.
“Saya bukan umat muslim, tapi saya bangga dengan masjid ini,” kata
Zainal menirukan pengunjung etnis thionghoa.
Saat bulan Ramadan, Masjid Cheng Hoo dipenuhi jamaah salah tarawih. Selain
salat tarawih, pengurus masjid setiap hari menggelar pengajian sambil menunggu
waktu berbuka. Setiap hari, rata-rata jumlah jamaah mencapai 200 orang.
Pengurus masjid juga menyediakan makanan berbuka puasa sumbangan dari donatur unuk para musyafir. Jamaah pun berasal dari berbagai etnis, Jawa, Madura dan sekitar 25 warga etnis Thionghoa juga berbaur dalam ibadah bulan Ramadhan ini. Layak jika masjid ini disebut sebagai pemersatu umat.
Jalan, baca dan makan
[…] Masjid Pemersatu Umat, Bergaya Cina-Jawa […]