
Terakota.ID—Beberapa minggu ini marak terjadi kasus hilangnya tinggalan purbakala. Yang sangat disesalkan adalah bukan saja karena jumlahnya, tapi juga dalam waktu yang beruntun dan berdekatan. Bukan dalam satu daerah saja, tapi terjadi dalam kabupaten yang berbeda-beda di wilayah Jawa Timur.
Kasus hilang dan diduga adalah tindak pidana pencurian benda-benda purbakala ini sebelumnya sudah kerap terjadi. Ada yang terekspos dan yang tak terekspos oleh media. Namun yang terjadi dalam beberapa minggu ini adalah tragedi bagi dunia kepurbakalaan. Berikut adalah data kasus yang terjadi di Malang, Magetan, dan Sidoarjo.
Pada Februari 2023, arca Siwa hilang di Dusun Ganten, Desa Tulungrejo, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang. Maret 2023, sebuah arca Nandi, Yoni, Lingga berenskripsi hilang di Dusun Slumpang, Desa Sukowidi, Kecamatan Nguntoronadi, Kabupaten Magetan. Sedangka Maret 2023, sebuah Yoni dan Umpak berlokasi di Desa Tapen, Kecamatan Lembeyan, Kabupaten Magetan, raib. Maret 2023, Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) Yoni hilang di lokasi di Dusun Cari, Desa Banjarsari, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo. Maret 2023, arca Durga raib di Desa Kecamatan Sukodono, Kabupaten Sidoarjo.
Data diatas kemungkinan baru sebagian saja, saya menduga masih banyak yang lain yang belum dilaporkan oleh masyarakat. Sedangkan, payung hukum untuk melindungi Objek Cagar Budaya (OCB) dan Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) sudah ada. Yakni Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya serta Perda Tentang Cagar Budaya sebagai turunannya juga sudah ada di beberapa kota dan kabupaten. Namun mengapa kejadian ini terus saja berulang?
Pendataan (pencatatan) terhadap OCB dan ODCB juga telah kerap dilakukan. Bahkan diulang (update) beberapa tahun sekali. Namun apakah hal ini akan efektif? Nyatanya kasus hilangnya OCB dan ODCB terus saja berulang. Misalnya pada 2022 dilakukan pendataan pada OCB/ODCB. Kemudian pada 2023 dilakukan pendataan lagi atau ada laporan bahwa OCB/ODCB tersebut hilang. Apakah cukup yang dilakukan hanya sebatas proses penghapusan pada data?
Kuncinya adalah pada pengawasan. UU Nomor 11 Tahun 2010 Pasal 95 ayat (2) menyatakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan tingkatannya mempunyai tugas : h. melakukan pengawasan, pemantauan, dan evaluasi terhadap Pelestarian warisan budaya.
Permasalahannya adalah bagaimana cara Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pengawasan tersebut? Jika hal ini diterapkan pada situs purbakala yang telah berstatus Cagar Budaya (CB) dan memiliki Juru Pelihara tentunya tidak akan menjadi kendala. Namun bagaimana dengan OCB dan ODCB yang tersebar dan lokasinya cukup jauh dari pemukiman penduduk?
Solusinya adalah melibatkan Pemerintah Desa. Dimana terdapat OCB atau ODCB pada sebuah dusun atau desa, Pemerintah Desa wajib untuk melakukan tindakan pelestarian. Pemerintah Desa bisa mendirikan “Museum Desa”. Pendirian Museum Desa diatur dalam PP Nomor 66 Tahun 2015 Tentang Museum.
Jika belum mampu mendirikan Museum Desa, bisa mendirikan “Punden Desa” dengan bangunan yang layak dan aman. Tentunya sesuai dengan kaidah yang tertuang dalam UU Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya dan Perda Tentang Cagar Budaya setempat. Atau Universitas yang ada di kota/kabupaten setempat berkenan untuk mendampingi dan menjadikan sebagai desa binaan?
Mari Peduli Pelestarian Cagar Budaya.

*Presidium Sejarah Jatim