Manusia yang Cerdas Tapi Terbatas

manusia-yang-cerdas-tapi-terbatas
Ilustrasi : twistedframe.ca
Iklan terakota

Terakota.id–Sekarang ini banyak orang bincang-bincang soal artificial intelligence (AI), kecerdasan buatan. Sejarahnya panjang memang. Kalau kata kuncinya algoritma atau logaritma, maka kita bisa menariknya ke Al Khwarizmi.

Al Khwarizmi yang dalam lidah Latin menjadi Algoritmi dan populer dengan pegucapan algoritma, telah mensitensiskan khasanah matematika India dan Yunani. Dia mengenalkan angka-angka Arab, mengembangkan cabang-cabang matematika, terutama aljabar dan algoritma.

Nanti, setelah berkembang di Barat, baik aljabar maupun algoritma punya kisah sendiri-sendiri. Aljabar lebih populer dan berkembang. Algoritma sempat berhenti perkembangannya, kecuali setelah komputasi hadir. Melalui utak atik algoritmalah segara proses pemrograman dilakukan, dan dari situlah segala rupa kecerdasan buatan tak mungkin tanpa algoritma.

Banyak buku dan ulasan dewasa ini yang menyebut, kita tengah berada di era algoritma. Tanpa algoritma, tak mungkin ada telepon cerdas kita bawa-bawa. Tak banyak buku yang mengulas jauh sampai ke Al Khwarizmi, kecuali mentok ke para pengembang algoritma modern. Tak sampai mengulas ke algoritma klasik, yang mau tak mau ketemulah kita pada sosok Al Khwarizmi.

***

Belakangan ini saya banyak membaca buku-buku tentang artificial intelligence. Sebuah buku pengantar tentang AI, Kevin Warwick, Artificial Intelligence: The Basics (2012), mengajak pembacanya, sebelum memulai tur  ke ranah AI, penting untuk melihat apa sebenarnya kecerdasan. Saya akan mengulasnya secara ringkas di sini.

Bicara definisi kecerdasan, sesungguhnya, merupakan sesuatu yang absurd. Masalahnya tak sederhana, dan jalin-jemalin. Apa yang dimaksud ketika kita mengatakan seseorang, binatang, atau benda itu cerdas? Jawabnya, setiap orang memiliki konsep berbeda berdasarkan pengalaman dan pandangan mereka, tergantung apa yang mereka anggap penting dan tidak penting. Apa yang mungkin dianggap cerdas pada suatu waktu dan tempat, mungkin tidak dianggap demikian, nanti atau di tempat lain. Kecerdasan, dengan demikian, suatu konsep yang bukan statis, melainkan dinamis, bahkan kontestatif.

Misalnya dalam suatu kamus bahas Inggris tahun 1932, kecerdasan didefinisikan sebagai: ‘latihan memahami: kekuatan intelektual: memperoleh pengetahuan: kecepatan intelek.’ Pada saat itu penekanan diberikan pada pengetahuan dan kecepatan mental, dengan kecenderungan mengarah pada kecerdasan manusia. Encyclopedia Macmillan 1995 menyatakan ‘kecerdasan adalah kemampuan untuk bernalar dan mendapatkan keuntungan dari pengalaman. Tingkat kecerdasan seseorang ditentukan oleh interaksi yang kompleks antara faktor keturunan dan lingkungannya.’

Pada tahun 1900-an, Binet (penemu tes IQ) memilih penilaian, akal sehat, inisiatif, dan kemampu-an beradaptasi sebagai ‘bahan penting kecerdasan’. Baru-baru ini, kecerdasan bahkan juga telah dikaitkan dengan kesadaran spiritual atau emosi. Kecerdasan pada manusia itu penting. Tetapi ia bukan satu-satunya contoh kecerdasan. Jika kita membandingkan kemampuan intelektual antara manusia, maka tes standar dari satu jenis atau yang lain berguna. Namun, kita perlu mempertimbangkan kecerdasan dalam arti lebih luas, jika kita ingin menyelidiki kecerdasan mesin.

Ilustrasi : ja.videoblocks.com/

Manusia adakalanya harus berefleksi atas konteks kecerdasan binatang (lebah, laba-laba, simpanse, hiu, lumba-lumba dan sebagainya) guna membuka pikiran terhadap berbagai kemungkinan atau aspek kecerdasan seperti komunikasi, perencanaan, inisiatif, penalaran, dan kecepatan. Tapi kita seringkali sekadar mencatat sulit memberi nilai atau mengatakan binatang-binatang itu cerdas, jika mereka dianggap “tidak berarti” bagi manusia.

Salah satu cara perbandingan yang dikaitkan dengan kecerdasan dibuat dengan melihat ukuran otak, jumlah relatif sel-sel otak (neuron) dan kompleksitasnya. Membandingkan otak manusia dengan sekitar 100 miliar neuron dengan siput laut yang terdiri dari 8-9 neuron tampaknya merupakan awal yang baik. Namun, antara ukuran otak spesies, ukuran neuron dan konektivitas semuanya sangat bervariasi. Bahkan, di antara manusia bisa ada variasi yang besar.

Pada 1911, di Jerman persyaratan minimum untuk menjadi profesor adalah lingkar kepala 52 sentimeter. Aturan ini terutama digunakan untuk mendiskriminasi perempuan. Bayerthal, fisikawan medis terkemuka saat itu menyatakan, “Kita tak harus meminta lingkar kepala perempuan jenius — mereka tidak ada.” Pada saat yang sama, Gustave Le Bon, ilmuwan Perancis menunjukkan bahwa rata-rata perempuan memiliki otak yang ukurannya lebih dekat dengan gorila, ketimbang dengan pria!

Satu masalah dengan ukuran otak dan jumlah neuron adalah definisi tentang apa yang sebenarnya otak itu sendiri. Untuk makhluk individu bisa dijawab cukup sederhana, yakni  kelompok utama sel-sel tipe saraf pusat (di kepala). Pada manusia, sekitar 99 persen neuron ada di tengkorak, dengan satu persen  lainnya di sistem saraf. Pada banyak serangga, pembagiannya 50-50, karena ketergantungan mereka pada pemrosesan input sensorik yang cepat.

Jumlah sel-sel otak juga bisa bermasalah. Seseorang yang mengalami stroke sehingga jumlah neuronnya berkurang secara signifikan karena kematian saraf di bagian otak. Namun, mereka mungkin masih dapat melakukan banyak hal jauh lebih baik daripada banyak individu ‘normal’. Mungkin penggunaan energi akan menjadi titik awal yang lebih baik untuk memahami.

Otak sangat mahal dalam hal ini. Metabolisme otak manusia menyumbang 22 persen dari total kebutuhan tubuh. Pada simpanse, angka ini sembilan persen, dan pada serangga lebih rendah lagi. Pada mesin yang tidak bergerak, terlepas dari kipas pendingin dan lampu penunjuk, tidak jauh dari 100 persen kebutuhan energinya digunakan untuk pemrosesan informasi.

Kecerdasan adalah bagian penting dari make-up individu. Namun, ini tidak tergantung pada otak mereka semata-mata, tetapi juga pada bagaimana indra. Bagaimana dunia dirasakan oleh individu tergantung fungsi otak mereka, indera dan aktuator (otot) mereka. Manusia memiliki pancaindera: penglihatan, pendengaran, rasa, sentuhan dan penciuman. Ini memberi kita jangkauan input yang terbatas.

Kita tidak dapat merasakan banyak frekuensi sinyal.  Kita tidak memiliki input sensor ultraviolet, ultrasonik atau sinar-X. Karena itu, persepsi kita tentang dunia, sangat terbatas. Bahwa terdapat banyak hal di sekitar kita yang tidak kita ketahui, karena kita tak dapat merasakannya.

Pada saat yang sama, makhluk lain atau mesin dengan indera berbeda bisa menyaksikan peristiwa besar yang tidak diketahui oleh manusia. Perasaan makhluk perlu diperhitungkan saat mempertimbangkan kecerdasan. Hanya karena makhluk tidak sama dengan manusia misalnya, jika ia merasakan dunia dengan cara yang berbeda, ini tidak serta-merta membuatnya lebih baik atau lebih buruk, hanya berbeda saja. Keberhasilan suatu makhluk tergantung pada ia berkinerja baik, atau memadai di lingkungannya sendiri. Kecerdasan memainkan peran penting dalam kesuksesan ini. Makhluk dan mesin yang berbeda berhasil dengan caranya sendiri.

Kita seharusnya tidak mempertimbangkan bahwa manusia adalah satu-satunya makhluk cerdas di Bumi, alih-alih, kita perlu memiliki konsep kecerdasan yang terbuka yang mencakup berbagai kemungkinan manusia dan non-manusia. Manusia mampu memanipulasi dunia dengan berbagai cara dan bergerak di dalamnya. Setiap makhluk memiliki kemampuan yang berbeda, tergantung peran hidup mereka. Tak tepat mengatakan sesuatu sebagai tidak (atau kurang) cerdas, hanya karena ia tak dapat melakukan beberapa tugas tertentu. Sebagai contoh, salah untuk mengatakan bahwa makhluk atau mesin itu bodoh, karena ia tak dapat membuat secangkir teh.

Dari diskusi yang meluas ini, Warwick mencatat definisi kecerdasan yang lebih umum barangkali adalah: ‘Ragam pemrosesan informasi yang secara kolektif memungkinkan suatu makhluk untuk secara mandiri mengejar kelangsungan hidupnya.’

Jelas, definisi tersebut terbuka juga bagi banyak kritik. Tapi, mungkin yang paling luwes di antara sekian definisi tentang kecerdasan. Kisah tentang kecerdasan, seluk-beluknya, tak cukup sampai di sini. Tentu, perlu dilanjutkan di kolom berikutnya. Tolong saya diingatkan.**