Ratna Indah menjelaskan tentang proses budidaya jangkrik kepada fasilitator kusta se Jawa Timur dan Jawa Tengah. (Terakota/Eko Widianto).
Iklan terakota

Terakota.id–Tengah hari, panas sinar mentari tak menyurutkan Ahmad, 40 tahun, memberi pakan ribuan ekor jangkrik peliharaannya. Meski, seluruh jari tangannya mengalami kecacatan permanen dengan telaten ia merawat jangkrik dalam empat kandang yang terbuat dari papan kayu itu. Jari tangannya cacat setelah mengidap kusta sejak 15 tahun lalu. “Penghasilan sekali panen sekitar Rp 400 ribu,” katanya.

Peluh bercucuran, empat bulan sudah Ahmad berternak jangkrik. Usaha ini berkat bantuan Ratna Indah Kurniawati, 31 tahun, perawat Puskesmas Grati Kabupaten Pasuruan. Ia mendapat bantuan kandang dan telur jangkrik. Kini, semangat hidup Ahmad kembali menyala sejak berternak jangkrik.

Maklum, sejak mengidap kusta ia tak bisa beraktifitas secara normal. Bahkan warga Desa Rebalas Kecamatan Grati Kabupaten Pasuruan kehilangan pekerjaan sebagai buruh bangunan di Surabaya dan tetap hidup membujang. Beruntung adiknya membantu kebutuhan hidup setiap hari. Kini, Ahmad semakin percaya diri dan berencana mengembangkan usahanya, dengan berternak ayam petelur.

Ahmad adalah bagian dari 25 anggota Kelompok Perawatan Diri (KPD) “Sehat Bersama,” Grati. Anggota kelompok merupakan pengidap kusta yang secara rutin bertemu sebulan sekali. Para anggota memiliki usaha peternakan kambing, jangkrik, budidaya jamur, menjahit jilbab dan taplak meja.

Setiap pertemuan, mereka tak hanya membicarakan mengenai perkembangan usahanya. Namun, juga dilatih membersihkan luka secara mandiri. Serta mencegah penyakit semakin menyebar dan mengalami kecatatan permanen. “Secara medis mereka sudah sembuh.” kata Ratna.

Ratna mengelorakan semangat wirausaha agar penderita kusta semakin percaya diri dan mandiri. Awalnya, banyak penderita kusta yang tak bekerja dan kesulitan memenuhi kebutuhan hidup. Bahkan, sebagian masyarakat justru mengucilkannya. “Ada yang berdagang terang bulan. Tapi para pelanggannya ketakutan,” katanya.

Anggota KPD Sehat Bersama ini mendapat bantuan permodalan dari Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Dinas Sosial Kabupaten Pasuruan. Ratna berharap usahanya semakin berkembang dan mendirikan koperasi untuk kesejahteraan para penderita kusta. “Kedepan, mereka mandiri dan tak bergantung saya,” katanya.

Kepala Desa Rebalas Durokhim mengakui jika sebagian masyarakat mengucilkan penderita kusta. Pada 1970 an penderita kusta diusir dari kampung dan diasingkan dalam gubuk di tepi hutan sekitar satu kilometer dari perkampungan penduduk.

“Masyarakat takut tertular,” katanya. Tapi kini, berangsur-angsur masyarakat memahami cara penularan penyakit yang ditularkan bakteri Mycobacterium leprae ini. Bahkan, masyarakat tak khawatir meski bergaul dan berinteraksi dengan penderita kusta.

Konsultan rehabilitasi kusta dari lembaga Netherlands Leprasy Relief, Firmansyah Arief menjelaskan  bakteri Mycobacterium leprae penyebab kusta merusak syaraf secara permanen, terutama syaraf tepi di kaki, tangan, dan mata. Untuk itu, penyakit kusta tak dikenali sejak dini untuk menghindari kecatatan. Tanda-tandanya antara lain timbulnya bercak putih di tubuh disertai mati rasa.

Masa inkubasi penyakit kusta antara dua hingga lima tahun sehingga sebagian penderita tak menyadari secara langsung telah terinfeksi bakteri tersebut. Namun, hampir semua orang memiliki kekebalan tubuh menghadang penyakit tersebut. Pengobatan pun semakin mudah. Saat ini setiap puskesmas memberikan merawatan dan pengobatan secara cuma-cuma.

Ia mengapresiasi usaha Ratna menumbuhkan kepercayaan diri penderita kusta dan mandiri secara ekonomi. Ia berharap agar konsep Ratna dikembangkan di daerah lain. Hingga kini, di seluruh Indonesia baru terbentuk 180 KPD Kusta. Padahal, pada 2010 total penderita kusta sebanyak 17.900 orang.

Petugas kesehatan tak hanya memberikan pelatihan medis tetapi juga memberikan motivasi agar penderita percaya diri. Terhadap penderita kusta, katanya, harus diberikan motivasi secara terus-menerus. Agar secara psikologis timbul rasa percaya diri.Selama ini, mereka dikucilkan sehingga para penderita kusta tidak saja malu bergaul, tapi kehilangan hak hidup.

Ahmad terus memanen jangkrik yang dibudidayakannya dan dipasarkan ke pedagang pakan burung di Pasuruan. Kini, ia semakin percaya diri dan mandiri tak menggantungkan hidup ke adik-adiknya. Ia pun berharap menemukan jodoh dan membangun bahtera rumah tangga bersama pasangan hidupnya.

Tinggalkan Komentar

Silakan tulis komentar anda
Silakan tulis nama anda di sini