
Terakota.id–– Malang memiliki kawasan dengan topografi beragam. Bagian utara, barat, timur, dan tenggara merupakan daerah berbukit-bukit dan memiliki kesuburan tinggi. Sedangkan Kota Malang berada di titik tengah antara kedua pegunungan yang dilintasi empat sungai yakni Brantas, Metro, Amprong, dan Bango.
Malang merupakan daerah pedalaman yang terbangun karena aspek kolonialisme. Perkebunan dengan komoditas tebu, coklat, kopi dan teh. Sedangkan kawasan kota pesisir memiliki pintu luas untuk masuknya peradaban dari luar. Bangunan heritage banyak disumbang etnis Cina, Arab dan Belanda.
Penduduk Kota Malang sebagian besar terdiri dari etnis Jawa, sebagian etnis Madura. Dengan pola persebaran mengikuti Jalur Tranportasi Perkebunan membentuk rantai distribusi per distrik. Kota Malang berbeda dengan kota lain, terutama pesisir yang memiliki ekologi sawah basah. Malang berkarakter pertanian sawah kering. Terbentuk karena titik air terpisah antar titik lain.
Kawasan perkotaan pada 1914 meluas ke utara hingga Claket-Lowokwaru, sedangkan Selatan tak berkembang. Kecuali Mergosono. Pabrik Gula Kebunagung memiliki peranan perkembangan wilayah Malang bagian Barat. Lokomotif perkembangan dan pembangunan Kota Malang dipelopori perusahaan perkebunan. Ada empat pabrik gula besar dan 50 perkebunan karet, teh, coklat dan kopi.

“Saat itu suasana seperti desa yang ramai,” kata Pakar sejarah Universitas Negeri Malang Reza Hudianto dalam diskusi bertema antara investasi dan konservasi : problematika kebutuhan ruang dan pelestarian warisan budaya sebagai representasi Malang Kota Pusaka yang diselenggarakan Tim Ahli Cagar Budaya Kota Malang dan Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia Komda Jawa Timur, Jumat malam 27 Juni 2020.
Pola pertumbuhan penduduk pesat sejak 1890 dengan total 12.040 jiwa, pada 1905 29.584 naik signifikan pada 1920 naik menjadi 43.352 pada 1930 bertambah 86.650 jiwa pada 1940 melonjak 169.316 jiwa. Kota Malang berkembang dengan pertumbuhan ekonomi, ada pasar modern, tradisional, perbankan. Sehingga sebagian penduduk Malang di bagian selatan masuk ke Kota Malang.
Kota Malang berkarakteristik kota pedalaman. Gaya bangunan kolonial ada dua yang mainstream yakni gaya indies empire yakni bangunan pilar khas Belanda dan art deco bangunan cenderung memiliki garis lengkung, dan semiteris meninggalkan gaya lokal ke banguan eropa. Bangunan indies di Kota Malang dibongkar berganti bangunan baru.
Politik Bumi Hangus
Sejak 1947 bangunan di Kota Malang dihancurkan sebagai bentuk perlawanan Agresi Militer Belanda pertama. Gerilyawan melakukan politik bumi hangus. “PIlihan cerdas karena kalah dari segi persenjataan,” katanya.
Lantas dibangun ulang pada 1948. Semua bangunan di jalan kawasan gunung-gunungan, katanya, merupakan bagian dari sejarah revolusi. Bangunan diperoleh dari politik bumi hangus. Semua bangunan terkait debgan sejarah revolusi.
Pelestarian bangunan heritage, kata Reza, penting namun karena kebutuhan ruang bangunan asli menjadi tumbal. Bangunan heritage dikorbankan. Bagi ilmuwan kehancuran bangunan heritage merupakan sebuah bencana. Penghancuran bangunan juga menghancurkan budaya dan menghilangkan petunjuk bagi ilmuwan untuk mengkaji masa lalu.

“Sama dengan Unesco prihatin dengan perdagangan internasional barang antik dan seni yang menghilangkan petunjuk masa lalu,” katanya.
Secara hokum dan ekonomi sejumlah bangunan heritage di kawasan kota dimiliki individu. Namun, secara kebudayaan milik masyarakat kota. Namun secara kolektif kebudayaan tak memiliki cengkraman yang kuat untuk intervensi bangunan individu tersebut. Konsep pelestarian penting untuk menjaga heritage dan menata ruang baru. “Kawasan heritage seharusnya tak bisa dikalahkan. Ruang baru bisa dicari,” katanya.
Konservasi heritage, katanya, terdiri atas pemeliharaan, perawatan, pemugaran dan adaptasi. Sedangkan penataan kota melibatkan banyak kepentingan, sehingga menjadi tantangan berat. Ketika pembangunan budaya juga menjadi korban. “Apakah kebudayaan menjadi prioritas? pada umumnya budaya lebih sering jadi korban,” ujar Reza.

Misalnya dalan konflik atau perang, situs kebudayaan atau heritage dibombardir hingga hancur. Seperti di Suriah, Irak dan Afghanistan.
Seperti di kawasan Jalan Ijen Kota Malang, katanya, rumah menjadi unsur kebudayaan. Peralatan hidup, kreatfutas masyarakat pada zamannya. melekat. Bangunan rumah Jalan Ijen tak bisa terlepas dari kawasan. Ijen menjadi jantung Kota Malang. Perubahan satu rumah, katanya, akan mengubah sistem keseluruhan.
“Bagaimana kalau dirobohkan dulu baru ajukan IMB?. Sulit menghadapi yang tak prosedural, yang memiliki kekuatan besar di luar kemampuan TACB,” katanya. Sedangkan TACB terbatas member rekomendasi. Sedangkan bangunan terlanjur dihancurkan, kata Reza, di luar kekuatan TACB.
“Ibarat tubuh sudah cacat, hasilnya tak akan ideal,” katanya. Terlanjur baangunan dirobohkan, meski dibangun semirip mungkin akan berubah bentuk aslinya. Terjadi proses demolisi atau penghancuran. Kenyataan ini disampaikan di depan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang.
“Dimulisi berlangsung secara total, jika tak ada proses hukum akan terus berlangsung,” kata Reza.
Sesuai Undang Undang Cagar Budaya Nomor 11 tahun 2010 pasal 1 ayat 1 tegas menyatakan bahwa cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, Bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan atau kebudayaan melalui proses penetapan
Malang Perkampungan Purba
Koordinator Komisariat Daerah IAAI Jawa Timur Lutfi Ismail menjelaskan jika Malang perupakan permukiman tua sejak pra sejarah atau pra aksara. Malang berada di dataran tinggi, berada di dasar danau purba. Danau mongering air habis dan mengangkat. Penduduk yang semula bermukim di gunung kapur selatan pindah ke Malang. Sehingga manjadi permukiman yang ramai.
Celaket ada peninggalan masa prasejarah atau masa pra aksara. Peninggalan arkeologi Kota Malang luar biasa, katanya, ada puluhan tekstual, dan prasasti dengan bervariasi bahasa dan aksara. Tak hanya bahasa jawa kuno, tapi juga ditemukan sanksekerta di kota Malang. Bahkan, di Candi Jago juga ada aksara matreka.

Malang, katanya, memiliki banyak artefak peninggalan masa Hindu Buddha di Kota Malang mengumpulkan artefak. Belum lagi yang rusak, atau pindah tempat. “Peninggalan budaya merupakan jatidiri, mau mengangkat fokus pilih yang mana untuk branding?,” katanya.
Luthfi mengaku telah menulis toponimi kota Malang dari mengumpulkan artefak tersebut. Tugas TACB, katanya, memberikan bahan rekomendasi cagar budaya kepada Wali Kota Malang. Sedangkan arkeolog membantu kajian material yang ada.
Dibutuhkan kerja bareng lintas sektor untuk melestarikan cagar budaya. Situs sekaran menjadi salah satu model bagus. Bangunan kuno peninggalan bersejarah berada di area proyek jalan tol. Dilakukan usaha pelestarian, sementara di sisi lain proyek jalan tol harus berjalan dan sisi lain dibutuhkan peran Pemerintah Kabupaten Malang.
Lantas turun berbagai elemen dan bekerja bersama. Aktivitas kerja bersama ini membuahkan hasil. Langkah pertama menyelamatkan areal situs. Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan turun ke lokasi temuan situs. “Proyek jalan tol akhirnya mengikuti arahan menteri. Proyek menggeser jalan sekitar tujuh meter,” ujarnya.
Untuk itu, TACB bergandengan tangan dengan stakeholder. TACB merupakan aset bersama yang bisa menangani secara pelan-pelan dan proporsional. “Tak bicara siapa yang salah, kita duduk bareng saja,” ujarnya.
Pelestarian dilakukan dengan kelembutan, katanya, bukan dengan kekerasan. Masyarakat bisa terlibat dalam melestarikan benda cagar budaya. Bahkan, sekarang masyarakat bisa melakukan ekskavasi dengan pengawasan ahli arkeologi.
Pakar arsitektur Institut Teknologi Nasional Budi Fatoni mengaku konsentrasi dalam konservasi bangunan cagar budaya sejak 2002. Saat mahasiswa melakukan observasi awal perkampungan tua dan bertahan. Desain bangunan di kampung Kayutangan berkarakter gaya jengki. Para tukang bangunan mengikuti arsitek Belanda.
Sampai sekarang, katanya, perkampungan bertahan dan menjelma dikemas menjadi destinasi wisata. Apalagi, sejak koridor kayutangan mulai berubah fasad bangunan ditutup papan iklan, ada kasus bangunan berubah tanpa konsultasi.
Kota Malang, katanya, dibangun Herman Thomas Karsten sebagai kota taman. Sejumlah taman dibangun di sudut kota. Juga mengikuti topografi Malang, bertemunya tiga sungai Brantas, Bango, dan Metro. Thomas, kata Budi, memiliki keahlian planologi, arkeologi dan arsitektur.

“Tak ada desain yang sama. Bangunan kaya dengan ornamen,” katanya. Belanda tak hanya menjajah tetapi juga memberi ilmu arsitektur. Saya belajar arsitektur dari lingkungan sekitar.
TACB berharap bisa lebih berarti tapi tak bisa menjangkau semua. Pelestarian heritage menjadi tanggungjawab bersama. Meski sudah ada Undang-Undang dan Peraturan Daerah belum bisa menjamin dengan baik. Bangunan juga bagian dari sejarah kota. Jika karakter kota hilang maka hanya tinggal nama. Malang nasibnya. Sejumlah bangunan rumah diubah.
Setiap rumah kategori heritage yang akan diubah harus melalui penilaian dan rekomendasi TACB. Terdiri atas ahli di bidang sejarah, arsitektur dan keahlian lain. “Proses panjang, bahkan pernah berhadapan dengan preman,” katanya.
.

Jalan, baca dan makan
[…] Malang Kota Pusaka, antara Investasi dan Konservasi […]
[…] Malang Kota Pusaka, antara Investasi dan Konservasi […]