Mobil patroli Satpol PP Kota Malang melintasi genangan di kawasan Pasar Comboran, Kota Malang. (Foto: Abdul Malik).
Iklan terakota

Terakota.ID–Setiap musim hujan, sejumlah titik di Kota Malang tergenang. Padahal Malang berada di dataran tinggi dan dilintasi empat sungai besar, termasuk Kali Brantas. Menurut Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jawa Timur, alih fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) menjadi salah satu penyebabnya.

Aktivis WALHI Jawa Timur, Purnawan Dwikora Negara menyebutkan pembangunan kota berkelanjutan, seharusnya tidak sekadar berorientasi keuntungan ekonomis jangka pendek. Namun mengorbankan kebutuhan warga terhadap ruang terbuka hijau. Sehingga berdampak terhadap krisis lingkungan seperti penyediaan udara bersih, dan air tanah yang memadai. Bahkan menimbulkan bencana seperti banjir, tanah longsor, dan tanah ambles.

Catatan Alih Fungsi RTH Kota Malang

Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Malang terus menyusut. Sejumlah RTH beralihfungsi menjadi ruang terbangun mulai menjadi perumahan mewah, pusat perbelanjaan, dan hotel. Berikut rangkuman alih fungsi RTH di Malang mulai 1970.

Medio 1970-1983 (Era Wali Kota Malang Sugiono).

  • Waduk resapan atau boezem yang dibangun sejak Hindia Belanda di Jalan Pulosari dialihfungsikan menjadi bangunan Gelanggang Olahraga (GOR) Pulosari.
  • Boezem di Jalan Kawi dialihfungsikan menjadi gedung Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kota Malang.

Medio 1988-1998 (Era Wali Kota Malang M. Soesamto).

  • Terjadi alih fungsi RTH di Taman Indrokilo menjadi perumahan mewah.
  • Taman kota di depan Pemakaman Kristiani Sukun dibangun Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).

Medio 2005-2009 (Era Wali Kota Malang Peni Suparto).

  • Kampus SNAKMA beralihfungsi menjadi Malang Town Square (MATOS) dan hotel Aria Gajayana pada 2005.
  • Stadion luar Gajayana dibangun Malang Olimpic Garden (MOG) dan Hotel Aria Gajayana pada 2008.
  • Taman Kunir dibangun kantor Kelurahan Oro-oro Dowo pada 2008.
  • Hutan kota APP Tanjung beralihfungsi menjadi pemukiman mewah dan hotel pada 2009

Simak laporan jurnalis Terakota.ID Eko Widianto, dan ilustrator Badrut Tamam. Di sini