
Terakota.id—Perupa Rizal Misilu menggelar pameran tunggal kedua di Ruang Dalam Art House, Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Pameran berlangsung 20 November- 5 Desember 2021 mulai pukul 10.00- 17.00 WIB. Pameran bertajuk “Lingkaran” menampilkan 33 karya. Karya seniman berdarah Gorontalo ini merepresentasikan kenangan masa lalu, orang yang dicintainya sampai perenungan diri.
Seperti tema yang diusung, semua karya dieksekusi menggunakan garis melingkar-lingkar. Memakai tinta bolpoin biru di atas kertas berbagai ukuran. Penulis pameran, Bambang “Toko” Witjaksono menguraikan, sedikitnya ada lima kesadaran yang bisa terbaca pada pengkaryaan Rizal Misilu.
Kesadaran awal Rizal ketika membuat karya seni, adalah melepaskan dirinya dari pola kerja desain. Rizal jebolan Desain Komunikasi Visual (DKV), Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Sebelum memutuskan menjadi seniman, Rizal memiliki pengalaman panjang sebagai seorang desainer grafis, art director di industri periklanan Jakarta.
“Rizal me-reset semua program di kepalanya. Mengosongkan program terdahulu yang cukup lama mengendap di otaknya,” kata Bambang dalam siaran pers yang diterima Terakota. Sehingga ia sepenuhnya membuat karya seni dengan tanpa terukur atau terdesain sejak awal. Semuanya berawal dari nol.
Kesadaran kedua adalah drawing. Pilihannya jatuh pada teknik drawing dengan bolpoin karena luwes digerakkan. Hasil goresannya cenderung sama, karena ujungnya berupa bulatan (ball). Bagi Rizal, bolpoin adalah representasi dirinya; hadir lugas, sederhana, umum, standar, apa adanya.
Kesadaran ketiga adalah mengalir. Ketika tangannya memegang bolpoin, sejak itulah semuanya mengalir bebas. Ikut kata hatinya. Kesadaran keempat adalah warna biru. Baginya biru adalah warna variatif gradiennya. Di beberapa kota/ tempat, warna biru dan hijau sering disebut sama. Tidak dibedakan berdasar aturan warna ala Barat.
Kesadaran kelima adalah lingkaran. Rizal menggores melingkar-lingkar, berlawanan arah jarum jam tanpa putus. Sesuai arah rotasi tata surya/ alam semesta. Rizal seperti tersedot, fokus dan menyatu dalam gerak rotasi melalui pola lingkaran berulang, monoton dan seolah tanpa ekspresi.
Dalam serial karyanya berukuran kecil (berjumlah 20 karya) bertajuk “Dzikir.” Diawali dengan kaligrafi “Astaghfirullah hal adzim”. Rizal sengaja memilih kalimat dzikir sebagai sarana koreksi diri. Karya lainnya berukuran lebih besar, dengan metode lebih bebas.
Rizal dikenal jago membuat drawing realis, namun ia tak mau digiring ke arah representasi realisme. Baginya, kata Bambang, bentuk akhir tidak penting. Proses membuat drawing dijadikannya terapi. “Sebagai sarana introspeksi diri,mengheningkan pikiran dan sikapnya yang atos atau keras,” tulis Bambang yang juga dosen seni rupa ISI Yogyakarta.
Kesadaran, sebuah kata misteri yang tiada habis dikupas para filsuf. Selain didorong motivasi, manusia juga dipengaruhi kesadaran dalam diri. Pengenalan aspek kesadaran ini membuahkan pengenalan terhadap diri sendiri. Itulah syarat utama mencapai hidup yang otentik.
Sementara itu, kolektor senior Indonesia, dr Oey Hong Djien mengaku sudah cukup lama menunggu momentum pameran tunggal kedua Rizal Misilu. Baginya, karya Rizal merupakan mutiara terpendam yang menarik untuk diangkat di permukaan .
“Saya sempat melihat langsung pameran tunggal pertama Rizal Misilu di Galeri Riden Baruadi, Gorontalo, 2019 silam. Waktu itu saya bilang ke dia, kamu harus pameran di Yogyakarta dan akhirnya terwujud,” katanya saat membuka pameran Rizal Misilu, 20 November 2021.
Lewat artist statement yang turut dipajang di ruang pamer, Rizal menulis dalam bait-bait puitis:
Garis-garis searah putaran bumi
Melingkar berulang menjelma dzikir
Liar lepas kendali
Garis takdir
rasa dari perjalanan dan pengalaman
Segaris mungkin minim makna
Lalu berjuta jadi cerita.

Jalan, baca dan makan