Kerben tanaman buah yang tumbuh liar di ladang penduduk i Desa Suko Pangkat, Kecamatan Gunung Kerinci, Kabupaten Kerinci, Jambi. (Foto : KKI Warsi).
Iklan terakota

Terakota.idIndonesia memiliki kekayaan buah lokal, salah satunya buah sejenis berry. Namanya kerben. Buah ini tidak langka, banyak didapatkan di Desa Suko Pangkat, Kecamatan Gunung Kerinci, Kabupaten Kerinci, Jambi. Buah ini tumbuh subur, terutama di ladang penduduk.

Koordinator Divisi Komunikasi Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Sukmareni menjelaskan, ladang penduduk warga sebagian besar berada di kawasan hutan. “Masyarakat Desa Suko Pangkat mengelola hutan dengan menerapkan kearifan lokal, menggunakan sistem agroforestry,” katanya dalam siaran pers yang diterima Terakota.id.

Dengan sistem agroforestry, masyarakat tidak membuka hutan sebagai lahan terbuka. Mereka juga menanam kopi dan kayu manis, yang masuk dalam tanaman kehutanan. Sejak 2018 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerbitkan Surat Keputusan Perhutanan Sosial untuk empat kelompok pengelola Hutan Kemasyarakatan (HKm), yaitu Sungai Kuning, Gunung Pua, Sungai Batu Lebar, dan Gunung Bujang.

Kini masyarakat mengelola hutan dengan mempertahankan kearifan lokal. KKI Warsi mendampingi pengelolaan bernilai konservasi untuk mencari peluang ekonomi baru bagi masyarakat Suko Pangkat. Agar tekanan terhadap hutan berkurang. Salah satunya membuat selai kerben. “Selai kerben dan hutan yang dikelola dengan baik, akan memberikan kehidupan yang lebih baik untuk masyarakat Suko Pangkat dan sekitarnya,” ujar Reni.

Memperingati Hari Pangan Sedunia setiap 16 Oktober, yuk, simak fakta buah kerben

1. Tumbuh Liar di Pegunungan

Kerben tumbuh liar di kawasan pegunungan, di ketinggian lebih dari 1300 mdpl. Sebenarnya kerben juga ditemukan di Lembang, Bandung, (Foto: KKI Warsi).

Tanaman kerben tumbuh secara liar di kawasan pegunungan, tepatnya di ketinggian lebih dari 1300 meter di atas permukaan laut (mdpl). Tak butuh perawatan khusus. Reni menyebutkan, sebenarnya kerben tak hanya bisa didapatkan di Jambi. Di Lembang, Bandung, pun ada, dan biasanya dipasarkan bersama dengan stroberi.

Tanamannya perdu, berduri di bagian batang. Berbeda dari tanaman stroberi yang tidak memiliki batang kokoh. Kerben ditemukan di pekarangan rumah warga. Buah melimpah, tak semua dikonsumsi warga. Buah banyak yang jatuh, bijinya tumbuh menjadi bibit baru. Sehingga kebun belukar kerben menjadi rimbun.

Buah ini tidak mengenal musim, tanamannya bisa berbuah sepanjang tahun. Diolah menjadi selai, awalnya buah kerben diambil dari tanaman liar. Namun, saat kapasitas produksi selai meningkat, tanaman kerben mulai dibudidayakan di lahan yang terlantar.

2. Antara Stroberi dan Raspberry

Buah kerben seperti persilangan antara stroberi dan raspberry. Bentuknya seperti stroberi, tapi warnanya merah menyala seperti raspberry. Hanya saja, teksturnya lebih lembut daripada stroberi. Ukurannya juga lebih kecil. Buah yang sudah matang sempurna dengan warna merah menyala rasanya manis dengan sedikit asam.

“Ada bagian lembut berwarna putih di bagian tengah buah. Ini yang tidak ditemukan pada stroberi,” kata Reni.  Buah ini biasa dijadikan camilan anak-anak desa. Sepulang sekolah mereka kerap mengumpulkan kerben, lalu merajutnya dengan rumput. Siapa yang rangkaian kerben paling panjang, dia yang menang. Setelah itu, baru mereka santap ramai-ramai.

Petani setempat juga sering mengonsumsi buah kerben segar. Sepulang dari ladang, atau ketika dalam perjalanan pulang-pergi ke ladang, mereka memetik dan mengonsumsi buah ini.

3. Selai tanpa Bahan Pengawet

Selai kerben dibuat tanpa bahan pengawet bertahan selama dua pekan. (Foto: KKI Warsi).

Kini buahnya mulai dimanfaatkan sebagai bahan baku selai. Reni bercerita, awalnya selai dibuat dengan menghancurkan kerben dan mencampurkan gula. Tapi, selaput putih di bagian tengah buah ternyata membuat selai jadi tidak cantik. Mencoba memperbaiki penampilannya, bagian tengah buah diambil dahulu, sebelum diolah.

Selanjutnya, mereka melakukan uji organoleptik (uji rasa dan uji aroma) dengan sejumlah warga. Setelah mendapatkan komposisi yang tepat, pengukuran dan cara pembuatan itu menjadi patokan produksi.

Tanpa pengawet kimia, dikemas dengan wadah kedap udara. Selai kerben bisa disimpan selama dua minggu. Dengan syarat, kemasannya tidak dibuka, sehingga tidak terkontaminasi oleh bakteri.

“Kami hanya menggunakan bahan tambahan gula, garam, dan perasan lemon sebagai penguat rasa. Bahan-bahan ini juga berperan sebagai pengawet alami,” kata Reni.

4. Buah Serba Guna

Fifin Liefang, finalis kompetisi memasak Masterchef Indonesia musim keenam, menyebutkan, selain disantap segar begitu saja, berry umumnya juga cocok dibuat jus dan berbagai dessert. Misalnya, dijadikan compote untuk melapisi bagian dalam layer cake. Berry juga bisa dijadikan topping untuk sejumlah makanan barat, seperti pancake dan waffle.

Selain untuk hidangan penutup, berry bisa dimanfaatkan untuk hidangan savoury atau gurih. Rasanya yang asam manis sangat cocok untuk disandingkan dengan hidangan laut dan daging. “Misalnya, sebagai saus untuk disantap dengan steak sapi atau salmon,” kata Fifin memberi tip.

Fifin memberi resep simpel membuat saus. Kerben dihancurkan, ditambahkan gula, garam, merica hitam, serta berbagai rempah khas Indonesia, seperti cengkeh, bunga lawang, dan kapulaga. Kerben yang sudah dibumbui itu dipanaskan di kompor, tanpa perlu ditambahkan air. Jadilah saus kerben yang sedap.

Ia juga memberikan resep lain yang menggunakan bahan asli Indonesia, yaitu nila bakar bumbu kerben. Cara membuat bumbunya hampir sama seperti membuat saus kerben, tapi tidak dipanaskan. Kerben hanya perlu dihaluskan dengan cabai, dan ditambahkan bumbu seperti bumbu saus.

Campuran kerben dan bumbu tersebut kemudian dilumurkan pada ikan segar, lalu dibakar. Atau, untuk mendapatkan tekstur crispy, ikan segar digoreng dahulu setelah dilumuri bumbu, baru kemudian dibakar. Ikan yang sudah matang akan menampilkan sedikit kilau karena gula yang menjadi karamel.

5. Nilai ekonomi dan ekologi

Pasar merespons positif selai kerben yang merupakan buah Berry asli Indonesia. (Foto: KKI Warsi).

Produksi selai di Desa Suko Pangkat digawangi ibu-ibu muda yang tergabung dalam KUPS Suko Suka. Selai mampu memberi tambahan penghasilan kepada keluarga pengelola hutan di Suko Pangkat. “Sumber ekonomi alternatif ini juga pada akhirnya membantu mengurangi tekanan terhadap kawasan hutan,” kata Reni.

Selama ini selai dengan label Suko Selai tersebut dipasarkan di sekitar Jambi dan pasar-pasar khusus, misalnya pameran produk kehutanan. Tampilannya cantik, dikemas dengan botol kaca yang ramah lingkungan. Pasar menyambut positif. Terlihat dari permintaan produk setiap pekan.

“Namun, sejauh ini selai tersebut belum dipasarkan secara daring, sehingga belum menjangkau pasar yang lebih luas,” kata Reni.

Inilah saatnya #TimeforActionIndonesia. #MudaMudiBumi bisa turun tangan dan ikut membantu agar selai ini dikenal luas. Caranya, pesan selai kerben ini secara langsung dan promosikan kepada banyak orang melalui media sosial.

“Jika selai banyak terjual, maka masyarakat akan semakin fokus pada usaha ini. Dengan begitu, pembukaan hutan baru untuk perladangan bisa diminimalkan,” kata Reni.