
Terakota.id–Perupa Blitar dan Mojokerto “duel” memeriahkan September Art Month (SAM) di Dewan Kesenian Malang (DKM) Jalan Majapahit Kota Malang 9-15 September 2019. Mereka saling unjuk karya di dua ruangan yang berbeda. Berhadap-hadapan mereka beradu ide, gagasan dan goresan tinta di atas kanvas.
Sebanyak 18 perupa dari Blitar memamerkan 57 karya, sedangkan perupa Mojokerto sebanyak 15 orang memamerkan 29 karya. Yusa Effendy perupa asal Mojokerto mengaku turut berpartisipasi menampilkan karya bersama seniman di Jawa Timur. “September bulannya seniman Jawa Timur,” katanya.
SAM, katanya, bakal menjadi agenda rutin untuk menunjukkan kreatifitas seniman di Jawa Timur. Bersatu padu menampilkan karya terbaik. Sehingga bisa menjadi medium dalam berkomunikasi antara seniman, kolektor dan penikmat seni.

Selain itu, juga menjadi bagian para perupa untuk berinteraksi dengan sesame seniman. Terutama seniman di Jawa Timur. Untuk berbagi ide, gagasan dan berbagi pengetahuan atau pengalaman dalam dunia seni.
Joint event September Art Month Blitar Vs Mojokerto memperlihatkan dinamika para seniman di Jawa Timur. Seniman Blitar mengangkat tema lanskap. Para perupa menangkap tema beragam. Ada yang menampilkan pemandangan alam, gunung, laut pasar burung candi, dan pertunjukan seni.
“Membebaskan perupa merepresentasikan lanskap,” kata perupa asal Blitar, Muhamad Sinwan Aliyafi.
Sejumlah perupa menangkap tema lanskap dengan mengakat isu lingkungan dan dituangkan dalam goresan kuas maupun canting. Ya, ada seniman yang menuangkan dalam seni membatik. Lukisan tak hanya menggunakan teknik drawing atau painting namun ada yang menampilkan seni batik.
Perupa, katanya, menangkap kondisi di lingkungan sekitar dan diangkat dalam karyanya. Sehingga secara visual tampak goresan mengenai polutan. Sejumlah perupa menunjukkan karisauan terhadap lingkungan yang semakin buruk. Mulai semakin menumpuk sampah yang dibuang sembarangan hingga hanyut di lautan.
“Masyarakat abai, sampah berserakan. Menjadi masalah,” katanya.

Seperti yang disampaikan Riska Kurniawan dalam karya berjudul polutan di atas kain. Ia menyajikan dalam teknik membatik. Di selembar kain bati, Riska menunjukkan kondisi laut yang dipenuhi polutan. Mulai limbah dari dari pabrik, sampah berupa botol dan plastik yang mengambang di lautan.
Perpaduan warna hijau, biru, hitam, putih dan merah memberi kesan tegas dalam menyajikan isu lingkungan. Riska memotret kondisi lingkungan sekitar, lautan indah berubah menjadi kusam dan mengerikan akibat limbah dan polutan.
Sedangkan Siswo menyakikan karya berjudul luru utes atau memungut putung rokok. Ia menyajikan dalam metode menggambar dengan acrylic di atas kanvas. Menyampaikan pesan putung rokok menjadi masalah lingkungan apalagi dibuang sembarangan.
Pameran ini, katanya, merupakan kali pertama proses mengada di luar kota. Sebelumnya perupa Blitar tak banyak agenda rutin dalam berkesenian. Hanya rutin menunjukkan karya pada Juni pada even bulan Bung Karno. Sebagian besar memamerkan potret Bung Karno.
“Ini wujud eksistensi perupa Blitar,” katanya. Ia berharap bisa mengikuti agenda rutin berkreasi dan saling berinteraksi dengan seniman lain. Sehingga perupa Blitar semakin berkembang dan menghasilkan karya yang terbaik.

Jalan, baca dan makan