Terakota.ID—Puluhan jurnalis dan aktivis kemerdekaan pers mendeklarasikan Komite Advokasi Jurnalis (KAJ) Jawa Timur di kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS), Senin 13 Februari 2024. Deklarasi ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) bersama Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, AJI Malang, AJI Bojonegoro, AJI Kediri, AJI Jember, LBH Lentera dan Federasi Kontras Surabaya.
Koordinator Federasi Kontras Surabaya, Fatkul Khoir berharap MoU KAJ menjadi awal memperkuat kapasitas dan pendampingan hukum bagi para jurnalis. Ia berharap pada masa Pemilu dan Pilpres tidak jurnalis yang mengalami kekerasan. “Semoga tidak ada peristiwa kekerasan yang dialami para pekerja pers dalam menjalankan tugas jurnalistik,” kata Fatkhul dalam siaran pers yang diterima Terakota.ID.
Koordinator Lembaga Bantun Hukum (LBH) Lentera, Salawati Taher aliansi dibutuhkan untuk membangun sistem dan jaringan kerja advokasi jurnalis. Terutama jika ada jurnalis yang mengalami kekerasan dalam melakukan kerja jurnalistik. “Sudah waktunya jurnalis di kota lain melakukan perapian pola advokasi dengan lebih terorganisir dan tuntas sesuai semangat kemerdekaan pers,” ujarnya.
Advokat Partner LBH Lentera, Johanes Dipa menuturkan akan memberikan pendampingan hukum bagi jurnalis yang mengalami kekerasan atau kriminalisasi saat menjalankan kerja jurnalistik. “Saya mengajak perusahaan pers untuk ikut serta terlibat dalam kerja-kerja advokasi, jangan malah menggembosi,” ujarnya.
Advokasi jurnalis penting, katanya, untuk menjamin hak publik atas berita. AJI Inonesia mencatat sepanjang 2023 sebanyak 89 jurnalis yang mengalami kekerasan dan kriminalisasi. Angka kekeraan naik dibandingkan 2022 sebanyak 61 kasus. Sedangkan total sejak 2006 sampai awal 2024, total terjadi 1.047 kasus kekerasan. Jawa Timur menjadi provinsi yang kasus kekerasan jurnalis tertinggi. Jumlahnya hampir 10 persen dari total kasus atau sebanyak 98 kasus.
Sampai awal Februari 2024, dilaporkan terjadi sembilan kasus kekerasan. Pada tahun politik, berpotensi terjadi ekskalasi kekerasan. Sejumlah elite politik dalam pidatonya di hadapan ribuan orang, terang-terangan mengintimidasi jurnalis. Aparat negara yang diharapkan melindungi kerja-kerja jurnalis, malah seringkali menjadi pelaku utama dan musuh kebebesan pers. “Undang-undang ITE juga menjad ancaman jurnalis,” kata Khoir.
Kasus kekerasan yang menimpa jurnalis Tempo Nurhadi menjadi salah satu kasus yang menarik perhatian publik di Jawa Timur. Dia sisekap dan dikeroyok saay menjalankan tugas jurnalitisknya di Surabaya pada Sabtu, 27 Maret 2021. Dua diantara pelaku merupakan dua anggota kepolisian. Kasus telah incracht atau memiliki keputusan hukum tetap, setelah kasus melewati 2,5 tahun.
Saat itu, Nurhadi dan AJI Surabayadidampingi tim advokasi dari LBH Lentera, Federasi Kontras Surabaya dan LBH Pers. Tim pendamping hukum menilai, semangat advokasi harus dijaga dan dipelihara. Lantaran kasus serupa bukan mustahil kembali terjadi di Jawa Timur.
“Belajar dari advokasi yang ditangani selama ini, dibutuhkan satu prespektif yang sama dalam merespon kekerasan terhadap jurnalis,” katanya. Kekerasan apapun bentuknya, termasuk kriminalisasi dan sensor, mengancam hak publik untuk tahu atas informasi.
Advokasi harus melibatkan semua unsur termasuk masyarakat, organisasi profesi dan perusahaan pers. Advokasi harus dilakukan sampai tuntas demi pemenuhan hak-hak korban. Akses pendampingan terhadap jurnalis harus diperluas jangkauannya. Termasuk kepada jurnalis dari berbagai organisasi profesi. Bahkan harus pula menjangkau pers mahasiswa dan jurnalis warga yang selama ini juga rentan menjadi korban kekerasan dan kriminalisasi.
Ketua AJI Surabaya Eben Haezer Panca menuturkan KAJ penting untuk memastikan kerja advokasi bagi jurnalis yang mengalami kekerasan, semakin rapi dan terorganisir. Menurutnya kolaborasi menjadi salah satu kunci keberhasilan kerja advokasi jurnalis. “Melalui KAJ, jurnalis korban kekerasan bisa mendapatkan penanganan dan perlindungan yang cepat dan terencana,” katanya.
Ketua AJI Kediri, Danu Sukendro menjelaskan KAJ penting untuk menjamin perlindungan bagi kerja jurnalis. Lantaran, sejumlah jurnalis sulit mendapatkan akses pendampingan hukum yang cepat dan tepat. “KAJ juga menjadi wadah edukasi peningkatan kapasitas jurnalis dalam hal advokasi dan pengetahuan hukum pers,” jata Danu
Ketua AJI Bojonegoro Deddy Mahdi Assalafy berharap KAJ memberi jawaban atas ketidakpastian advokasi jurnalis yang mengalami kekerasan. Terutama jurnalis di Bojonegoro. Advokasi penting untuk melindungi dan menjamin kerja jurnalistik berjalan agar publik mendapat haknya untuk tahu informasi. “Kerja kolaborasi antar semua pihak yang peduli dengan kemerdekaan pers dan perlindungan jurnalis, harus segera direalisasikan,” katanya.
Ketua AJI Jember Iraa Rachmawati mengatakan KAJ sangat penting untuk melindungi jurnalis di daerah. AJI Jember misalnya memiliki wilayah kerja yang luas meliputi Situbondo, Banyuwangi, Jember, Bondowoso dan Lumajang. Apalagi daerah rawan konflik, terutama konflik agraria. “Kondisi ini tentu berdampak pada keselamatan jurnalis. KAH menjadi angin segar bagi jurnalis di daerah yang rentan mengalami intimidasi,” katanya.
Ketua AJI Malang Benni Indo mengatakan Negara harus melindungi jurnalis, bukan sebaliknya. Realitanya, banyak jurnalis yang dijerat dengan pasal karet Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Artinya kerja jurnalis tersandera untuk menghadirkan informasi bagi publik. “Kolaborasi AJI melalui KAJ ini merupakan langkah antisipatif terhadap potensi pelanggaran dan kekerasan yang dialami jurnalis,” katanya.
Jalan, baca dan makan