Koalisi Seni Meluncurkan Buku Panduan Praktis Kebebasan Berkesenian Mitigasi Risiko Pelanggaran Kebebasan Berkesenian

Iklan terakota

Terakota.ID–Koalisi Seni meluncurkan buku “Panduan Praktis Kebebasan Berkesenian” secara daring pada Kamis, 6 Juli 2023. Ketua Pengurus Koalisi Seni Kusen Alipah Hadi berharap buku panduan bisa mengakomodasi kebutuhan informasi soal kebebasan berkesenian.  “Silakan diunduh di situs kebebasanberkesenian.id, agar bisa mendalami isu tersebut,” katanya dalam siaran pers yang diterima Terakota.ID.

Peluncuran buku dibarengi dengan diskusi yang menghadirkan Koordinator Penelitian Koalisi Seni Ratri Ninditya atau Ninin, Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Fadhil Alfathan, dan Fasilitator Keamanan dan Hak Digital Farhanah atau Fani. Menurut Ninin  buku panduan memuat sejumlah topik meliputi hak seniman, upaya mengurangi risiko pelanggaran, langkah atau penanganan jika pelanggaran kebebasan berkesenian telanjur terjadi, serta kondisi kebebasan berkesenian di Indonesia.

Ninin menjelaskan lima pola yang diidentifikasi dari pelanggaran kebebasan berkesenian yang terjadi di Indonesia. Pertama adalah sensor; kedua adalah penahanan, tuntutan hukum, pemenjaraan; ketiga adalah pelecehan, kekerasan, penyerangan; keempat adalah sanksi dan denda; dan kelima adalah larangan bepergian. “Sedikit sekali kebijakan yang mendukung seniman. Sementara ruang berkesenian belum aman dan belum mudah diakses,” ujarnya.

Fadhil menjelaskan LBH Jakarta menangani sejumah pelanggaran kebebasan berkesenian. Yakni sejumlah elemen masyarakat yang menolak Belok Kiri Fest pada 2016 silam. Acara tersebut ditolak lantaran dianggap terkait komunisme. Padahal, Belok Kiri Fest sudah mengantongi izin untuk beracara di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat. Festival tetap berlangsung namun berpindah tempat di kantor Yayasan LBH Indonesia (YLBHI).

“Ada pola perpaduan persoalan birokrasi, entah sifatnya perizinan atau pemberitahuan,” kata Fadhil.

Sementara Fani menyoroti serangan digital yang mengancam pekerja seni. Serangan digital turut andil terhadap penyusutan ruang sipil. Dalam riset Freedom House tahun lalu menyebut kebebasan internet global menurun selama 12 tahun berturut-turut. Fani mengaku miris mengingat internet berperan sebagai ruang alternatif yang menawarkan kebebasan bagi penggunanya.

“Serangan yang banyak terjadi misalnya penyusupan akun, sensor, malware atau serangan ke perangkat lunak, serangan situs web, harassment atau kekerasan berbasis gender online (KBGO), dan surveillance,” katanya. Serangan ini, katanya, seperti perpanjangan yang terjadi di dunia nyata. Dengan beragam bentuk pelanggaran kebebasan berkesenian, sehingga seniman harus menyiapkan mitigasi risiko. Mitigasi risiko dijelaskan secara terperinci dalam buku panduan tersebut.

Koalisi Seni merilis buku “Panduan Praktis Kebebasan Berkesenian” secara daring pada Kamis, 6 Juli 2023. (Foto: Koalisi Seni/Amalia Ikhlasanti).

Ninin berharap pelanggaran kebebasan berkesenian dihadapi dengan tenang dengan berstrategi lebih matang. Selain itu, harus mengamankan diri, karya, serta data pribadi. Juga mencari solusi atas serangan yang terjadi. “Simpan barang bukti, seperti rekaman video maupun audio. Berikutnya, mencatatkan kasus pelanggaran itu ke situs kebebasanberkesenian.id yang diinisiasi Koalisi Seni,” ujarnya.

Fani menggarisbawahi prinsip keamanan holistik. Keamanan digital, ujarnya, tak bisa dilepaskan dari keamanan fisik dan psikologis, atau bahkan hukum. Selain itu, tak kalah pentingnya mengelola jejaring untuk pencegahan hingga penanganan kasus. Fadhil menyebut, pelibatan jejaring yang bisa melakukan advokasi berbasis hak asasi manusia juga sebaiknya dilakukan.

Buku “Panduan Praktis Kebebasan Berkesenian” bakal disusul dengan peluncuran situs kebebasanberkesenian.id sebagai basis data dan sistem pemantauan kebebasan berkesenian. Situs dikenalkan perdana pada publik pada 10 Mei lalu, untuk mencatatkan pelanggaran kebebasan berkesenian yang ia ketahui maupun alami sendiri.

Pendataan penting mengingat Indonesia belum mencantumkan kondisi kebebasan berkesenian dalam laporan empat tahunan pada 2016 dan 2020. Dengan dalih ketiadaan data. Padahal, sejak 2012 Indonesia meratifikasi Konvensi UNESCO 2005 tentang Perlindungan dan Promosi Keragaman Ekspresi Budaya.

Baik buku panduan maupun sistem pemantauan adalah bagian dari serangkaian kerja advokasi Koalisi Seni untuk kebebasan berkesenian. Program ini didukung International Fund for Cultural Diversity (IFCD). Program memperkuat advokasi kebebasan berkesenian Koalisi Seni, yang sejak 2020 meluncurkan laporan pemantauan kebebasan berkesenian secara berkala.

Sepanjang 2022, terdapat 33 peristiwa pelanggaran kebebasan berkesenian di Indonesia. Pelanggaran ini terjadi paling banyak pada bidang seni musik (21 peristiwa), diikuti tari (11 peristiwa), teater (5 peristiwa), seni rupa (4 peristiwa), film (2 peristiwa), dan sastra (1 peristiwa). Satu peristiwa dapat terjadi pada lebih dari satu bidang seni. Tingginya angka pelanggaran pada bidang seni musik mungkin terjadi karena antusiasme penyelenggaraan acara musik pada umumnya pun meningkat pesat setelah pemerintah memperbolehkan acara diadakan lagi di ruang fisik.