Ilustrasi : news.lvhn.org
Iklan terakota

Oleh : Syifa Mustika*

Terakota.idAkhirnya hari ini tiba dimana saya bisa menuliskan kisah ibu di sebelah saya yang sore ini datang kontrol ke poli rawat jalan di RS tempat saya berpraktik. Tepat 20 Juni 2020 Saya merawat pasien sebut saja ibu A usia 65 tahun, penjual mracang kecil di Pasar Kebalen. Dengan kasus PDP Covid-19 istilah kala itu, berdasarkan gejala klinis dan laboratorium dasar, walau rapid test non reaktif.

Pada perjalanannya, kondisinya memburuk hingga gagal nafas. Saturasi oksigen hanya tinggal 60 persen. Malangnya lagi RS tempat saya merawat tidak memiliki fasilitas ventilator. Sehingga kami harus pontang-panting mencari RS rujukan. Saat kami mendapatkan antrian ke RS rujukan dan pasien akan dikirim, beliau MENOLAK…

Betapa sedih dan stress saya kala itu karena saya sangat ingin menolong tapi saya tidak bisa berbuat banyak, saat pasien tidak mau dirujuk. Dengan berbagai usaha kami lakukan, kolaborasi dengan sejawat lain untuk menangani hingga stabil. Alhamdulilah tampak titik terang.

Stabil selama 2-3 hari, kondisinya kembali memburuk dengan drop saturasi hingga 40 persen. Sehingga kali ini saya agak memaksa dan inform consent ke keluarga pentingnya agar dirawat di fasilitas yang memiliki ventilator. Mulai rayuan hingga ancaman bak anak kecil, bahwa saya nggak mau visit ibu lagi. Akhirnya membuahkan hasil, pasien ini bersedia dirujuk.

Namun takdir Allah SWT sebagai sang pemilik skenario berkata lain. Semua RS rujukan dengan fasilitas ventilator PENUH…

Tiada daya upaya lagi yang bisa saya lakukan, semua modalitas terapi sudah diberikan semaksimal mungkin. Seingga terapi plasma konvalesen, suplementasi dan lain lain. Segala yang bisa saya pikir kan…

Akhirnya hanya DOA yang bisa saya panjatkan. Saya hanya meminta semua pasien yang dirawat diberikan kesembuhan oleh Allah taala…

Betapa berat beban yang saya hadapi tiap akan memasuki ruang perawatan khusus Covid. Bukan karena takut penularan atau apa, saya sedih saat melihat pasien pasien yang berjuang untuk mendapatkan udara dengan bantuan alat. Sementara kita orang sehat bahkan enggak mikir tentang proses bernafas itu boro-boro mensyukurinya..  (Hanya diminta pakai masker aja susah..)

Ada Satu hal yang dilakukan ibu A ini yang somehow menjadi penyemangat buat saya. Beliau selalu menantikan saya, menyambut saya walaupun dengan separuh nafas. Memegang tangan saya seolah berkata saya mau sembuh dok, saya akan berjuang.. Dan selalu mengangguk saat saya minta beliau untuk semangat…

Tepat 1 bulan sejak beliau pulang setelah dirawat juga hampir satu bulan, Ibu A meminta ijin berfoto bersama dan memeluk saya. Keinginan sederhana yang tidak bisa diungkapkan dengan kata kata. Suatu kebahagiaan tak ternilai. Saya sebagai saksi bahwa mukjizat Allah SWT itu ada, jauh dari nalar manusia.

Semoga kisah ini bisa menginspirasi adik adikku PPDS, rekan sejawat, anak-anakku mahasiswa kedokteran, putraku, rekan rekan nakes, tim satgascovid_nu atau semua orang yang membaca postingan saya.

Jangan pernah putus harapan, niatkan tulus ikhlas membantu siapapun yang membutuhkan pertolongan. Insyaallah, Allah SWT bersama kita.

Ingatlah sebaik baik manusia adalah yang bermanfaat buat manusia lainnya. Jangan pernah lelah edukasi protokol kesehatan, luruskan hoaks, ikhtiar buat diri sendiri dan keluarga serta orang orang yang kita sayangi.

*Dokter. Ketua Satgas Covid-19 NU Malang Raya. 

*** Tulisan bersumber dari akun facebook Syifa Mustika, Terata menerbitkan atas seizin penulis

**Pembaca Terakota.id bisa mengirim tulisan reportase, artikel, foto atau video tentang seni, budaya, sejarah dan perjalanan melalui surel : redaksi@terakota.id. Subjek : Terasiana_Nama_Judul. Tulisan yang menarik akan diterbitkan di kanal terasiana.