Kisah Joni, Menghalau Narkoba dengan Surfing

kisah-joni-menghalau-narkoba-dengan-surfing
Edo bersama para bocah setempat giat berlatih selancar air di pantai Wedi Awu. (Terakota/Eko Widianto).
Iklan terakota

Advertorial

Terakota.id–Selepas sekolah Edo Setyanto, 13 tahun, bergegas membawa papan selancar berjalan menuju pantai Wedi Awu, Dusun Balearjo, Desa Purwodadi, Kecamatan Tirtoyudo, Kabupaten Malang. Ia bersama tiga temannya langsung berlari dan berenang mendekati ombak. Seolah-olah ombak pantai Wedi Awu melambai-lambai memanggil Edo dan teman-temannya.

Sejak lima bulan ini, ia rutin latihan berselancar. Berbekal papan selancar pemberian, ia menekuni olahraga menentang ombak ini. Selain Edo, sekitar 10 an akan seusianya menekuni olahraga selancar air. Saban hari, ia tak pernah absen bermain di pantai mengendarai sepeda motor berjarak dua kilometer dari rumahnya.

Awalnya hanya menonton, melihat aktivitas peselancar yang tengah berolahraga selancar atau surfing. Saban hari, ia menghabiskan waktu dua sampai empat jam. Mulai pukul 12.00  WIB sampai 16.00 WIB. Jika libur sekolah mulai pukul 08.00 WIB sampai 12.00 WIB. “Ombaknya bagus untuk selancar,” kata Edo.

Ia memulai belajar dengan mendayung papan selancar ke ombak. Dilanjutkan posisi berdiri di papan selancar. Selama dua bulan, katanya, ia mulai bisa mahir bermain dengan ombak. Sebelumnya ia telah mahir berenang, sebagai anak nelayan di pesisir selatan Kabupaten Malang. “Belajar sama Cak Joni,” katanya.

Edo Setyanto, 13 tahun, rutin saban hari berlatih surfing atau selancar di pantai Wedi Awu. (Terakota/Eko Widianto).

Kini, ia bersahabat dengan ombak laut pantai selatan. Edo menikmati setiap ada ombak yang berkejaran. Keseruan menari di atas papan dengan gulungan ombak, membuat ia ketagihan. “Jatuh sudah biasa. Tapi tak pernah cidera,” kata siswa kelas 2 SMP ini.

Namun, ia mengisahkan pernah nyaris tergulung ombak saat awal belajar selancar. Edo mengaku kesulitan naik ke permukaan air. Hingga hampir kehabisan nafas. Beruntung teman sesama peselancar membantunya. Edo bercita-cita mengikuti kejuaraan internasional.

Edo yang mengidolakan peselancar dunia asal Jepang, Kanoa Igarashi ini juga turut membersihkan pantai saban pekan. Ia berharap, pantai Wedi Awu tetap bersih dan ombak bagus untuk aktivitas berselancar.

Ombak “Surga” di Pantai Wedi Awu

Salah seorang pelatih peselancar Adilan Joni Sahab, mengakui ombak di pantai Wedi Awu bak surga. Ombak yang ideal untuk berselancar, cocok untuk pemula dan atlet manula. Tinggi ombak sekitar dua sampai tiga meter, tak berbahaya. “Ombaknya surga, tidak ekstrem. Aman,” katanya.

Surfing, katanya, merupakan kegiatan positif. Menjauhkan anak muda terhindar dari bahaya narkoba dan obat-obatan. Termasuk minum minuman keras. Joni mengaku sebelumnya suka mabuk-mabukan dan menggunakan narkoba. Tapi sejak mengenal olahraga selancar air ini, ia lebih sehat dan tak tergoda obat-obatan maupun narkoba.

“Siang surfing capek, malam tak mungkin mabuk dan obat-obatan,” katanya. Joni menjelaskan jika sebelumnya sekitar 90 persen anak muda dulu sering mabuk-mabukan dan menggunakan narkoba. Kini, semua beralih dengan menikmati olahraga surfing.

Joni juga turut berperan mengenalkan selancar dan mencegah anak muda mengenal narkoba. Kini, instruktur selancar ini mengajak semua pemuda dan anak-anak untuk olahraga selancar. Sekarang banyak yang mengikuti jejaknya untuk berselancar.

Anak-anak berlatih surfing di pantai Wedi Awu setiap hari. Mulai siang sampai sore. (Terakota/Eko WIdianto).

Ia mengenal olahraga selancar sejak seorang peselancar asal Malang yang bermain selancar di pantai Lenggoksono pada 2013 lalu. Sekitar dua kilometer dari pantai Wedi Awu. Sebelumnya ia bekerja menjaga toilet dan membersihan kebun warga. Sejak itu, ia belajar bermain surfing. Selain itu, peran atlet surfing, Santos.

Sejak usia sembilan tahun, Joni yang memiliki orang tua seorang nelayan ini sering bermain boogie boat. Menggunakan papan kayu yang diambil dari tambak ikan. Permainan ini, katanya, sering dimainkan anak nelayan. Joni mengaku suka dengan alam dan asyik berselancar.

Kini, setelah mahir dan menjadi trainer surfing Joni sering mengajar para mahasiswa dan wisatawan dari Jakarta, Bandung, Surabaya dan Malang. Setiap bulan sekitar 10-40 orang yang belajar selancar air. Mereka kadang menginap selama tiga hari. Bahkan ada wisatawan dari Spanyol yang tinggal selama tiga bulan.

Ombak bagus, katanya, tak esktrem. Menurutnya, ombak di pantai Wedi Awu merupakan ombak terbagus di Kabupaten Malang. Cocok untuk pemula maupun manula yang ingin bermain selancar air. “Selancar itu asyik. Berdiri di atas papan lupa dengan semua masalah,” katanya.

Ombak di pantai Wedi Awu bersahabat dan cocok untuk bersenang-senang dan tak berbahaya. (Terakota/Eko Widianto).

Ombak di pantai Wedi Awu bersahabat dan cocok untuk bersenang-senang dan tak berbahaya. Saban hari, Joni senantiasa bermain selancar minimal sekitar dua jam.

“Awalnya sendirian, kemudian adik, bapak dan pak lik (Paman) juga ikut surfing,” katanya. Kini sekitar 50 warga Desa Purwodadi yang rutin berselancar bermain ombak. Mereka berharap ombak dari “surga” bagi peselancar ini menarik minat wisatawan. Terutama wisatawan yang tertarik bermain surfing.

Joni juga berharap infrasturktur jalan diperbaiki dan investor membangun vila atau penginapan yang memadai. Namun, vila dibangun harus sesuai dengan alam dan kontur tanah. Tanpa mengubah atau merusak kawasan.

“Potensi bagus, wisatawan mancanegara juga butuh fasilitas memadai,” katanya. Mengingat lokasi pantai Wedi Awu berjarak sekitar 70-an kilometer dari Kota Malang. Kini, sudah ada 15 homestay yang dikelola masyarakat setempat. Ia bersama masyarakat setempat berharap terlibat langsung dalam pengelolaan wisata di pantai Wedi Awu.

Sebanyak 72 orang di sekitar pantai bekerja sebagai nelayan dan berkebun. Kebun ditanami cengkeh dan kopi. Saat musim paceklik dan ombak tinggi, para nelayan mengelola tanaman kopi dan cengkeh. Sekitar 50 an nelayan yang tetap aktif menangkap ikan di laut bebas.

Mengelola Wisata Melibatkan Masyarakat

Tergantung musim nelayan menghasilkan tangkapan berupa cumi-cumi, gurita, tengiri, atau layur. Selama ini, katanya, nelayan juga dilibatkan dalam mengelola paket wisata ke pantai bolu-bolu dan pantai banyu anjlok. Di sini, wisatawan juga bisa snorkling mengamati terumbu karang.

Setiap wistawan membayar biaya untuk menyeberang dari pantai Wedi Awu sebesar Rp 60 ribu. Sebuah perahu dengan mesin tempel bisa mengangkut maksimal delapan orang. Di sini, wisatawan juga bisa menikmati rumah apung yang dikelola kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas) Purwodadi.

Wisatawan bakal menyukai snorkling lantaran air tenang dan tak dalam. Sehingga bisa menikmati terumbu karang alami di laut bebas. Nelayan juga bisa memandu para penghobi mancing di sejumlah titik yang menarik.

Masyarakat setiap pekan menggelar beach clean, membersihkan pantau dari sampah yang berserakan. Terutama mencegah sampah plastik yang menganggu keindahan dan biota laut.

Joni tengah menyiapkan Night Surfing rangkaian dari Malang Beach Festival yang bakal digelar 2 November 2019. Kompetisi ini bakal diikuti sekitar 30 atlet dari berbagai daerah di Nusantara.. Kompetisi selancar air yang diselenggarakan malam hari ini merupakan kali pertama di Jawa Timur.

Panitia telah menggelar ujicoba selama 10 kali. Hasilnya ombak bagus dan cocok untuk berkompetisi. Suhu dingin, silau, dan gelap saat melihat ombak menjadi hambatan para peselancar. Penilaian akan dilakukan meliputi manuver, trik dan cut back.

kisah-joni-menghalau-narkoba-dengan-surfing
Pelaksana Tugas Bupati Malang Muhammad Sanusi menunggangi jet ski di Pantai Wedi Awu. (Terakota/Eko Widianto).

Perajin perahu nelayan jenis kunting, Sareh kini beralih profesi jadi trainer surfing. Dia juga bertugas untuk menata lampu untuk night surfing. Disiapkan delapan lampu masing-masing 400 watt. Lampu berfungsi menyorot ombak, memudahkan peselancar mengetahui ombak yang akan digunakan berselancar.

“Ada lampu khusus, untuk mengalihkan ular dan binatang laut agar tak ke ombak,” lata Sareh. Sejak muda, Sareh belajar membuat perahu kunting. Ia piawai membentuk lengkungan, sirip dan pembelah ombak. Perahu sepanjang 3,5 meter dengan lebar 0,6 meter ini menggunakan bahan baku kayu winong.

“Dibuat selama tiga hari dengan peralatan listrik. Dulu lima hari,” katanya. Perahu yang dijual seharga Rp 2 juta ini dikendalikan dengan mendayung. Bisa menempuh hingga 4 mil dari bibir pantai. Sareh menjadi nelayan sejak berusia 14 tahun mulai kelas 2 SMP. Sejak empat tahun lalu, ia belajar surfing.  Anaknya bernama Galih berusia 10 tahun mengikuti jejaknya bermain selancar.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Malang, Made Arya Wedanthara menilai msyarakat setempat siap menyambut wistawan. Selain itu, bakal ditata, agar pantai nyaman dan indah. “Warung dan parker di luar pantai,” katanya.

Untuk itu, ia bersinergi dengan Dinas Lingkungan Hidup Cipta Karya, Dinas Kelautan dan Perikanan serta Dinas Cipta Karya dalam membangun kawasan wisata tersebut. Termasuk mengadendakan wisata budaya petik laut. Yakni hubungan manusia dengan alam yang harus tetap dijaga dan dirawat.