Kisah Istri Panglima Mujahidin Indonesia Timur di Balik Jeruji Besi

Bupati Malang M Sanusi menyerahkan sertifikat memasak kepada napi Lapas Perempuan Tini Susanti Kaduku. (Terakota/Eko Widianto).
Iklan terakota

Terakota.id–“Menyanyikan Indonesia Raya. Hadirin mohon berdiri,” tutur pembawa acara upacara penyerahan remisi khusus hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Kelas II A, Sukun Kota Malang, Sabtu 17 Agustus 2019. Semua peserta berdiri, tak terkecuali Tini Susanti Kaduku. Mengenakan niqab, pakaian tertutup serba hitam ia berdiri tegap.

Acara penyerahan remisi dilangsungkan di lapangan bola voli di dalam Lapas Perempuan. Dihadiri pejabat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), pejabat Pemerintah Kabupaten Malang dan pejabat pemerintah daerah. Termasuk pejabat Bupati Malang, M. Sanusi sebagai inspektur upacara.

Semua turut menyanyikan Indonesia Raya. Usai menyanyikan lagu kebangsaan dan membacakan sambutan Menteri Hukum dan HAM, pelaksana tugas Bupati Malang M. Sanusi menyerahkan sertifikat kepada perwakilan empat narapidana. Hanya terlihat kedua bola mata, berbaris dan berjajar dengan tiga narapidana lain.

Secara bergantian,termasuk  kepada Tini Susanti Kaduku alias Umi Fadil. Tini merupakan istri Panglima Mujahidi Indonesia Timur (MIT) Ali Kalora, pengganti Santoso. “Selamat, semoga bekal keterampilan ini bermanfaat kelak saat menghirup kebebasan,” kata Sanusi.

Sanusi menjabat tangan satu persatu penerima sertifikat. Di hadapan Tini, Sanusi menempelkan kedua telapak tangan di dada. Keempat narapidana ini mendapat sertifikat atas berbagai kursus atau pelatihan keterampilan yang diikuti. Di sela upacara, para narapidana menampilkan paduan suara dan tarian Indonesia Kerja.

Tini memperolah sertifikat setelah mengikuti cooking class atau kelas memasak yang diselenggarakan Lapas Perempuan bekerjasama dengan hotel Swiss Bell In. Juru masak hotel melatih khusus saban hari, selama dua pekan. Mereka dilatih membuat aneka jenis kue dan roti.

Lapas perempuan memberikan sarana berlatih keterampilan termasuk keterampulan kecantikan . (Terakota/Eko Widianto).

Sanusi menyampaikan agar setelah menghidup udara bebas, untuk patuh terhadap norma hokum dan membangun usaha agar mandiri dan berkontribusi terhadap perekonomuan. Saalah satunya melalui pengembangan ekonomi kreatif. Untuk itu, Bupati Malang menandatangani nota kesepahaman dengan Lapas Perempuan.

Usai penandatanganan nota kesepahaman, program kerja pembinaan bagi bekas narapidana akan dikoordinasikan dengan semua organisasi pemerintah daerah. Meliputi Dinas Ketenagakerjaan, Dinas Perindustrian, Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah serta Dinas Sosial. ”Kembali ke masyarakat sebagai insan yang berguna dan taat hukum,” katanya.

Sebanyak 412 narapidana mendapat remisi antara sebulans sampai enam bulan. Sedangkan 17 narapidana belum mendapat remisi termasuk Tini dan Agustiningsih. Keduanya merupakan narapidana kasus terorisme, Agustiningsih membiayai pendukung Negara Islam Suriah dan Irak (ISIS) ke Suriah.

Khusus untuk narapidana terorisme harus disertai surat pernyataan setia terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tini dan Agusriningsih belum membuat surat pernyataan setiap terhadap NKRI.

Berlatih Memasak Kue dan Roti

Tini mengaku tak hobi memasak, lantaran selama ini mamanya yang senantiasa memasak untuk keluarga. Namun, selama dua pekan terakhir berkutat dengan peralatan dapur dan bahan baku kue. Mulai menakar bahan baku, membuat adonan kue dan mengoven kue dan roti. “Jarang memasak. Saya mencoba mencintai, biar suka. Sebenarnya gak suka,” katanya.

Salah satunya berlatih membuat black forest. Tiap hari, ia berlatihan. Mulai Senin sampai Jumat. Sejak pukul 07.00 WIB sampai pukul 16.00 WIB. Ia terus menguci rasa dan penampilan yang menarik agar diminati pelanggan. Selama belajar memask, katanya, suasana asyik dan semakin akrab dengan teman sesama narapidana. Sebelum mengikuti cooking class ia mencoba tertarik tata rias.

Kayaknya gak cocok. Kemudia mencoba kue dan roti,” katanya. Ia berharap keterampilan membuat kue dan roti menjadi bekal untuk membuka usaha di Poso. Ia tengah mendalami ilmu tata boga, agar bisa diterapkan setelah bebas yang diperkirakan tiga bulan mendatang.

“Pulang sudah ada bekal keterampilan,” katanya. Saat awal di Lapas Perempuan, ia belum bisa berinteraksi dengan narapidana lain. Ruang geraknya dibatasi, menempati kamar lebar 1,5 meter dan panjang tiga meter.

Di kamar ini ia beraktivitas, salat dan membaca buku. Beragam buku dilahapnya, mulai buku agama sampai buku kewirausahaan. Ia memilih beragam buku di perpustakaan dan dibawa ke kamarnya.

“Sekarang baik, sudah bisa bergaul. Awal dulu masih belum,’ katanya. Ia juga berinteraksi dengan narapidana lain di blok yang dihuni 100 narapidana. Bercengkerama dan bermain congklak. Sedangkan jumat diberi kesempatan olahraga bersama.

Kini, rutin saban pagi usai salat subuh ia memberishkan kamar. Berlanjut mencuci baju. Lantas pukul 6.30 WIB berangkat ke ruang bakery. Aktivitas belajar memask kue dan roti berlangsung sampai pukul 16.00 WIB. Setelah itu kembali ke kamar, salat maghrib dan kadang bercengkarama dengan narapidana lain di kamar sebelah.

Ia mengucapkan syukur alhamdulillah, atas remisi yang diterima teman sesama narapidana. Meski ia tak menerima remisi yang diberikan khusus pada kemerdekaan ini. “Mereka senang, saya ikut senang. Tahulah rasanya dipenjara,” katanya.

Di penjara, katanya, ada semua rasa. Sampai ia tak bisa menyampaikan dengan kata-kata. Apa makna kemerdekaan bagi Tini? Diam lama, ia tak berkomentar.

Rindu Anak dan Keluarga

Ia merindukan ketiga buah hatinya, terutama si bungsu yang berusia dua tahun. Bayi laki-laki itu dilahirkan saat menjalani persidangan. Kini, semua anaknya mengikuti adik iparnya di Poso. Awalnya bayi tersebut sempat dirawatnya di Lapas Palu, namun diserahkan ke adik iparnya saat pindah ke Lapas Perempuan Sukun, Malang pada 28 September 2018.

“Kangen dengan anak-anak. Telepon setiap hari,” katanya. Selama ini, ia memanfaatkan warung telekomunikasi di Lapas untuk berkomunikasi dengan anak, adik ipar, papa, kakak dan teman. Kedua anaknya yang telah beranjak remaja mengetahui jika ibunya tengah menjalani hukuman di penjara. Saban telepon, ia acap meminta doa anaknya agar cepat pulang.

“Ditanya terus kapan pulang? Berat. Bisa menangis,” ujarnya. Selama menjalani hukuman di Lapas Perempuan, Sukun, Malang tak ada keluarga yang membezuk. Kembali ke kampung, katanya, akan memberi makna bagi keluarganya.

“Menjalani hidup. Untuk anak-anak, menjadi ibu yang baik,”

Lapas Perempuan Malang dihuni dua narapidana terorisme. (Terakota/Eko Widianto).

Kepala Lapas Perempuan Ika Yusanti mengaku memberi perhatian khusus kepada dua narapidana terorisme. Sejauh ini, baru Tini yang terbuka dan bisa berbaur dengan narapidana lain. Awal, ia melakukan penilian dini dengan berdialog. “Target tak muluk-muluk. Napiter tak melakukan kekerasan, menyebarkan paham radikalisme mau berinteraksi dan menerima perbedaan,” katanya.

Seperti Tini, katanya, awal masuk tertutup, tak mau bertegur sapa dan mengenakan cadar meski semua perempuan. Ia lebih banyak berdiam diri di dalam kamar. Mulai salat dan beraktivitas membaca Alquran dan baca buku. Perlahan-lahan seorang petugas berindak sebagai senantiasa mendampingi.

Awalnya mengikuti segala aktivitas Tini. Lantas diawasi dari jauh dan diajak berinteraksi dengan warga binaan lain. Namun, sejauh ini belum bersedia salat berjamaah di musala dan mengaji bersama. Saban pagi mulai pukul 07.00 sampai 09.00 ada pesantren membekali pendidikan agama.

“Perlahan-lahan diberi pemahaman. Sekarang cadar dibuka, berjilbab jika semua perempuan. Beraktivitas bersama,” katanya.

Saat belajar memasak, katanya, ia berinteraksi dengan narapidana narkoba asal Afrika Selatan, Katherine. Seorang bule. Mereka belajar membuat kue bersama. Meski berbeda agama dan keyakinan. Kini, Ika tengah menyiapkan agar Tini bisa bercampur dengan napi lain. Bersatu dalam sebuah kamar, dan keluar dari kamar isolasi.

“Agar berinteraksi, berdialog dan mau berbagi dan menerima perbedaan,” katanya. Selain belajar memasak kue dan roti, Ika bakal membekali Tini dengan keterampilan tata rias kecantikan. Tini bakal dilatih khusus, agar bisa tata rias.

“Akan dilatih, meski tak mahir dalam waktu cepat. Bekal untuk bekerja mandiri. Menghidupi anak.”