Sejumlah warga yang tinggal di kaki Gunung Semeru berada di antara puing-puing bangunan yang rusak akibat letusan Gunung Semeru. (Terakota/ Abdul Malik),
Iklan terakota

Terakota.id—Gunung Semeru ketinggian 3.676 meter dan permukaan laut (m.dpl) menyimpan beragam kisah dan kepercayaan masyarakat Jawa. Kisah tersebut ditulis dalam manuskrip kitab kuno “Tantu Panggelaran” yang ditulis dalam bahasa Kawi. Sebuah karya sastra yang diperkirakan ditulis abad ke-15 era Majapahit.

Dikisahkan saat itu, Pulau Jawa masih berguncang ke sana ke mari. Pulau Jawa selalu  bergerak berpindah-pindah sebab tidak ada gunung-gunung (Tanana sang  hyang  Mandaraparwwata). Bahkan belum ada manusia (nguniweh  janma manusa) maka Bathara Jagatpramana (nama lain Bathara Guru) bersemedi mayugha di Dihyang tepatnya, sekarang dikenal bernama Dieng.

Setelah bersemedi, Bathara Guru memerintahkan Hyang Brahma dan Wisnu untuk menciptakan manusia (motus ta sira ri sang hyang Brahma  Wisnu  magawe  manusa). Selanjutnya Bathara Guru memindahkan gunung Mahameru yang berasal dari Jambudwipa (India) ke Jawa. Gunung Mahameru dijadikan tindih atau paku, agar pulau Jawa berhenti bergerak atau berpindah-pindah.

Pemandangan Gunung Semeru dan Bukit Widodaren dari Jalan Persawahan Menuju Situs Jawar. (Foto : Aang Pambudi).

“Legenda ini dipercaya asal mula nama Mahameru diperoleh,” tulis Hendri Agustin dalam buku The Seven summits of Indonesia : tujuh puncak tertinggi di tujuh pulau/kepulauan besar Hendri Agustin. Mahameru adalah puncak tertinggi Gunung Semeru. Sedangkan kawah dikenal dengan sebutan “Jonggring Seloka.” Gunung Semeru merupakan gunung berapi tertinggi ketiga Indonesia, dari kejauhan Semeru berbentuk kerucut sempurna.

Memindahkan Gunung Mahameru dari India ke Jawa, memungkinkan terjadi proses  Indianisasi. Mahameru yang dianggap sebagai titik pusat alam semesta, kemudian  dipindah ke pulau Jawa sebagai poros kekuatan gunung dari gunung-gunung lain. Seperti Gunung  Kelasa, Wilis, Kawi, Arjuna, Kumukus, terjadi dari serpihan tanah yang runtuh dari Mahameru saat dipindahkan.

Bagi masyarakat Hindu di Bali, Gunung Semeru atau Mahameru dipercaya sebagai bapak Gunung Agung di Bali dan sangat dihormati. Umat Hindu di Bali menggelar upacara sesaji untuk menghormati dewa-dewa di Mahameru. Upacara penghormatan dilakukan setiap 8-12 tahun sekali kepada waktu orang yang menerima suara gaib dari dewa Mahameru. Selain itu, orang Bali sering mengunjungi Gua Widodaren untuk mendapatkan “Tirta Suci.” Gua Widodaren berada di kawasan dataran tinggi Tengger.

Menurut Nabillah Djindan dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia nama lain dari Semeru adalah Semeroe, Smeru, dan Smiru. Ejaan nama tertulis dalam peta ekspedisi Belanda pada abad ke-19. Yakni peta Beschryving van de vulkanen Semeroe en Lemongan dengan nama peta Top van den Semeroe pada 1879 yang menuliskan “Semeroe” sebagai nama toponimi Gunung Semeru.

“Sedangkan Mahameroe sebagai nama puncak yang tak terpisahkan dalam penulisan peta hingga sekarang,” tulis Nabillah. Nama gunung Semeru, katanya, terdiri dari beberapa leksem, [meru], [maha], [mahameru], dan [semeru]. Semeru merupakan nama gunung, sedangkan Mahameru merupakan nama puncak gunung. Mahameru dalam bahasa Sanskrit berarti gunung terbesar sebagai pusat persemayam para dewa.

Gunung Semeru mengeluarkan lava pijar dan awan panas pada Sabtu sore, 4 Desember 2021. Mengakibatkan 46 meninggal dan sembilan dinyatakan hilang. Sekitar 6 ribu jiwa lebih mengungsi.