Iklan terakota

Terakota.id– Warga Polowijen Kota Malang menggelar bersih desa dikemas dalam bentuk karnaval dan kirab budaya, Ahad 8 Oktober 2017. Dilanjutkan pentas seni budaya Polowijen yang diselenggarakan malam hari. “Temanya bangkitkan budaya Nusantara, Polowijen tercatat dalam sejarah terkait berdirinya kerajaan di Nusantara,” kata Isa Wahyudi, penggagas Kampung Budaya Polowijen dalam siaran pers yang diterima Terakota.id.

Sebanyak 38 kelompok seni dari masing-masing kampong dan rukun tetangga akan memeriahkan kirban budaya ini. Seluruh warga Polowijen, katanya, dilibatkan untuk upacara bersih desa ini. Isa yang akrab disapa Ki Demang menjelaskan sejarah Polowijen. “Polowijen mengalami tiga fase kejayaan,” katanya.

Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) M. Effendi menjelaskan fase pertama, Polowijen awalnya bernama Panawijyan menyandang status ‘sima’ (swatantra) pada abad ke-10. Yakni sebuah desa agraris yang maju pada jamannya. Sistem irigasi tertata dan memiliki teknologi pertanian yang maju. Memasuki akhir abad ke-12 di dalam kitab Pararaton berubah nama menjadi Panawijyen. Saat itu berkembang menjadi aliran Mandala Mahayana Buddhisme dipimpin Mpu Purwa, ayahnya Ken Dedes.

Di Panawijyen, Ken Dedes, yakni Sang Strinareswari lahir dan hidup. Dari rahim Ken Dedes lahir keturunan raja-raja besar di Jawa. Penemuan Arca Pratyaparamita atau Dewi ilmu pengetahuan tertinggi dan perkembangan Mandala Buddhis di Polowijen menjadi bukti Malang merupakan basis pendidikan lintas masa.

Fase kedua,  pada akhir 1500-an masuk agama Islam dan berkembang pesat di Polowijen seriring dengan merosotnya kekuasaan Mojopahit. Fase ini, Polowijen berdiri pondok pesantren yang diduga pesantren pertama di Malang. Sekaligus menjadi pusat penyebaran pendidikan dan agama Islam. “Sehingga Polowijen merupakan daerah basis pendidikan di Kota Malang masa itu,” ujarnya.

Fase ketiga, berkembangnya kebudayaan dan seni tradisi. Sekaligus menjadi budaya Malang salah satunya topeng Malang.  Situs makam Ki Tjondro Suwono atau dikenal Buyut Reni menjadi saksi perkembangan Topeng Malangan. Epos Panji menjadi kisah tunggal dalam kesenian tari topeng, wayang topeng, dan wayang purwa.

Bupati Malang Raden Ario Suryodiningrat yang memimpin pada akhir 1800-an menobatkan Buyut Reni sebagai Mpu Topeng Malang. Catatan sejarah membuktikan kesenian topeng bermula dan berpusat di Polowijen.