Iklan terakota
Diskusi Film Ziarah di Kalimetro pada Sabtu 20 Mei 2017 (Eko Widianto/Terakota)

Keterbatasan menjadi Kekuatan

Produksi film yang dilakukan dengan segala keterbatasan justru membuat kru lebih kreatif. Saat gala premier film lain dibuat glamor atau serba gemerlap, Ziarah memilih diputar seperti layar tancap di depan Balai Dusun Pager Jurang, Gunung Kidul pada 13 Mei 2017. Ribuan warga setempat berduyun-duyun berdatangan untuk menonton.

Pemutaran film dengan metode layaknya layar tancap juga berdampak positif untuk masyarakat sekitar. Banyak pedagang yang berjualan, ekonomi masyarakat pun bergerak. “Keterbatasan bisa menjadi kekuatan,” kata Purba Negara.

Komunitas yang menghadiri gala premier juga terkesan dan bahkan diramaikan di sosial media. Tak ketinggalan, Wakil Bupati Gunung Kidul Immawan Wahyudi hadir dalam gala premier tersebut. Dia mengaku bangga dan berterimakasih, lokasi syuting film ziarah di Gunung Kidul.

Sementara Bupati Gunung Kidul, Badingah mengajak sekitar 150 petani untuk menonton film di gedung bioskop. Mereka turun gunung menuju Yogyakarta untuk menonton film yang  diperankan warga setempat. Sehingga film ziarah disorot media, termasuk ditulis di media sosial.

Kronik Kisah Personal

Film Ziarah mengangkat kisah personal Mbah Sri yang mencari makam suaminya. Keduanya terpisah puluhan tahun setelah Agresi Militer Belanda II. Cita-citanya sederhana, dia ingin dimakamkan di sebelah makam suaminya. “Cerita sejarah biasanya mengangkat kisah tokoh terkenal,” ujar Purba.

Saat mencari makam suaminya, Mbah Sri mencapat cerita dan kesaksian dari sejumlah orang. Ceritanya beragam, ada yang menyebut suaminya ditangkap Belanda tapi ada yang cerita dia pengkhianat. “Sejarah itu tak tunggal. Sejarah itu plural,” katanya.

Purba mengangkat cerita masyarakat kebanyakan di masa perang kemerdekaan tersebut, bukan tokoh penting seperti Jenderal Sudirman atau Sukarno. Cerita disusun melalui perjumpaan dengan sejumlah pelaku sejarah dalam perang kemerdekaan di Yogyakarta. Dia menemukan beragam cerita unik dan menarik, berbeda dari narasi sejarah di buku. Kronik cerita itu dijahit dalam sebuah skenario.

“Bertemu Mbah Barjo, dia membawa bambu runcing berjaga di sungai. Ada tentara Belanda yang tengah cuci muka ditusuk dengan bambu runcing,”

BW Purba Negara melakukan riset dengan membaca beragam buku pendukung. Seperti buku pokok-pokok gerilya karya AH. Nasution dan buku sejarah lain sebagai bahan untuk membuat film yang berlatar belakang sejarah Agresi Militer Belanda II.

Penata Artistik, Arief A. Yani mengaku banyak dibantu dan didukung masyarakat. Sebagian properti berasal dari masyarakat setempat yang digunakan selama di lokasi syuting. “Mereka menawarkan beragam properti untuk mendukung proses syuting,” ujarnya.

Dalam tempo dua hari total sebanyak 5.251 pasang mata menonton. Beragam penghargaan telah diterima Film Ziarah, antara lain Skenario Terbaik versi Majalah Tempo 2016, Nominasi Penulis Skenario Festival Film Indonesia 2016, dan Nominasi Film Terbaik – Apresiasi Film Indonesia 2016.

Pemeran Mbah Sri, Mbah Ponco Sutiyem asal Gunung Kidul dinominasikan sebagai aktris terbaik di Festival Film Tingkat ASEAN (ASEAN International Film Festival and Awards-AIFFA). Nominator sutradara dan film terbaik. Film Ziarah menyabet gelar Best Screenplay dan Special Jury dalam AIFFA.