Sutradara, penulis sekaligus produser film Ziarah, BW Purba Negara dalam diskusi film yang diselenggarakan terakota.id di Kalimetro, Sabtu 20 Mei 2017 (Eko Widianto/Terakota)
Iklan terakota

Terakota.id – Bermodal cekak, namun berkat good work mampu memproduksi film ziarah dengan kualitas tinggi. Terbukti film yang diputar serentak sejak 18 Mei 2017 di seluruh bioskop ini mendapat penghargaan dari beragam festival nasional dan internasional.

“Bujet terbatas tetapi kualitas tetap yang utama,” kata BW Purba Negara, sutradara, penulis sekaligus produser film Ziarah dalam bincang film yang diselenggarakan terakota.id di Kalimetro, Sabtu 20 Mei 2017.

Dia mengaku menemukan banyak jalan dan keajaiban dalam proses produksi film ini. Film yang diproduksi oleh beberapa komunitas ini, diperkirakan menyedot dana hingga Rp 500 juta. Setelah proses produksi total biaya mencapai Rp 150 juta.

Dana digunakan untuk properti, menyewa peralatan dan proses produksi pendukung. Bahkan sebagian teman memberikan dukungan dengan memberi fasilitas untuk proses produksi. Seperti fasilitas studio untuk editing paska produksi yang diberikan cuma-cuma oleh Studio Super 8 Milimeter Jakarta.

“Saya ingin menepis jika film independen dikerjakan secara amatiran,” katanya.

Film independen seperti Ziarah dikerjakan oleh tenaga professional yang telah teruji mengerjakan beragam film dan bisa berbicara banyak di berbagai festival film. Proses kreatif film ziarah cukup panjang, Purba menulis naskah 2013. Awal 2014 melakukan persiapan dan syuting dilakukan sepanjang 2015. Sedangkan proses produksi selesai Oktober 2016.

“Awalnya, film diputar di ruang kebudayaan, komunitas film dan festival,” katanya.

Namun, ada desakan dari sejumlah komunitas dan teman untuk diputar di bioskop. Saat memasukkan ke bioskop jejaring nasional, relative tak mengalami banyak kendala. Lantaran film Ziarah telah dikenal setelah banyak diulas media dan memenangkan sejumlah festival. Usai diputar di bioskop, Purba akan menemui penonton yang tak bisa menjangkau ke gedung bioskop. Layar tancap dipilih untuk menyapa akar rumput.

“Waktunya film alternatif masuk ke ruang publik seperti bioskop,” ujar Purba.

Sebelumnya, film Siti dan Istirahatlah kata-kata merupakan salah satu film independen atau film alternatif yang diputar dibioskop. Sebenarnya, masih banyak film independen lain yang layak mendapat ruang dengan diputar di bioskop. Agar film alternatif bisa dinikmati publik secara luas. Sekaligus memberikan pendidikan kepada penonton jika film beragam.

“Sebentar lagi film Turah, harus kita dukung. Sebagai kreator Film, saya melanjutkan tongkat estafet bergerilya dengan karya independen,” ucapnya.

Purba berharap film independen terus berkesinambungan masuk ke bioskop. Agar semakin luas penonton yang disasar dan ruang apresiasi yang juga lebih luas.  “Kita memiliki kesempatan mewacanakan isu yang lebih beragam dan penting di film,” katanya.