
Oleh : Muhammad Fadeli*
Terakota.id-Problem krusial dihadapi negara-negara berkembang adalah kemiskinan dan gizi buruk, hal ini disebabkan standar hidup layak belum terpenuhi. Kemiskinan, gizi buruk menjadi tantangan setiap pemerintah Indonesia. Setiap pemerintahan berganti selalu menjadi perdebatan, penanganan kemiskinan dan gizi buruk bahkan menjadi isu-isu politik.
Malnultrisi telah mengancam kesehatan dan kesejahteraan dan masa depan banyak anak-anak di negara berkembang, termasuk di Indonesia. Menurut data nasional, terdapat 18,4 persen anak-anak di bawah usia lima tahun yang mengalami kekurangan berat badan dengan angka pertumbuhan di bawah normal (stunting) sebesar 36,8 persen yang merupakan indikator adanya kekurangan nutrisi yang kronis.
Badan Dunia untuk pendanaan bagi anak-anak atau United Nations Children’s Fund (UNICEF) menyatakan ada dua penyebab langsung terjadinya kasus gizi buruk. Yakni kurang asupan gizi dari makanan dan akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi.
Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat menjadi unsur penting dalam pemenuhan asupan gizi yang sesuai di samping perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan. Dampak Covid-19 pada kebutuhan ekonomi keluarga berakibat pada pemenuhan gizi. Hal ini membahayakan masa depan suatu generasi jika tidak ada solusi yang tepat dan cepat.
Disisi lain upaya mengatasi Pandemi Covid-19 pemerintah mewajibkan masyarakat untuk menjaga protokol kesehatan yaitu menjaga jarak, memakai masker dan mencuci tangan dengan air mengalir. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/382/2020 Tentang Protokol Kesehatan Bagi Masyarakat di Tempat dan Fasilitas Umum Dalam Rangka Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Dikuatkan lagi melalui Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian Covid-19. Tidak cukup dengan itu, kini Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden RI Nomor 99 Tahun 2020 tentang pengadaan vaksin dan pelaksanaan vaksinasi dalam rangka penanggulangan pandemi Covid-19.
Anggaran yang dikeluarkan Pemerintah dalam menaggulangi Covid-19 pasti sangat besar ditengah keterpurukan ekonomi. Jika tidak dibarengi kasadaran masyarakat mentaati protokol kesehatan termasuk kesadaran menjaga pola hidup sehat maka biaya besar tersebut akan mubazir.
Kesadaran dan kemandirian dalam menjaga imunitas tubuh oleh masyarakat dan kelompok-kelompok masyarakat harus didorong dan difasilitasi negara. Negara harus hadir dalam pemenuhan gizi masyarakat serta perubahan budaya dalam pengelolaan pangan secara mandiri.
Kemandirian dalam mengatasi pandemi Covid-19 sebenarnya nampak didepan mata. Kondisi alam Indonesia yang subur memungkinkan tumbuhnya berbagai macam tanaman herbal duntuk dimanfaatkan sebagai produk olahan makanan minuman sehat.
Bahkan nenek moyang kita sudah terbiasa dengan minuman ramuan rempah-rempah alias jamu untuk menjaga kebugaran tubuhnya. Pertanyaanya bagaimana literasi masyarakat kita terhadap tanaman atau tumbuhan yang mempunyai kegunaan atau nilai lebih dalam pengobatan, mengandung nutrisi alami?.
Potensi tanaman yang mengandung sumber nutrisi alami ada dan tumbuh subur bahkan liar ada di sektar kita tinggal bagaimana kita memanfaatkannya. Salah satunya adalah kelor (moringa oleifera). Hidup secara liar di pekarangan, kebun sebagai pagar pekarangan, pembatas sawah.
Di Indonesia, tanaman Kelor dikenal dengan berbagai nama. Masyarakat Sulawesi menyebutnya kero, wori, kelo, atau Keloro. Orang-orang Madura menyebutnya maronggih. Di Sunda dan Melayu disebut Kelor. Di Aceh disebut murong. Di Ternate dikenal sebagai kelo. Di Sumbawa disebut kawona. Sedangkan orang-orang Minang mengenalnya dengan nama munggai.
Menilik kandungannya, Kelor layak mendapat sebutan “Miracle Tree” atau “Trees of Life” dan saya menyebutnya super nutrisi. Bukan tanpa alasan, kandungan super nutrisi yang dimiliki Kelor telah diverifikasi oleh berbagai lembaga ilmiah dan perguruan tinggi di berbagai belahan dunia. Dan, informasi tersebut kemudian digunakan untuk gerakan kemanusiaan mengatasi malnutrisi (gizi buruk) di negara-negara miskin di Afrika. Jutaan orang telah dapat diselamatkan dengan mengonsumsi Kelor.
Disisi lain banyak Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian yang telah mempelajari Kelor diantaranya adalah Yale University, University of Wisconsin, Johns Hopkins University, United Nations University, Universitas Heidelberg, Jerman, University of Zimbabwe, Afrika Perdue Universitas, East Carolina University, Ferrara University, Italia Wageningen University, Belanda · University of Calcutta, India.
Hasil-hasil penelitian ilmiah tentang Kelor dipublikasikan dalam Jurnal Ilmiah seperti Human & Experimental Toksikologi, Journal Internasional tentang Ilmu Pangan & Gizi, Environmental Science & Technology, Indian Journal of Experimental Biology · Ekologi Pangan dan Gizi, European Journal of Farmakologi, British Journal of Nutrition · Journal of Applied phycology, Phytomedicine Journal of Medicinal Food, Journal of Ethnopharmacology.
Sementara di Negara kita tanaman kelor tumbuh subur menjadi pagar pekarangan, pembatas tanah dan lahan. Ironisnya melekat image mistis, dianggap masyarakat sebagai tumbuhan untuk memandikan mayat, mengobati kesurupan, penghilang jimat dan susuk, pemusnah aji-aji.
Padahal kelor mengandung 15 kali potasium pisang, 10 kali vitamin A wortel, 17 kali calsium susu, 25 zat besi bayam, 50 persen vitamin C jeruk, dan 9 kali protein yogurt dan masih banyak lagi keistimewaan kelor. Sehingga kelor disebut tanaman ajaib. Tidak hanya itu, Kelor juga mengandung lebih dari 40 antioksidan dan 90 jenis nutrisi berupa vitamin essensial, mineral, asam amino, anti-penuaan dan anti-inflamasi.
Kelor mengandung 539 senyawa yang dikenal dalam pengobatan tradisional Afrika dan India (Ayurvedic). Serta telah digunakan dalam pengobatan tradisional untuk mencegah lebih dari 300 penyakit.
Berbagai bagian dari tanaman Kelor seperti daun, akar, biji, kulit kayu, buah, bunga dan polong dewasa, bertindak sebagai stimulan jantung dan peredaran darah, memiliki antitumor, antipiretik, antiepilepsi, antiinflamasi, antiulcer, antispasmodic, diuretik, antihipertensi, menurunkan kolesterol, antioksidan, antidiabetik, kegiatan hepatoprotektif, antibakteri dan antijamur.
Kandungan nutrisi yang luar biasa dari Kelor, menjadikannya kandidat utama digunakan mengatasi masalah malnutri atau kekurangan gizi pada balita dan ibu hamil atau menyusui. Selain itu, kelor pun menjadi asupan gizi tinggi yang murah dan mudah didapat oleh masyarakat miskin di desa tertinggal. Tidak heran jika organisasi kesehatan dunia WHO merekomendasikan kelor sebagai solusi mengatasi malnutrisi dan gizi buruk di negara-negara berkembang.
Ditengah pandemi Covid-19 seperti ini beban keluarga semakin berat untuk memenuhi gizinya. Akibatnya sudah banyak merenggut nyawa, setiap hari data dari gugus tugas terkonfirmasi dan meninggal dunia semakin meningkat walaupun angka kesembuhan juga tidak bisa dinafikan.
Upaya penegakan protokol kesehatan melalui PSBB dan kini PPKM sedang dijalankan, semata untuk menyelamatkan warga negara dari wabah covid 19. Pertanyaannya sampai kapan Covid-19 berlalu?, tidak ada satu pihakpun mampu menjawab.
Adalah hidup berdampingan dengan firus masalahnya adalah bagaimana upaya-upaya konkrit harus dilakukan untuk meningkatkan imunitas tubuh. Optimisme harus tetap dibangun melalui peningkatan imunitas tubuh secara mandiri atau berkelompok dalam pemenuhan pangan bergizi.
Mengapa kita tidak beralih pada kelor sebagai solusinya ?. Kelor adalah solusi yang paling murah dan mudah mengatasi kebutuhan nutrisi harian keluarga. Melalui gerakan tanam dan manfaatkan sebagai bentuk kesadaran dan kemandirian dalam menjaga imunitas tubuh.
*Penulis adalah Keloris Indonesia, Dosen Prodi Ilmu Komunikasi FISIP Ubhara Surabaya
**Setiap artikel menjadi tanggungjawab penulis. Pembaca Terakota.id bisa mengirim tulisan reportase, artikel, foto atau video tentang seni, budaya, sejarah dan perjalanan melalui surel : redaksi@terakota.id. Subjek : Terasiana_Nama_Judul. Tulisan yang menarik akan diterbitkan di kanal terasiana.

Merawat Tradisi Menebar Inspirasi