Kekasih Tak Boleh Pergi!

Iklan terakota

Terakota.id–Saya kira tepat mengaitkan ulasan ini dengan frasa “dari buku ke buku”. Ini untuk menghormati wartawan Kompas yang baru saja wafat, P. Swantoro. Dia menulis buku yang judulnya “Dari Buku ke Buku”, selain “Masa Lalu Selalu Aktual”. Dia memang wartawan yang latarbelakangnya sejarawan.

Sumbangan Swantoro jelas, agar kita mengasyiki dan menyeriusi buku-buku. Buku dan kita terjalin hubungan yang interaktif, bukan romantis. Interaktif ialah diskusi, romantis ialah dibiarkan tak terjamah. Buku dan kita harus berjanji jalan bersama-sama.

Jangan kita seperti Didi Kempot, yang tinggal pergi kekasihnya di Stasiun Balapan. Katanya, kekasihnya cuma pergi sebentar, tetapi nyatanya lama sekali tak kirim kabar. Buku ialah kekasih kita. Jangan biarkan kita patah hati, karena kekasih pergi. Kekasih tak boleh pergi!

Kolom saya ini, agak teknis, mengulas buku-buku petunjuk penulisan esai. Sebenarnya, saya termasuk yang tidak suka mengajarkan ke khalayak yang ingin menulis berdasarkan rujukan buku-buku teks. Tapi, kali ini tidak. Beberapa buku, mari kita tengok sepintas lalu.

Dorothy E Zemach  dan Lisa A Rumisek, Academic Writing, from paragraph to essay, (Oxford: Macmillan, 2005). Lazimnya yang lain, mereka membagi petualangan menulis kita ke tiga babak: sebelum menulis (pre-writing), menulis (writing), dan pasca-menulis yakni membaca ulang dan merevisi (reviewing and revising).

Kini, kita cek apa saja yang perlu disiapkan pada tahap pre-writing. Ada tiga. Carilah topik. Kembangkan gagasan (gather ideas). Organisasikan! Itu saja. Lalu, kita masuk ke tahap aksi: menulislah!

Tuangkan pokok-pokok pikiranmu ke alinea-alineamu hingga yang terakhir. Hal-hal yang dianggap penting, cantolkan dengan rujukannya. Selanjutnya, baca ulang, cek hal-hal yang perlu dikoreksi kaidah kebahasannya. Struktur tulisannya, apakah sudah mengalir. Lalu, jatuhkan keputusan finalnya, ketika tulisan sudah dianggap cukup.

Zemach dan Rumisek kemudian mengajak kita ke berbagai latihan, dari mencari topik hingga babak akhirnya.

Di buku lain, Munling Shields, Essay Writing, A Student’s Guide (London: Sagepub, 2010), dijelaskan jenis-jenis esai. Hanya ada dua: esai penilaian (judgement essay) dan esai eksplorasi (exploratory essay).

Esai penilaian mengharuskan Anda mengambil sikap. Esai Anda harus didasarkan pada fakta atau bukti. Tentu saja, Anda harus mengatur fakta-fakta ini sedemikian rupa, sehingga meyakinkan pembaca tentang kekuatan pendirian atau sudut pandang Anda (apakah Anda memilih menegaskannya di awal atau dalam kesimpulan). Untuk membuat esai penilaian, Anda perlu membuat sebuah kasus atau argumen untuk mempertahankan sudut pandang.

Esai eksplorasi mengharuskan Anda memeriksa dan menyelidiki suatu masalah secara terperinci. Tidak berarti Anda tidak harus melihat informasi secara kritis, kendati jenis esai ini tidak mengharuskan Anda mengambil posisi. Yang diinginkan adalah penjelasan yang jelas dan seimbang – bukan memperdebatkan sudut pandang tertentu. Kebutuhan esai ini penyajian informasi secara logis dan terstruktur.

Shields lantas mengajak pembaca berlatih berpikir dan menulis dua jenis esai tersebut. Tapi, di bagian lain dia menambahkan dua jenis lain: esai tinjauan kepustakaan (review literature) dan esai reflektif. Yang pertama, terkait kemampuan merangkum dan membahasakan kembali. Yang kedua unik, karena bergaya informal. Ingatlah, kata Shields, refleksi selalu personal, gunakan gaya dan pilihan bahasa yang tidak terlampu formal (less formal).

Kita lanjutkan ke buku lain. Kali ini, Nigel Warburton, The Basics of Essay Writing (London dan New York: Routledge, 2006). Ada ungkapan menarik dari Warburton, “Essay writing is at the heart of education”. Esai itu jantungnya pendidikan.

Apapun yang Anda pelajari, pada titik tertentu Anda akan diminta menulis esai. Dan jika Anda tidak melakukannya, Anda mungkin tidak akan pernah mampu menenun intisasri yang telah Anda pelajari. Jika Anda tidak dapat menulis esai yang baik, terutama di bawah kondisi ujian, Anda tidak akan pernah berhasil di bidang ini. Beberapa siswa gagal mencapai potensi mereka hanya karena mereka tidak memahami prinsip-prinsip dasar penulisan esai.

Postulat penting ini perlu kita camkan: menulis itu berpikir. Kebanyakan penulis membuat rencana samar sebelum menulis – beberapa judul, kata kunci, urutan, perhubungan gagasan, dan kesimpulan. Rencana, strategi, perlu dipikirkan.

Kata Warburton, menulis itu kegiatan yang aneh. Jika Anda memiliki gagasan untuk ditulis, itu sungguh menakjubkan. Saya kira ini pernyataan yang tidak main-main. Manusia menulis, hewan tidak. Kita ingat retorika ceramah Buya HAMKA, “Kalau hidup sekadar hidup, babi di hutan pun hidup. Kalau bekerja sekadar bekerja, kera juga bekerja”. Tapi, babi dan kera, tak dapat menulis!

Saran Warburton lain yang penting ialah, jangan suka menuda penyelesaian tulisan Anda. Manajemen, pengaturan waktu, dan konsentrasi penuh, perlu. Warburton, sebagaimana saya juga sarankan, menulis esai ringan metode bertanya dan menjawab. Menemukan kembali, apa yang sebenaranya Anda maui itulah masalahnya. Riset itu penting. Konfirmasi sumber, ketepatan penulisan, bisa dicek lewat internet.

kekasih-tak-boleh-pergi
@pngdownload.id

Memulai, menengahi, dan mengakhiri esai kita, bagaimana lazimnya? Memulai ialah ketika Anda berhadapan dengan kertas atau layar kosong yang mengintimidasi. Menengahi ialah membuat bagian tengah tulisan Anda seperti isian sandwich. Di sinilah argumen utama Anda menjadi-jadi. Di sini setiap paragraf harus melakukan dua hal: membuat poin yang relevan; dan dukunglah dengan bukti, kutipan, argumen atau contoh.

Mengakhiri ialah memastikan pembaca Anda memahami. Paragraf kesimpulan yang baik bisa sangat singkat, hanya beberapa kalimat. Kesimpulan yang memutar ulang seluruh argumen tidak ada gunanya lagi. Demikian Warburton.

Selanjutnya kita ambil Ethan Sawyer, College Essay Essentials, A Step-by-Step Guide to Writing a Successful College Admissions Essay (Illinois: Souercebooks, 2016). Buku ini diawali dengan banyak pertanyaan sehari-hari sebagai brainstorming. Ini penting untuk melatih imajinasi. Hingga Anda menemukan nilai. Nilai Anda ialah, apa yang Anda impikan dan aspirasikan.

Sawyer lantas mengajak kita pada pentingnya menyusun kalimat. Ada dua jenis struktur yang perlu dicatat: struktur naratif, menggunakan sebab dan akibat (di mana satu momen mengarah ke yang berikutnya). Selanjutnya, struktur montase, secara tematis (semua momen berhubungan dengan gagasan umum). Buku yang memang ditujukan ke para siswa ini, dipenuhi latihan-latihan. Sehingga, manakala Anda terbiasa membuat esai reflektif, seperti merasa terpenjara oleh hal-hal yang formal.

Masih banyak buku lain tentang teknis menulis esai. Dan, masalah akan segera muncul manakala Anda tak segera ambil tindakan. Keluar dari buku-buku itu, dan seperti Swantoro, segera menulis.