peneliti-budaya-panji-lidya-keiven-budaya-panji-sumber-inspirasi
Lidya Keiven meneiliti relief di Candi Penataran Blita, menemukan kisah dan budaya Panji. (Foto : dokumen pribadi).
Iklan terakota

Reporter : Imam Rosyadi

Terakota.idDekan Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang Utami Widiati risau, tak banyak peneliti dan pakar budaya Panji di Indonesia. Ia mengaku prihatin sedikit mahasiswa yang tertarik meneliti budaya Panji.

“Mengapa Ibu Lidya Keivan jauh-jauh dari Jerman ke Indonesia meneliti panji? Menjadi ahli Panji?,” katanya saat membuka kuliah tamu 25 Juli 2018.

Utami mengajak mahasiswa untuk peduli terhadap budaya warisan leluhur, budaya Panji. Kuliah tamu bertema,“menelisik lakon Panji melalui metodologi penelitian seni” menggugah semua pihak untuk peduli terhadap budaya Panji. Kuliah tamu dihadiri dosen, mahasiswa, pegiat seni dan budayawan.

Lidya Kieven di hadapan para pemerhati budaya Panji menunjukkan sejumlah foto relief Panji di sejumlah candi di Indonesia. Meliputi Candi Penataran Blitar, Candi Gambarwetan Blitar, Candi Mirigambar Tulungagung, Candi Jago Malang, Candi Prambanan Seleman Yogyakarta, Candi Kendalisodo Gunung Penanggungan, dan candi lainnya.

Ia menjelaskan dua topik yakni relief Panji di sejumlah candi dan kesenian Panji. Ia berpesan kepada semua pihak jika sastra, kesenian, dan tradisi Panji bisa menjadi sumber inspirasi. Selain itu untuk menghargai tradisi, harus didukung identitas budaya dan belajar mengerti nilai budaya Panji.

Lidya berharap budaya Panji tak hanya sebagai objek kesenian, penelitian, dan tontonan. Budaya Panji memiliki nilai-nilai dan pesan kepada generasi muda.  “Silahkan jadikan Panji inspirasi. Berkreasi dan menciptakan lakon Panji,” ujarnya.

Lidya memaparkan kesenian kuno di situs-situs Hindu dan Budha. Ia menunjukkan sejumlah kesenian yang diambil dari cerita Panji. Seperti wayang, kidung Panji, dan tari topeng.

Kesenian kuno itu, katanya, awalnya dipopulerkan melalui relief-relief di candi zaman Majapahit. Serta tertuang dalam arca kuno yang mengisahkan tentang tokoh Panji dan Candrakirana.

Emosi jiwa Lidya membuncah, kedua mata berkaca-kaca saat menyampaikan Festival Panji saat mengetahui tak banyak yang peduli dengan budaya Panji. Ia melontarkan pertanyaan kepada pelaku seni budaya Panji di Malang.

“Ketika Festival Panji yang diselenggarakan di Malang, adakah yang datang dalam acara itu? Coba angkat tangan,” ujar Lidya.

Saat itu, hanya tiga orang yang mengacungkan jari. Kenyataan itu menunjukkan jika tak banyak yang mencintai budaya sendiri. Lidya menilai jika bangsa Indonesia kurang menghargai budaya dan seni.

“Jangan sampai budaya Panji diperlakukan seperti Candi Borobudur oleh wisatawan. Banyak yang naik ke atas, ada apa? Kosong,” tutur Lidya Kieven.

Kesenian dan budaya Panji, katanya, menjadi sumber inspirasi untuk belajar mengerti nilai kehidupan. Sekaligus menghargai dan mendukung identitas budaya. Tidak hanya sebagai objek kesenian, objek penelitian dan tidak hanya sebagai latar belakang untuk berswafoto alias selfie.

Lidya Keiven mengajak seluruh masyarakat untuk meneliti budaya Panji. Lantaran masih banyak yang harus terus digali.