Seorang warga sekitar memperhatikan lokasi penemuan arung atau saluran air bawah tanah. (Terakota/ Zainul Arifin),
Iklan terakota

Terakota.id – Lubang galian berbentuk segi empat sedalam sekitar 2,5 meter dibiarkan terbuka. Lubang berada di permukiman warga Jalan Kanjuruhan, Watugong, Tlogomas, Lowokwaru, Kota Malang. Warga menggali lubang instalasi pengolahan limbah (IPAL) komunal menemukan lorong kecil selebar 50 sentimeter saat menggali tanah.

Di lorong, tampak tetesan rembesan air. Bukan rongga tanah biasa, melainkan arung atau saluran air bawah tanah berusia ratusan tahun. Proyek pengerjaan IPAL komunal dihentikan sementara. Kawasan Watugong, lokasi penemuan arung diyakini dulu merupakan sebuah permukiman tua.

Permukiman peradaban Hindu-Budha pada abad 12 Masehi. Arung merupakan teknologi terapan di masa itu untuk menyalurkan air bersih bagi kebutuhan sehari-hari.  “Arung ini semacam kanal bawah tanah untuk menangkap air dari sumber. Itu ada rembesan airnya,” kata arkeolog Universitas Negeri Malang, Dwi Cahyono.

Panjang arung diperkirakan sekitar 100 meter. Titik awal di sisi timur cenderung sempit, mendekati sumber mata air atau kawasan resapan air. Arung semakin melebar untuk mengalirkan air ke mulut arung di sisi barat dekat Kali Metro. Di mulut arung air ditampung dalam beberapa kolam untuk kebutuhan air bersih masyarakat saat itu.

Lokasi membangun arung di dekat sumber air menjadi hal umum masyarakat saat itu. Kebiasaan mengejar punjering banyu atau mendekat ke sumber mata air saat mendirikan sebuah permukiman. Sedangkan untuk kepentingan irigasi persawahan, diambil dari sungai terdekat.

Pembangunan arung dilakukan oleh orang-orang dengan keahlian khusus. Di masa kuno, pekerja khusus itu disebut undagi pangarung. Teknologi yang mulai muncul masa Mpu Sindok abad 8 Masehi dan semakin berkembang di masa transisi Singasari ke Majapahit pada abad 12 Masehi.

“Itu jenis pekerjaan yang beresiko tinggi. Di sejumlah prasasti menyebutkan tentang pekerjaan itu,” ujad Dwi.

Arkeolog M. Dwi Cahyono dan warga setempat memperhatiakn lokasi yang diduga sebagai kolam penampungan air di titik keluar arung. (Terakota/Zainul Arifin).

Penemuan arung itu jadi bukti sejarah jika pada masa kuno di Dusun Watugong, Tlogomas, sudah ada permukiman. Sekitar 50 meter dari lokasi temuan arung, terdapan Punden Watugong. Apalagi wilayah ini dekat dengan Kali Metro dan Sungai Braholo, sungai suci dan penting di jaman Hindu – Budha. Kawasan ini jadi tempuran atau titik pertemuan kedua sungai itu.

Bentuk arung seperti ini cukup sering ditemukan di kawasan lain di sekitar Kalimetro, Sungai Braholo maupun Sungai Brantas. Salah satunya juga ada di dekat Situs Karuman, Tlogomas. Ada banyak peninggalan prasejarah berserakan di kawasan yang ada sepanjang aliran sungai itu.

Sekitar 500 meter dari Watugong, ada reruntuhan candi di Kelurahan Klandungan. Dahulu bernama Wurandungan, desa perdikan yang ditulis dalam Prasasti Pamotoh atau Ukir Negara bertarikh 1120 Saka (1198 Masehi).

Berbagai peninggalan arkeologis mulai masa megalitik hingga periode Hindu – Budha kerap ditemukan di kawasan ini. Ini menegaskan populasi masyarakat di wilayah ini sudah cukup tinggi sejak masa kuno.