
Terakota.id-–Usai adzan Isya berkumandang, Pendapa Hazim Amir, Dewan Kesenian Malang (DKM) riuh ramai. Berderet penonton dan penikmat teater duduk di di depan pendapa. Siluet penonton terlihat dari balik bentangan kain putih yang terbentang di pendapa, sebagai latar belakang panggung.
Terbentang pita bercorak kuning-hitam tertempel di kanan kiri kain. Lampu utama dimatikan, gulita menyelimuti pandang penonton. Dua laki-laki muda bertelanjang dada menapak panggung. Seorang aktor bertubuh lebih berisi duduk terdiam di kanan panggung. Di sebelah kiri panggung, seorang lainnya merebahkan diri di lincak, kursi dari kayu.
Secara perlahan laki-laki jangkung bangkit dari lincak. Tangannya meraih kaleng bekas berbahan alumunium. Sambil berteriak “kanan…kiri…kanan..kiri…kanan..”, kakinya mengikuti intruksi arah yang diucapkannya. Makin lama tempo makin cepat, kedua tangannya mengadu kaleng hingga menimbulkan bunyi yang memekakkan telinga.
Langkah kaki aktor makin membabi buta. Sambil buru-buru berlalu, kakinya menyeret kaleng bekas. Mengelilingi pelataran pendapa, ia menaiki lincak lantas turun lagi. Beberapa kali ia terjerembab, tak terdengar keluh aduh dari mulutnya. Hanya suara bising yang ikut berhenti saat ia menghentikan aktivitasnya.
Aktor dengan tubuh berisi masih saja terduduk diam. Hingga tak lagi kuasa menahan bising, ia berdiri. Mencari sumber suara, badannya tergerak menuju si laki-laki lain yang kini ganti terdiam. Langkahnya terhenti ketika tali yang tertambat pada dirinya terulur habis. Ternyata ia terikat pada tiang. Semakin meronta, botol bekas yang tergantung sepanjang tali semakin terguncang memicu bunyi.
Kedua aktor itu saling mengisi ruang panggung. Inilah pertunjukan teater berjudul Kahanan, disutradarai M. Ilham. Ilham menuturkan melalui adegan ini, ia sedang menggambarkan dua sikap manusia dalam menghadapi kondisi kota. “Satunya acuh tak acuh pada kericuhan di kota, polusi suara, bunyi-bunyi kendaraan. Sementara yang lain menunjukkan sikap tak suka, bersuara dengan segala keterbatasannya,” ujar Ilham.
Mahasiswa Jurusan Hukum Keluarga Islam angkatan 2018 Universitas Islam Malang ini mengisahkan sajian teater ini merupakan kegelisahan aktor, sutradara dan anggota Teater Wayang Tuhan. “Kahanan itu keadaan. Kita tinggal di kota, resah terhadap kahanan kota mulai dari kondisi udara hingga kebisingan-kebisingan suara,” kata Ilham.
Ilham yang berasal dari Borneo mengaku kondisi udara Kota Malang kini cukup memprihatinkan. Pengendara di jalanan juga semakin sembrono. Inilah fenomena perkotaan.
“Adegan teriak ‘kanan kiki kanan kiri’ diiringi suara situasi perkotaan menggambarkan pergerakan pengendara di perkotaan, bergerak berbenturan, mengganggu pengendara lain. Tak tahu arah jalan, mengganggu pengendara lain,” kata Ilham memaparkan.
Melalui penampilan karya M. Khoirul Anam ini, Ilham mengajak semua pihak untuk lebih peduli dengan kondisi sekitar. Merespon fenomena perkotaan di sekitar kita. “Kalau bukan kita sendiri siapa lagi yang mau mengubah kondisi ini? Tak semua orang suka keramaian, apalagi pengguna knalpot yang menimbulkan polusi suara,” tandas Ilham.
Teater Wayang Tuhan
Teater Wayang Tuhan merupakan salah satu Badan Semi Otonom BSO) Fakultas Agama Islam, Universitas Islam Malang. Organisasi yang terbentuk pada 6 April 1998 awalnya bernama Teater Salanser. Hingga kepengurusan 2007 berganti nama Teater Wayang Tuhan. Selama pandemi Teater Wayang Tuhan turut terdampak. Program kerja tersendat.
“Anggota banyak yang pulang. Panitia penyelenggara penampilan Kahanam dari anggota yang masih berada di Malang. Ada 10-an orang,” ujar Ilham. Persiapan tampilan Kahanan dilakukan lebih dari sebulan. Penampil dua orang, dari angkatan 2018 dan 2019. Alamun Najib dan M. Khoiril Basyar.

Penampilan teater berjudul Kahanan ini menjadi tampilan pertama gelaran Parade Teater Saling Kunjung bertajuk Udara Segar pada Kamis, 1 April 2020. Parade teater menjadi program kerja Badan Pengurus Harian (BPH) Teater Dewan Kesenian Malang. Ketua pelaksana Parade Teater Saling Kunjung Nila Fatika Sari mengatakan upaya pengumpulkan komunitas-komunitas teater se-Malang Raya sudah lama diagendakan BPH Teater.
“Rencananya akhir 2020 kemarin digelar parade teater, baru terwujud sekarang,” kata Nila. Nila mengaku pandemi Covid-19 ini berpengaruh pada iklim perteateran, khususnya di Malang. Teater-teater di sekolah misalnya, katanya, tak berpartisipasi pada kegiatan ini sebab masih vakum kegiatan ekstrakulikuler dan siswa belajar daring.
“Mengundang komunitas teater baik di kampus maupun luar kampus. Terkumpul 6 komunitas teater. Dibuka dengan gelaran tampilan tari dari 10 kelompok penari pada 1 April kemarin,” ujar Nila memaparkan. Persiapan gelaran parade teater ini dilakukan selama 1,5 bulan. Tiketing diberlakukan pada penonton.
“Baru kali ini pertunjukan teater di DKM diadakan dengan sistem tiket. Upaya mencari dana selain dari sponsor. Tiketing sharing 50 banding 50 antara DKM dan penampil,” katanya.
