
Terakota.id—Sungai Amprong membelah wilayah Malang, anak sungai Brantas ini menjadi salah satu sungai penting di Malang. Sungai berada di kaki area perbukitan bernama Gunung Buring. Dalam peta rupa bumi pada 1811, disebut sebagai Gunung Malang. Gunung Malang merupakan nama kuno Gunung Buring. Di kaki Gunung Malang terdapat dusun bernama Kebalon.
Kawasan ini dulu merupakan pusat peradaban dan permukiman ramai. Mulai masa Singhasari sampai Majapahit. Kini daerah itu menjadi salah satu daerah yang tertinggal dibandingkan wilayah lain di Kota Malang.
Arkeolog Universitas Negeri Malang, M. Dwi Cahyono menyebut toponimi Kabalon disebut dalam kitab gancaran (prosa) Pararaton pada akhir abad 15. Serta Kabalan dalam Kakawin Nagarakretagama pada 1365. “Menunjukkan permukiman kuno berlangsung dalam kurun waktu amat panjang,” kata Dwi.

Perjalanan sejarahnya panjang, penamaan pada abad ke 13 Kabalan sedangkan abad ke 15 berubah menjadi Kabalon dan kini menjadi Kebalon. Pada serat Pararaton Kabalon merupakan desa kuno (thani) yang menceritakan Kabalon sebagai permukiman agraris dan perajin (undagi) emas. Masyarakat Kabalon piawi membuat kerajinan emas . Banyak perajin emas yang handal.
“Pangawaking dharmmakancanasiddhi ataukepandaian membuat emas dengan sempurna,” kata Dwi. Sehingga kepala lingkungan tetua (tuha) dari Turyantapada (Sekarang Turen) bernama Pu Palot memesan barang kerajinan emas di Kabalon. Pu Palot menyarankan “anak asuhnya”, , Ken Angrok, setamat belajar keterampilan dasar merajin emas mematangkan keahliannya kepada hyang buyut, yakni perajin emas di Kabalon.
Nagari Kabalan, Negeri Subur
Pararaton juga menyebut Kabalon sebagai permukiman para pertapa atau panapen. Lokasi Kabalon terbilang stategis, berada di daerah aliran sungai Amprong yang subur untuk pertanian. Kondisi sosio kultural ini menjadi faktor internal Raja Majapahit Hayam Wuruk memilih Kabalon sebagai pusat pemerintahan (kadatwan) dari kerajaan vasal (nagari) Majapahit.
Ada dua vasal Majapahit di kawasan timur Gunung Kawi yakni Nagari Kabalan, dan Nagari Tumapel. Kedua Nagari dipisahkan sungai Amprong. Dalam kitab Nagarakretagama pada pupuh 7.4 Nagari Kabalan dipimpin Dyah Kusumawarddhani. Yakni putri tertua Maharaja Hayam Wuruk dalam perkawinannya dengan Indudewi.
Kusumawarddhani merupakan suami Wikramawardana. Wikramawardana yang bakal menggantikan Maharaja Hayam Wuruk. Itu terjadi, katanya, pada masa akhir Majapahit. “Ini vasal istimewa karena putri mahkota ditempatkan di situ,” katanya.
Kini, dusun Kebalon berada di Cemorokandang, Kedungkandang, Kota Malang. Kabalan disebut berada dalam perbatasan (tpi siring) dengan desa Pamintihan. Lokasi Kabalan berada di utara-timur Pamintihan. Sedangkan Pamintihan berbatasan dengan Tugaran, yang kini menjadi bernama dusun Tegaron di Lesanpuro, Kedungkandang, Kota Malang.
Menilik posisi letak Pamintihan kini merupakan kelurahan Madyopuro, Kedungkandang, Kota Malang. Termasuk di dalamnya kampung Ngadipuro, dan meluas hingga ke Desa Sekarpuro, Pakis, Kabupaten Malang. Pura atau puro dalam Jawa kuno berarti kota atau perkampungan ramai. Apalagi di sekitar Sekarpuro terdapat kelurahan Madyopuro menunjuk posisi Madya atau tengah, Lesanpuro, dan Ngadipuro di sisi timur.
Sehingga sekitar Gunung Buring berdiri permukiman kuno yang ramai pada masa itu. Sejumlah permukiman kadang dikelilingi benteng untuk pertahanan. Sehingga temuan struktur batu bata di Desa Sekarpuro, Pakis, Kabupaten Malang merupakan bagian dari area permukiman yang memiliki peradaban yang panjang.

“Kawasan ini menjadi daerah penting pada masa Mataram Kuno sejak pemerintahan Pu Sindok,” kata Dwi. Struktur bangunan batu bata yang dilibas eskavator diduga sebagai bangunan permukiman kuno. Rumah menghadap ke timur, arah sungai Amprong. Ditunjukkan dengan anak tangga yang terbuat dari susunan batu bata.
Batu bata berukuran besar, selebar 30 centimeter dan panjang 45 sampai 60 centimeter ketebalan sekitar lima centimeter. Struktur bangunan batu bata ditemukan sejak sebulan lalu.
Dwi Cahyono menduga masih banyak lagi permukiman. Ia mengaku prihatinkan lantaran sejak tiga tahun sebelum dibangun proyek jalan tol telah menyarankan dilakukan analisis dampak lingkungan (Amdal) sosial budaya. Tujuannya untuk menelusuri jejak budaya dan peradaban kuno.
Menurutnya mulai Lawang ke arah timur-Singosari-Pakis sampai Kedungkandang kaya dengan situs purbakala. Struktur batu bata peninggalan era Majapahit yang digaruk eskavator tersebut membuka tabir permukiman kuno. Sehingga harus dilakukan eskavasi untuk menentukan kondisi bangunan. Bangunan cagar budaya tersebut, harus diselamatkan.
“Sisir ke barat sampai menemukan struktur. Sedangkan sisi timur telah rusak,” katanya. Selain itu, bisa disisir ke arah selatan dan utara. Eskavasi harus segera dilakukan untuk mencegah kerusakan lebih parah. Terutama saat banyak pengunjung yang berdatangan ke lokasi situs.
Selain penemuan struktur bata, sejumlah warga dan pekerja proyek tol menemukan koin kuno, pecahan guci, keramik, dan perhiasan emas merupakan petunjuk daerah itu bukan desa kecil namun sebuah kota. Uang logam atau koin beraksara Cina dan keramik merupakan produk impor dari Cina. Sedangkan perhiasan emas ditemukan membuktikan daerah tersebut tinggal perajin emas.

Barang temuan itu milik golongan masyarakat kelas atas, ekonomi mapan atau orang kaya. Lantaran memiliki barang yang berasal dari luar negeri. Sehingga dipastikan kawasan Sekarpuro merupakan pusat peradaban.
Posisi struktur tanah juga tak terlalu dalam. Hanya sekitar 80 centimeter dari permukaan tanah, sehingga diperkirakan struktur bangunan terkena longsoran dan tertutup tanah tipis. Pondasi bangunan sedalam delapan lapis bata.
Amdal Sosial Budaya
Proyek jalan tol, katanya, gegabah karena tak ada survei atau tak memiliki amdal sosial budaya. Padahal, sebelumnya ada indikasi perkampungan kuno dengan temuan warga atas batu bata besar era majapahit, keramik, guci dan koin.
“Apakah akan dieskavasi total? Jika tak bisa dipertahankan mau apa lagi,” katanya. Namun perlu perekaman untuk mendata dan meneliti bangunan tersebut. Selanjutnya struktur bagunan direkaulang di museum untuk pembelajaran.
Setelah penemuan, pekerja proyek diminta untuk waspada dan harus diperingatkan agar berhati-hati. Jika menemukan batu bata dan benda cagar budaya lain harus laporan ke BPCB Trowulan Jawa Timur. “Operator jalan tol perlu diberi pengarahan, agar tak serampangan,” ujar Dwi Cahyono.
Koordinator wilayah Malang Balai Peninggalan Cagar Budaya (BPCB) Trowulan Jawa Timur Hartoyo menjelaskan sejumlah arkeolog bakal diturunkan untuk meneliti temuan situs. Untuk sementara warga masyarakat dilarang masuk ke dalam situs. Lantaran dikhawatirkan merusak situs dan benda cagar budaya lainnya.

BPCB Trowulan juga berkoordinasi dengan polisi dan pemerintah setempat untuk menyelamatkan bangunan yang ada. Agar benda cagar budaya yang ‘dijarah’ tak berpindah tangan.“Sebelum ada jalan ini kan sudah ada benda cagar budaya. Harus dipertahankan,” katanya.
Sejumlah benda cagar budaya yang tersingkap akibat proyek jalan tol selan struktur bangunan batu bata juga batu gajah di Desa Banjararum, Singosari, Kabupaten Malang. Kepala Desa setempat melarang batu dipindah.
Jika dalam penggalian terbukti struktur batu besar, kemungkinan jalan tol bergeser ke timur. Sedangkan struktur bangunan akan dipugar untuk ilmu pengetahuan. Peninggalan purbakala, katanya, merupakan warisan masa lalu.
Direktur Utama PT Jasamarga
Pandaan Malang, Agus Purnomo kepada wartawan menyampaikan proyek jalan tol di
lokasi tersebut dihentikan sementara. Mengenai langkah selanjutnya menunggu
hasil penelitian tim BPCB. “Kita menunggu hasil kajian BPCB,” ujarnya.

Jalan, baca dan makan
[…] Jejak Peradaban Mataram Kuno-Majapahit di Proyek Tol Malang-Pandaan […]