
Oleh : Athoillah*
Terakota.id-–Saya menyetrika! Ya. Jumat malam, setelah magrib, Saya mulai menyetrika. Kaos, baju, juga celana. Santai, tidak buru-buru. Tidak ada target harus selesai semua. Saya lakukan sambil chating, video call, juga lihat televisi. Sebelumnya saya makan. Lodeh, telor dadar dan sambal tomat.
Ya, akhirnya saya bikin sambal tomat andalan aaya. Saya yakin, sambal tomat ini akan menaikkan imunitas Saya sekian persen. Meningkatkan peluang saya menaklukkan virus di dalam tubuh. Hei Covid, hati-hati. Kau berhadapan dengan sambal tomat saya. Waspadalah.. Waspadalaaahh.. hahahaa….
Bumbunya sederhana. Tomat, bawang merah, bawang putih dan cabe, semua digoreng. Bawang merah harus lebih banyak di banding bawang putih. Bawang putih cukup 1 siung, bawang merahnya 3-4 siung. Lalu kasih garam dan gula secukupnya. Sebenarnya kurang 1 lagi : terasi. Sayang, di rumah tidak ada stok terasi.
Semua bumbu diulek sampai halus dan siap dinikmati. Ini bukan bumbu rahasia. Anda boleh praktekkan di rumah. Jika rasanya enak, alhamdulillah. Jika tidak, ya mohon jangan salahkan saya. Manusia hanya bisa berencana, Tuhan yang menentukan.
**
Salah satu masalah dalam penanganan Covid menurut saya adalah sosialisasi. Walaupun ya tentu masih ada banyak masalah yang lain diluar itu. Maksud saya bukan sosialisasi 3M itu, tapi sosialisasi yang lebih detil, teknis, mungkin remeh temeh.
Banyak teman yang menghubungi saya, bertanya hal-hal sederhana : bagaimana cara isolasi, apa yang harus dilakukan, konsumsi apa saja, paling malam tidur jam berapa, bahkan ada yang bertanya piring dan gelas apa disemprot disinfektan setelah digunakan, dan lain lain.
Saat saya cerita kalau saya minum air hangat campur madu, langsung dipotong : kenapa air hangat? Apakah air dingin dilarang? Mungkin dia dan keluarganya sering minum air dingin. Jadi wajar khawatir. Ya saya jawab kalau saya pakai air hangat karena suka aja. Kalau pas pengen dingin ya saya minum air dingin. Wong saya juga gak tau boleh nggak nya, hehehe… Gimana bisa tahu? Tidak ada yg memberi penjelasan soal begini.
Mereka yang bertanya itu bukan “orang awam”. Mereka well educated. Tapi tetap saja, mereka masih bingung. Materi sosialisasi yang dilakukan pemerintah sepertinya perlu lebih lengkap termasuk hal yang remeh temeh begini.
Seorang teman menghubungi. Dia minta ijin share tulisan saya hari pertama isolasi. Katanya ada temannya yang baru dinyakan positif. Saya persilahkan. Beberapa saat berikutnya dia kirim pesan lagi. Katanya, tulisan Saya dirasa bisa membantu temannya yang positif dan harus segera isolasi. Ah, senangnya…
Saya juga mendapat cerita, seorang teman yang sejak dinyatakan positif, langsung menutup diri. Selama dua hari penuh memutus komunikasi dengan dunia luar. HP tak bisa dihubungi. Mungkin dia bingung, stres. Orang-orang begini, termasuk orang seperti saya, perlu diberi pengetahuan. Kasihan kalau sampai menutup diri begitu.
**
Konon, Covid itu menular karena cairan dari mulut, hidung dan mata. Dia tidak menular karena pandangan mata, atau karena lewat didepan rumah orang yang positif. Karena itu, orang dengan Covid tidak perlu dikucilkan. Kalo ketemu orang positif Covid berjemur depan rumah, tak perlu lari. Kalo perlu nasehati : berjemur jangan lama-lama, nanti gosong.
Tapi Kita tetap perlu berhati-hati. Pakai masker, cuci tangan dengan sabun, jaga jarak. Masker ini menjaga agar yang positif, tidak menyebarkan virusnya. Kadang jika kita bicara, ada yang “nyemprot” tak sengaja. Istilahnya droplet. Inilah yang bisa menularkan. Bagi yang negatif, masker ini menjaga agar tidak ada droplet yang nyelonong masuk. Jadi semua harus pakai. Yang positif, juga yang negatif, termasuk yang belum diketahui positif atau negatifnya.
Cuci tangan juga penting. Kita tidak tau apakah benda yang kita sentuh, disitu ada virus atau tidak. Apa saja : pulpen, meja, handphone, kunci, dan benda apapun. Cuci tangan itu penting agar misal tanpa Kita ketahui dan tanpa kita sengaja menyentuh benda yang terdapat virus, dengan sabun, virus itu akan mati.
**
Seorang teman memberi kabar. Di kantornya dilakukan swab test PCR. Tapi waktunya tak bersamaan. Teman-teman banyak yang takut tes, begitu katanya. Teman saya, dan beberapa temannya yang lain, melakukan uji usap PCR. Hasilnya alhamdulillah, negatif semua. Sementara sejumlah teman kantornya yang lain, masih takut periksa. Beberapa hari berikutnya, mereka yang tak berani periksa ini melalukan tes PCR. Hasilnya, ada yang positif.
Teman saya resah, karena dia berinteraksi dengan temannya yang positif diantara waktu antara dia PCR, dinyatakan negatif dan temannya PCR dan dinyatakan positif. Ini problemnya. Menurut Saya, tes PCR hanya hanya bisa efektif jika dilakukan bersama-sama.
Lalu hasilnya muncul bersama pula. Seperti yang kantor Saya lakukan. Langkahnya semakin mudah. Jika dari keseluruhan populasi ada yang positif Covid, maka yang positif ini saja yang di isolasikan, di sendirikan, agar tidak ada interaksi dengan yang negatif. Yang lain masih bisa berjalan, misalnya kegiatan kantor.
Tapi jika PCR berbeda-beda waktunya, maka jika ada satu orang diketahui positif, mau tidak mau, pilihan paling bijak yang menurut kantor secara total untuk sementara, sampai dengan ada pemeriksaan terhadap seluruh staf kantor. Pemeriksaan PCR tidak bisa sporadik. Harus terencana, juga meluar. Ini PR bersama. Pemerintah, juga kita.
PS : Saya akan swab PCR kedua hari Senin yang akan datang. Mohon doanya.
*Ketua KPU Jombang, penyintas Covid-19
**Tulisan ini telah diunggah di akun Facebook pribadi penulis. Nantikan tulisan berikutnya selama isolasi mandiri di rumah.

Merawat Tradisi Menebar Inspirasi