
Terakota.id–Kebanyakan, tekad tahun baru itu ibarat bunyi petasan saja. Ia cukup nyaring dan keras diperdengarkan, tapi apinya cepat padam. Itu terus diulang-ulang setiap tahun. Anehnya, setiap orang juga tak sadar bahwa tekad malam itu akan segera hilang ditelan pagi.
Tentu saja, setiap tahun orang punya harapan. Harapan ini yang memberikan kesempatan dirinya untuk bisa lebih baik. Sebenarnya sudah banyak pelajaran bahwa jika tahun lalu sama dengan tahun depannya kita termasuk manusia yang merugi. Tetapi ketika mengarungi tahun demi tahun sering tak ada perbedaan satu sama lain.
Yang berubah adalah jumlah umur, kulit yang mungkin semakin mengeriput atau sakit yang terus mengintai. Tak sedikit diantara mereka yang menyesal kemudian saat semua sudah terjadi. Tentu saja beberapa diantaranya bisa mengantisipasi. Nasihat keagamaan dan pesan para motivator pun terus diteriakkan di atas mimbar.
Pandemi Covid-19
Tahun 2020 dengan 2021 bukan sekadar perbedaan angka sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2020 adalah tahun dengan banyak pelajaran penting terkait penyebaran virus covid-19. Virus ini telah mengubah secara revolusioner kehidupan manusia.
Mereka yang tidak mengantisipasi dengan hanya menjalankan aktivitasnya sehari-hari  dengan biasa saja tentu akan tergagap-gagap. Bingung. Tak tahu apa yang akan dilakukan. Melakukan ini salah, itu juga salah. Akhirnya berjalan saja sesuai hukum alamiah yang tak ada usaha keras mengatasinya.
Itu pulalah gambaran pemerintahan kita akibat pandemi covid-19 itu. Covid-19 ini menyadakan pada kita agar tidak jumawa, sombong dan percaya diri yang berlebihan. Pemerintah kita selama ini terlena begitu saja. Saat covid-19 muncul di sejumlah negara yang serba mendadak dengan sesegera mungkin pemerintah menutupi kelemahan melalui pencitraan.
Jika kita browsing berita-berita awal tahun 2020 akan melihat berbagai pernyataan lucu para pejabat kita terkait penyebaran virus covid-19 ini. Anehnya, pernyataan itu bukan menyelesaikan masalah atau apa yang seharusnya dilakukan untuk mengantisipasinya. Tetapi justru menutup-nutupi borok yang ada.
Apakah kita bisa melihat dampak positif dari era new normal yang pernah digembar-gemborkan sementara wabah sedemikian mengerikan? Masih ingat dengan sombongnya pemerintah kita menggelontorkan uang untuk pengembangan pariwisata sementara kita tak ada kesiapan tegas terkait penyebaran virus? Ingat membuka mall?
Ingat pula perdebatan antara mudik dan pulang kampung yang keduanya itu sebenarnya menunjukkan lemahnya pemerintah dalam mengantisipasi gelombang arus masyarakat yang akan kembali ke daerahnya masing-masing? Sudahkah waktu itu diantisipasi bahwa virus akan menyebar cepat dengan membiarkan masyarakat pulang ke desanya? Lalu bagaimana jika seandianya mereka pebawa virus  lalu kembali ke kota?  Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya.
Saat ini kita bisa menyaksikan dampak dari berbagai kebijakan yang sudah dikeluarkan pemerintah yang tidak tegas. Kalau memang ekonomi sedang guncang kenapa tidak diakui saja? Jangan malah memberikan optimisme yang kosong bahwa pertangahan tahuh ekonomi kita akan pulih. Atau tahun depan akan maju pesat? Jika waktu itu pemerintah mendengarkan pendapat para ahli di luar pemerintahan maka ceritanya akan berbeda.
Ini tidak bermaksud menyudutkan pemerintah yang tak tegas dalam membuat kebijakan. Bukan itu. Kita berusaha introspeksi diri untuk dijadikan teladan kebijakan ke depan. Waktu itu mau memberikan solusi atau saran kepada pemerintah pun agak susah karena sudah menjadi “tuli” untuk menerima masukan dari pihak lain.Kurang apa korban berjatuhan dari kalangan medis dan dokter? Apakah itu tidak menyadarkan?
Di sisi lain pemerintah sibuk dengan urusan-urusan pemerintahan. Sibuk mempertahankan kekuasaan. Tapi memang hasilnya ada, pemerintah kita semakin kuat kedudukannya tanpa kontrol secara efektif.
Berani?
Lalu bagaiman dengan kepentingan rakyat banyak terkait pandemi covid-19? Sekali lagi ini tidak bermaksud menyudutkan. Saya yakin pemerintah sudah berusaha serius hanya kemudian terkesan bingung menghadapi keadaan yang di luar perkiraannya.
Silakan Anda tidak setuju dengan pendapat saya. Hanya saya meminta berpikir lebih jernih apa yang sudah kita hasilkan dengan kebijakan selama tahun 2020 untuk menekan pernyebaran virus covid-19? Bisakah kita mengaca dari negara lain?
Pembela pemerintah tentu akan mengatakan bahwa itu kan negara lain, negara kita tentu punya kebijakan berbeda. Ini khas pernyataan orang yang tak mau menerima masukan pihak lain. Dan hal demikianlah yang menjerumuskan bangsa ini ke arah yang kian buruk terkait pandemi covid-19.
Lalu apa yang sebaiknya dilakukan? Kebijakan soal penyebaran virus ini lebih banyak dipikulkan kepada pemeirntah. Mengapa? Karena mereka pengambil kebijakan. Jangan karena salah kebijakan kemudian menyalahkan masyarakat yang tak taat protokol kesehatan, misalnya. Itu bisa saja kesalahan, tetapi kenapa tidak mencari sebab kenapa semua itu bisa terjadi seperti ini?
Belum ada kata terlambat untuk berbedah. Tahun 2021 setidaknya masih panjang. Tidak perlu malu mengakui bahwa kebijakan pemeirntah karut arut. Demi kemanusiaan semua itu akan dimaafkan oleh masyarakat dan elemen bangsa ini. Saya meyakini itu.
Sekarang berapa orang yang sudah terpapar virus secara nyata? Saya yakin dua atau tiga kali lipat dari informasi resmi yang selama ini kita baca dari media. Tidak percaya? Coba dilakukan tes secara massal. Hasilnya tentu akan mencengangkan. Apakah pemerintah berani? Apakah pemerintah takut itu mencoreng mukanya sendiri? Mending tercoreng tetapi virus bisa ditekan sedini mungkin, bukan?. Maka, perintahkan pemerintah daerah untuk melakukan tracing dengan tes secara massal. Masalahnya berani atau tidak.
Cara seperti itu meskipun menyakitkan (karena akan ketahuan jumlah yang terinfeksi) tetapi bisa dengan cepat memutus mata rantai penyebaran virus. Kalau seperti selama ini kita tidak tahu di sekitar kita ada banyak virus dan banyak orang yang membawa virus. Atau apakah pemerintah kita sudah asyik dengan pencitraannya sebagaimana yang selama ini dilakukan?
Virus ini nyata dan penyebarannya tidak bisa dipastikan. Perlu ada langkah revolusioner untuk mengatasinya. Untuk kali ini saja. Mulai sekarang jangan ada dusta diantara kita. semua harus sama-sama terbuka. Para epidemiolog, dokter ahli, para ahli kesehatan, ahli ekonomi, ahli kebijakan publik dan lain-lain tentu akan siap membantu pemerintah. Wabah ini adalah soal kemanusiaan, bukan urusan politik lagi. Sebelum telanjur.
Sayup-sayup terdengar lagu yang dinyanyikan Broery Marantika dan Dewi Yull berjudul Jangan Ada Dusta Di Antara Kita, “Semua terserah padamu. Aku begini adanya. Kuhormati keputusanmu. Apapun yang akan kau katakan. Sebelum terlanjur kita jauh melangkah……..”