
Terakota.id—Jalur kereta pada masa kolonial Belanda pada 1915 menjadi jalur maut. Wabah pes menjalar hampir di sepanjang jalur kereta wilayah di Jawa. Sejak pes pertama meledak di Turen, Malang pada 1911. Sampar masuk ke Jawa karena mengimpor beras dari Burma yang tengah diserang wabah pes.
“Maret 1911 di Turen terjadi wabah pes. Diperkirakan ditularkan melalui tikus yang terbawa saat mengakut beras,” kata sejarawan dan peneliti di center for Cultur and Frontie Studies Universitas Brawijaya FX Domini BB Hera.
Masyarakat dikerahkan untuk memberantas tikus yang menyebarkan kutu yang menularkan bakteri Yersinia pestis penyebab pes. Penduduk setempat berburu tikus, dikumpulkan dan dibakar. Posisi bangunan halte dan stasiun ditinggikan, untuk menghindari tikus. Awalnya posisinya sejajar antara halte dengan rel kereta.
Kenapa meledak di Malang? Sementara beras dari Burma diangkut kapal turun pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Wabah ini ternyata berkembang efektif di daerah dingin. Malang berada di ketinggian 1.400 meter di atas permukaan laut (mdpl). Tak ada data pasti berapa jumlah penduduk saat itu. Sampai 1913 sebanyak 13 ribu orang terinfeksi.

Pemerintah Hindia Belanda memberuk Dinas Kesehatan Sipil 1911. Selanjutnya, pada 1915 dibentuk Dinas Pemberantasan Pes. Malang menjadi markas pusat penanganan pes. Pes telah menjalar hampir ke seluruh wilayah Jawa.
Wabah pes meledak hingga tercatat 2.300 kasus sebanyak 2.100 orang mati. Mayoritas penduduk pribumi Jawa, keturunan Tionghoa dan Arab. Sedangkan tak ada catatan penduduk berkebangsaan eropa yang meninggal. Sehingga penyakit itu tak penting dan tak diperhatikan.
Pada 1911-1912 penduduk Malang diberlakukan karantina atau lockdown. Karantina sesuai dengan Undang Undang atau Staatsblad 1910 tentang peraturan karantina kesehatan. Penduduk pribumi dikarantina, sementara penduduk dari Eropa dibiarkan bebas. Pemerintah Hindia Belanda bergerak setelah ada orang eropa terinfeksi.
Namun, karantina hunian dilakukan tapi secara rasial. Hunian eropa tak dikarantina. Masyarakat eropa bebas. Sehingga dr Soetomo mengeluh kemiskinan, kekumuhan, dan sumber penyakit selalu distempel kepada kaum pribumi atau inlander. Sementara bangunan eropa indah dan besar. Sedangkan rakyat pribumi tinggal di gang sempit, kumuh, dan tak teratur.

Karantina diberlakukan karena desakan Karesidenan Kediri dan Pasuruan agar wabah pes tak menyebar ke daerah lain. Kedua Karesidenan juga mengusulkan Malang menjadi kotapraja atau gementee untuk agar penanganan semakin cepat. Awalnya asisten tak disetujui menjadi gementee. Wabah pes diberitakan media massa saat itu, sehingga menjadi perhatian nasional dan berhasil menekan pemerintah Hindia Belanda untuk serius menangani wabah pes. Lantas 1914 ditetapkan Malang menjadi kotapraja.

Jalan, baca dan makan