
Terakota.id—Kawasan Ijen (Idjen Boulevard) merupakan citra Kota Malang yang tidak hanya dikenal di Kota Malang, tetapi juga di luar Kota Malang. Slogan “Malang City Heritage” tentunya membawa konsekuensi logis mencitrakan Kota Malang di mata masyarakat Malang dan luar Malang.
Berbicara tentang Kawasan Ijen, barangkali seperti cerita yang tidak pernah berakhir. Permasalahan Kawasan Ijen selalu muncul. Mulai dari permasalahan rumah bergaya indies yang dibongkar menjadi rumah bergaya modern, pedestrian yang cepat rusak dan tak berumur panjang. Aspal jalan kian tinggi dari halaman rumah, hingga banjir di saat musim hujan tiba.
Permasalahan tersebut terjadi karena adanya perubahan secara fisik di Kawasan Ijen. Pengelolaan Kawasan Ijen tidak pernah tuntas sampai saat ini. Berbagai kasus bahkan menuai kritik dari beberapa pihak. Kawasan Ijen sebagai ‘Kawasan Cagar Budaya’ setidaknya memiliki konsekuensi logis bahwa kawasan tersebut harus disesuaikan dengan peruntukan kawasannya. Kawasan Ijen sangat khas dengan arsitektur kunonya. Hal inilah yang sering kali terlupakan, kebijakan yang dibuat tidak terimplementasi dengan baik di lapangan.

Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya tentu membawa konsekuensi logis dan yuridis bagi kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Disamping memiliki hak pribadi, kita juga terikat dalam sebuah hak bersama atau yang dikenal dengan kewajiban kita sebagai warga negara. Upaya tersebut bahkan dipertegas dengan Peraturan Daerah (Perda) Kota Malang Nomor 1 Tahun 2018 tentang Cagar Budaya yang mengisyaratkan perlunya pelestarian dalam rangka memajukan kebudayaan daerah.
Dari pemaparan di atas hendaknya mengerucut pada satu pemahaman dan kesepemahaman yang sama, bahwa Kawasan Ijen merupakan Kawasan Budaya. Bangunan yang ada di sepanjang Kawasan Ijen adalah bangunan lama dan mewakili sejarah penting di masanya.

Untuk itu dibutuhkan produk sebagai panduan dan juga implementasi pelestarian cagar budaya yang berbentuk “Papan Tanda Kawasan Cagar Budaya” di Kawasan Ijen sebagai bagian dari sosialisasi Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 dan Perda Kota Malang Nomor 1 Tahun 2018.
Selain memasang papan tersebut, pemangku kebijakan juga perlu memberikan surat kepada setiap pemilik rumah serta menyampaikan penjelasan perihal ketentuan yang melekat pada bangunan sesuai aturan yang berlaku. Tujuannya adalah agar tidak terjadi kesalahan penanganan pada bangunan karena ketidaktahuan pemilik. Kesadaran dari berbagai pihak agar turut menjaga perlu dibangun. Bukan sekadar pemilik, tapi masyarakat umum juga turut mengawasi.

*Presidium Sejarah Jatim