Islam Merawat Kehidupan

islam-merawat-kehidupan
Aak Abdullah Al Kudus memberikan hikmah Maulid Nabi Muhammad SAW , di Dusun Ketoan, Desa Kucur, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, Sabtu, 16 November 2019. (Terakota/Trianom Suryandharu).
Iklan terakota

Oleh : Trianom Suryandharu*

Terakota.id–Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, dilaksanakan umat Islam untuk meneladani ajaran dan nilai luhur. Nabi Muhammad SAW telah meneladankan perilaku luhur agar umat Islam menghargai kesamaan derajat sesama manusia. Rasulullah tidak membeda-bedakan manusia karena warna kulit, suku,  maupun agama. Bahkan, tetap melimpahkan cinta kasih kepada orang yang membencinya sekalipun.

“Ada satu kebiasaan yang dilakukan oleh nabi Muhammad SAW. Setiap hari, Rasulullah memberi makan seorang pengemis di pasar. Ketika Nabi Muhammad wafat, seorang sahabat Nabi, Abu Bakar As-Shiddiq ingin meneruskan perilaku tersebut. Suatu hari, dia mencari ke seluruh pelosok pasar. Dia hanya menemukan seorang pengemis buta dan lumpuh. Berteriak menjelek-jelekkan Nabi Muhammad SAW,” tutur Aak Abdullah Al Kudus dalam hikmah Maulid Nabi Muhammad SAW yang disampaikan, di Dusun Ketoan, Desa Kucur, Kabupaten Malang, Sabtu, 16 November 2019. Pengajian peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, dihadiri sekitar 200-an jamaah Jillaldzahabi warga Ketoan dan Godean.

Dengan sedikit gusar dan tidak percaya, katanya, sang sahabat memberikan makan, dengan menyodorkan bungkusan makanan yang ia bawa. Namun jawab sang pengemis, “engkau bukan orang yang biasa memberiku makan. Kata katamu kasar. Kalau dia, tutur katanya halus berbudi pekerti luhur. Dia tidak memberikan makanan, tetapi menyuapiku makan yang telah dikunyahkan dengan lembut.”

Maka, dengan sabar sahabat itu menirukan perilaku Rasulullah, seperti disampaikan sang pengemis. Setelah selesai makan, sang sahabat berbisik. “Tahukah kamu, siapa yang telah menyuapimu setiap hari? Dia adalah orang yang kamu hina dan jelek-jelekkan setiap hari.”

Setelah mengetahui orang tersebut adalah Rasulullah, pengemis itupun menangis dan menyesal. Ia pun bertaubat.

“Saya tadi dibisiki panitia. Tempat penyelenggaraan ini, memakai halaman rumah warga non muslim. Saya ikut berbahagia. Kita di sini, bisa menjaga kerukunan. Guyub rukun. Ketika di beberapa tempat, ada sekelompok orang yang dengan mudahnya meng-kafirkan, bahkan sesama umat Islam,” ujar Aak Al Kudus.

Selain memberikan tauladan cinta kasih kepada sesama manusia, menurut Gus Aak, Nabi Muhammad SAW juga mengajarkan cinta kasih kepada seluruh ciptaan. Cinta kasih kepada hewan, pohon, serta alam lingkungan.

Gus Aak yang aktif dalam gerakan konservasi di Gunung Lemongan, Klakah, Lumajang, ini mengutip sebuah hadis yang memberi pesan kuat pentingnya pelestarian alam.

“Ada satu hadis yang mengajarkan, sekalipun esok hari adalah kiamat, sedangkan di tanganmu masih menggenggam bibit pohon, maka tanamlah. Hadis ini mengajak kita, untuk merawat lingkungan sekitar kita. Lahan kritis kita tanami kembali, agar tumbuhan pohon dapat kembali tumbuh subur. Mata air bisa kembali mengalir. Hewan-hewan mendapat makanannya,” ujar Gus Aak.

Menurut Gus Aak, keberadaan gunung, di dalam Al-Quran, mendapat perhatian serius. Bahkan, Nabi pertama kali menerima ayat di sebuah gunung, di gua Hira. Nabi Nuh juga menerima perintah penyelematan kehidupan, dengan menerima pesan untuk membuat perahu di atas sebuah gunung.

“Begitu pentingnya keberadaan gunung, dalam Al-Quran bahkan kata gunung ditulis berulangkali. Tercatat kata yang merujuk pada arti ‘gunung’, kata jibal disebutkan sebanyak 23 kali, jabal disebut enam kali, dan rawasi sebanyak sepuluh kali,” kata penerima penghargaan Daun to Earth 2012. Karena itulah, Aak melanjutkan, gunung merupakan suatu tempat yang istimewa bagi umat manusia.

“Gunung seperti miliki suatu kehidupan yang kalau kita perhatikan cukup menarik. Kalau kita merusak kehidupan di gunung, kehidupan kita juga akan terganggu. Kalau kita memberikan cinta kasih kepada gunung, dengan merawat dan melestarikannya, maka gunung akan memberikan perlindungan terhadap kehidupan kita. Sebaliknya, kalau kita merusak ekosistem gunung, kita sendiri yang akan menghadapi kesulitan. Krisis air, suhu semakin panas, kesulitan sumber pangan dan hayati lainnya, termasuk kepunahan hewan. Di situlah, gunung bukan benda mati,” ujar Aak Abdullah memaparkan.

Lebih jauh, Aak menekankan jika Islam memiliki makna sebagai Rahmat bagi seluruh kehidupan ini. Maka, manusia hadirkan Islam yang merawat kehidupan ini. Bukan Islam yang merusak. Bukan Islam yang marah. Tapi Islam yang ramah dan merawat kehidupan ini.

Hikmah Maulid tersebut, menjadi dorongan motivasi bagi warga setempat. Desa Kucur, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, yang berada di bawah lereng pegunungan Putri Tidur. Tepat di bawah gunung Kawi, di sisi timur Malang. Ketika musim kemarau, warga mengalami persediaan air yang minim. Saat musim kemarau, hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Sementara untuk kebutuhan pertanian, tidak mencukupi.

“Pesan dari hikmah Maulid yang disambut oleh Gus Aak, memang menjadi perhatian kita. Perlu ditindaklanjuti. Persoalan lingkungan seperti pelestarian lingkungan dengan penanaman kembali lahan, diharapkan bisa menghidupkan kembali sumber mata air yang ada,” kata Kepala Desa Kucur, Abdul Karim usai mengikuti pengajian.

Penulis (Sumber: Dok. Pribadi)

* Penulis merupakan staf karyawan perpustakaan Universitas Ma Chung Malang.

Pembaca Terakota.id bisa mengirim tulisan reportase, artikel, foto atau video tentang seni, budaya, sejarah dan perjalanan ke email : redaksi@terakota.id. Tulisan yang menarik akan diterbitkan di kanal terasiana.