
Terakota.id-–Masyarakat Jawa mengenal instrumen musik sejak zaman prasejarah. Namun sulit mengetahui waktu yang tepat karena pada masa prasejarah masyarakat belum mengenal aksara. Tak ada cukup bukti tertulis untuk melacak instrumen musik seperti gamelan pada masa prasejarah.
Koentjaraningrat dalam buku Kebudayaan Jawa yang diterbitkan Balai Pustaka pada 1984 menyebut sumber tertulis masyarakat Jawa mengenal kebudayaan sekitar 800.000 tahun lalu. “Melalui sistem berburunya menggunakan batu terutama perunggu,” tulis Koentjaraningrat.
Sementara akademikus Belanda, J.L.A. Brandes menyatakan orang Jawa sejak abad-12 menggunakan instrumen musik dalam keseharian. Digunakan untuk berbagai keperluan mulai hiburan, penanda peristiwa, ritual keagamaan, hingga penyampaian pesan kepada khalayak.
Masyarakat Jawa terampil pada kebudayaan dan pengetahuan wayang, gamelan, ilmu irama sanjak, batik, pengolahan logam, sistem mata uang, teknologi pelayaran, astronomi, pertanian sawah hingga birokrasi.
Fikri Aziz dalam artikel Instrumen Musik pada Masa Kerajaan Majapahit menuliskan kenong digunakan untuk mengabarkan meninggalnya seseorang. “Instrumen dipukul dengan ritme tertentu sambil berjalan mengelilingi desa atau kampung,” tulis Fikri.
Selain penyampai pesan, kenong dalam struktur gamelan menjadi penjaga ritme dan variasi bunyi perkusi gamelan. Alat musik sebagai atribut upacara misalnya genta. Dipegang pendeta, genta dibunyikan pada saat tertentu beriringan dengan rapalan doa dan mantra dalam prosesi upacara.
“Relief orang bermusik pada candi ini sangat menarik. Selain sebagai informasi sejarah musik, juga memberikan informasi mengenai konteks aktifitas bermusik selain fungsi utamanya,” tulis Fikri.

Sementara arkeolog dan sejarawan Universitas Negeri Malang Mudzakir Dwi Cahyono dalam dialog obrolan dalu di Tipi Kampung berjudul “Waditra Praksis, Akar Musik Fungsional non Performing” menjelaskan fungsi lain alat musik di dunia militer. Dikenal genderang yang biasa digunakan dalam pertempuran, genderang perang. Dalam istilah purba disebut Nekara.
“Dibunyikan untuk memberikan semangat prajurit dalam bertempur di medan laga. Selain genderang, ditabuh juga gong,” ujar Dwi Cahyono.
Instrumen Direkam di Relief, Kitab dan Prasasti
Keberadaan alat musik ditemukan dalam sumber tertulis, prasasti dan kitab-kitab sastra dari masa Hindu Budha. Sumber piktoral, pahatan relief pada candi dari abad ke tujuh sampai abad ke sepuluh atau pada masa Jawa tengah klasik hingga candi abad ke-11 sampai abad ke-15 atau pada masa Jawa Timur klasik.
Sedangkan kelompok ansambel alat musik disebut tabeh-tabehan, dalam bahasa Jawa baru disebut tabuh-tabuhan atau tetabuhan. Tetabuhan bermakna sesuatu yang ditabuh, dibunyikan dengan dipukul. Terdapat 17 jenis instrumen alat musik yang tertoreh pada relief di dinding candi Borobudur.
Selain itu ada kendang dengan tali dikalungkan di leher, kendang seperti periuk, siter dan kecapi, simbal, suling, saron dan gambang. Gambar relief alat musik kendang silindris, kendang cembung, kendang bentuk periuk, simbal dan suling dapat ditemukan di Candi Prambanan.
Alat musik pada masa Jawa Timur tergambar pada relief candi Jago, kecapi berleher panjang dan celempung. Reyong (sepasang bonang pencon) terdapat pada relief candi Ngrimbi. Relief gong besar dijumpai pada relief candi Kedaton. Kendang silindris ditemukan pada relief candi Tegowangi, Kediri.
Relief gong, bendhe, kemanak, kendang sejenis tambur tergambar pada candi induk Penataran, Blitar. Di pandapa teras candi Panataran tergambar relief gambang, reyong, serta simbal. Relief bendhe dan terompet terdapat di relief candi Sukuh, Karanganyar, Jawa Tengah.
Masa Majapahit
Pada masa Majapahit, kelompok musik disebut vaditra. Terdapat lima kelas yakni tata (instrumen musik gesek), begat (instrumen musik petik), sushira (instrumen musik tiup), dhola (kendang), ghana (intrumen musik pukul).
Instrumen musik yang tergabung dalam kelompok membranofon adalah kendang. Sumber bunyi kendang terdapat pada selaput kulit. Populer di Jawa sejak pertengahan abad ke-9 Masehi, kendang dikenal juga dengan padahi, pataha (padaha), murawa (muraba), panawa, muraja, kahala dan damaru.
Di relief candi Borobudur dan candi Siwa di Prambanan menunjukkan bermacam- macam bentuk kendang. Teradapat kendang bentuk silindris langsing, bentuk tong asimetris hingga bentuk kerucut. Kendang ditempatkan di bawah perut dengan sejenis tali. Sedangkan bedug dan terbang tergabung dalam jenis instrumen musik membranofon. Istilah bedug tertulis pada kitab Kidung Malat.
Sementara seruling menjadi alat musik yang tergabung pada jenis instrumen aerofon, yakni sumber suara dari udara yang ditiup. Terdapat dua macam seruling, seruling melintang (suling miring), seruling membujur (vertikal). Seruling terdapat pada relief Karmawibhangga, relief Jataka dan Lalitawistara, Candi Panataran serta Candi Jago.
Alat musik tiup lainnya adalah terompet yang dikenal dengan sebutan sangkha. Dwi Cahyono menjelaskan pada zaman purba, terompet atau sangkha digunakan sebagai alat petanda dimulai dan diakhirinya perang. Dalam perang Mahabharata, sangkha ditiup kala pagi dan sore hari.
“Terbuat dari cangkang binatang laut, moluska besar, kerang, Sehingga muncul nama terompet kerang,” ujar Dwi Cahyono.
Alat musik lain yang masih tergolong instrumen aerofon di antaranya siter, celempung, rebab. Sedangkan instrumen ideofon atau sumber bunyi dari badan alat musik meliputi tuwung, kangsi, rigang, curing, rojeh, bringkuk, bungkuk, kamanak, gambang, calung, salunding, barung, ganding, gong.
