
Terakota.id—Warga Desa Sinar Wajo dan Desa Sungai Beras Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi berinovasi membuat piring berbahan pelepah pinang. Inovasi ini dilakukan akhir 2020, sejak pandemi harga pinang terus anjlok. Sementara mereka yang tergabung dalam Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Lojo’ Kleppaa dan KUPS Kodopi Mitra Madani menggantungkan hidup dari menjual pinang.
Komunitas Konservasi Indonesia – Warung Informasi Konservasi (KKI Warsi) mendampingi inovasi produk kerajinan pelepah pinang. Para petani dan perajin bekerjasama dengan Rumah Jambee, unit usaha piring pelepah pinang di Jambi. “Kami memberi pelatihan mulai proses pembuatan piring, termasuk cara menggunakan alat untuk mencetak. Sehingga masyarakat bisa langsung praktik,” kata fasilitator Komunitas dan Kabupaten KKI Warsi, Ayu Shafira dalam siaran pers yang diterima Terakota.id.
Perkebunan pohon pinang mendominasi area perkebunan di Jambi dan menopang kehidupan warga. Selama ini, hanya buah pinang yang dianggap bernilai ekonomis. Sedangkan pelepah pinang dibiarkan berserakan di perkebunan dianggap limbah. Saat musim kemarau pelepah pinang mudah terbakar, sehingga memicu kebakaran lahan.
Kini, dengan berinovasi piring pelepah pinang petani tidak harus membersihkan pelepah di kebun. Para perajin diizinkan mengambil dan memanfaatkan limbah pelepah sebagai bahan baku. Sedangkan perajin mendapat bahan baku yang melimpah dan diperoleh secara gratis.
Pelepah pinang dicuci dengan sabun pencuci piring yang aman untuk bahan makanan, selanjutnya dijemur selama kurang lebih tiga sampai empat jam. Setelah kering, pelapah pinang dicetak dengan mesin molding hot press dengan suhu 120 derajat celcius. Dalam tempo satu menit, piring siap digunakan.
Piring pelepah pinang lebih kokoh dibanding piring kertas, karena pelepah pinang tebal dan berlapis lilin. Sedangkan proses pengeringan mengandalkan sinar matahari. Piring ini, katanya, juga tahan lama. Jika dijemur sampai kering, ia tidak akan berjamur. “Jika selesai digunakan, piring bisa dibuang. Lantaran mudah terurai di alam,” kata Ayu.
Secara konsep piring pelepah pinang tidak digunakan sekali pakai. Konsumen bisa menggunakannya berulang hingga maksimal delapan kali. Asal saat mencuci piring tidak direndam. Jika direndam serat piring melunak, karena air masuk ke celah-celah serat sehingga tidak kokoh. “Lebih baik dibasuh menggunakan air, tanpa direndam. Tidak perlu digosok terlalu keras dengan sabun,” kata Ayu.
Pengganti Styrofoam
Piring pelepah pinang diharapkan bisa mengantikan wadah berbahan styrofoam. Piring pelepah pinang ini bisa digunakan wadah makanan berkuah panas, seperti bakso. Karena kokoh, piring atau mangkuk pelepah pinang tidak mudah sobek.

Harga piring berkisar antara Rp 5 ribu sampai Rp 6 ribu per biji. Harganya terbilang murah, jika dibandingkan harga piring yang sama di toko daring ada yang menjual seharga Rp 16 ribu. Sejauh ini piring baru dipasarkan di sekitar Jambi.
Piring kini tersedia dalam berbagai ukuran dan bentuk. Mulai berbentuk persegi panjang, bulat dengan beragam diameter. Warna piring beragam, tersedia piring tanpa corak atau polos, piring setengah bermotif, dan piring dengan banyak motif.
“Warna dan corak tergantung pelepah pinang yang didapat di alam,’ katanya. Rata-rata, kata Ayu, konsumen menyukai piring yang bermotif serat kayu alami.
Dalam mengerjakan piring pelepah pinang, setiap desa memiliki rumah produksi. Setiap 15 warga dari tiap desa memproduksi piring secara swadaya. Mereka membagi tugas mulai bagian produksi, mencetak pelepah, dan bagian pemasaran.
“Inovasi piring pelepah pinang ini telah meningkatkan pendapatan masyarakat. Khususnya saat pandemi Covid-19,” kata Koordinator Project KKI Warsi, Asrul Aziz Sigalingging.
Kedua desa juga mendapatkan ancaman konversi lahan. Ada wacana komoditas pinang yang ramah gambut ini akan dialihkan menjadi komoditas sawit yang tidak ramah gambut. Jika telah mendapatkan penghasilan tambahan dari piring pinang, para petani bisa tetap menanam pohon pinang dan tetap menjaga kelestarian ekosistem gambut. Khususnya di wilayah Hutan Lindung Gambut Sungai Buluh.
Dengan membeli piring pelepah pinang, katanya, konsumen turut membantu warga secara ekonomi dan ekologi. Selain meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, konsumen berkontribusi secara langsung terhadap penyelamatan lingkungan. Konsumen yang membeli piring produk mereka, mendapatkan kartu cantik berisi ucapan terima kasih. Lantaran konsumen secara langsung telah mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, sekaligus menyelamatkan ekosistem lahan gambut.
Apresiasi atas Piring Ramah Lingkungan
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno melalui akun Instagram-nya, mengapresiasi atas inovasi piring pelepah pinang. Ia menyebutnya sebagai langkah cemerlang. Inovasi ini dinilainya telah menghadirkan lapangan kerja baru yang mengedepankan aspek kelestarian lingkungan. Sandiaga berharap, piring pelepah pinang makin dikenal publik, dan permintaan meningkat.
“Sehingga produksinya bisa terindustrialisasi dan harga jualnya bisa lebih rendah,” tulis Sandiaga.
Sementara pencipta lagu dan penyanyi internasional berusia 13 tahun, ELS, berpendapat piring pelepah pinang sangat menarik. Lantaran tahan air dan tahan panas, juga lebih ramah lingkungan dibandingkan styrofoam dan plastik. “Pasti piring ini membawa manfaat yang baik bagi lingkungan hidup,” kata ELS, yang juga menerapkan gaya hidup ramah lingkungan dengan tidak lagi memakai tas plastik.
Content creator yang juga konsultan traveling Robert Rudini menyarankan agar piring bisa menjangkau konsumen di wilayah lain. Ia menyarankan dibuatkan konten di media sosial. Sebagai langkah awal, konten berisi cara menggunakan piring.
“Orang belum bisa membayangkan, bagaimana jika piring ini diberi kuah atau saus, apakah akan bocor atau tidak,” kata Rudi. Dengan konten yang tepat, katanya, buyer yang tertarik bisa melihat referensi konten. Setelah membuat konten, bisa bergerak aktif mencari buyer yang memakai produk sejenis.
Traveler dan jurnalis penyukai produk lokal, Elly Husin mengaku beberapa kali menggunakan piring pelepah pinang di sebuah hotel. Piring ini, katanya, lebih ramah lingkungan. “Aku suka sekali dengan warnanya yang cantik. Corak piring yang tidak seragam, ada yang sedikit hitam kecokelatan, sangat menarik. Sempat terpikir untuk membawa pulang,” katanya.

Jalan, baca dan makan