
Terakota.ID–Hak atas lingkungan adalah suatu hak yang melindungi individu dan masyarakat dari kerusakan lingkungan, serta menyediakan sarana untuk menikmati lingkungan yang bersih dan sehat. Hak-hak ini didasarkan pada prinsip bahwa setiap orang berhak atas lingkungan yang aman dan sehat, dan bahwa pemerintah berkewajiban untuk melindungi dan memajukan hak ini.
Hak atas lingkungan dapat ditemukan dalam berbagai instrumen hukum, seperti konstitusi nasional, perjanjian hak asasi manusia, dan undang-undang lingkungan. Misalnya, Deklarasi PBB tentang Hak Masyarakat Adat menyatakan bahwa masyarakat adat memiliki hak atas tanah, wilayah, dan sumber daya yang secara tradisional mereka miliki, tempati, atau gunakan atau peroleh.
The United Nations Framework Convention on Climate Change juga mengakui hak atas lingkungan yang aman, sehat, dan berkelanjutan. Pengakuan hak lingkungan penting karena membantu memastikan bahwa individu dan masyarakat dapat menikmati manfaat dari lingkungan yang bersih dan sehat, dan dapat meminta pertanggungjawaban pemerintah untuk melindungi dan mempromosikan hak-hak tersebut. Selain itu, pengakuan hak lingkungan dapat membantu mencegah degradasi lingkungan dan melindungi sumber daya alam untuk generasi mendatang.
Korelasi Hak Asasi Manusia dengan Hak Atas Lingkungan
Hak asasi manusia dan hak lingkungan sangat erat kaitannya karena kualitas lingkungan secara langsung mempengaruhi kualitas hidup manusia. Degradasi lingkungan dapat berdampak serius pada kesehatan manusia, termasuk polusi udara, pencemaran air, dan penyebaran penyakit. Hal ini juga dapat menimbulkan dampak ekonomi, seperti berkurangnya produktivitas pertanian dan hilangnya mata pencaharian masyarakat yang mengandalkan sumber daya alam untuk mata pencahariannya.
Selain itu, banyak masalah lingkungan yang terkait erat dengan masalah keadilan sosial, seperti distribusi beban dan manfaat lingkungan yang tidak merata, dan dampak degradasi lingkungan yang tidak proporsional pada komunitas yang terpinggirkan.
Oleh karena itu, memastikan bahwa semua orang memiliki hak atas lingkungan yang sehat dan berkelanjutan merupakan hak asasi manusia yang fundamental. Ada berbagai instrumen hukum internasional yang mengakui keterkaitan antara hak asasi manusia dan lingkungan hidup, antara lain the United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples and the United Nations Framework Convention on Climate Change. Instrumen-instrumen ini mengakui pentingnya melindungi lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang, serta untuk pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia.
Hak Atas Lingkungan dalam Hukum Internasional
Dalam hukum internasional, hak atas lingkungan yang sehat diakui sebagai hak asasi manusia yang mendasar. Ini termasuk hak untuk hidup di lingkungan yang tidak membahayakan kesehatan atau kesejahteraan seseorang, dan hak untuk mengakses sumber daya alam seperti udara bersih, air bersih, dan tanah subur. Hak atas lingkungan yang sehat tercermin dalam berbagai instrumen internasional, seperti the United Nations’ Universal Declaration of Human Rights, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas taraf hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraannya, termasuk hak untuk hidup dalam lingkungan yang sehat.
Lalu ada, The International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights juga mengakui hak atas standar hidup yang layak, termasuk hak atas perumahan yang layak, standar kesehatan fisik dan mental tertinggi yang dapat dicapai, dan hak untuk dilindungi dari pencemaran lingkungan.
Ada beberapa instrumen hukum internasional yang mengakui hak atas lingkungan yang sehat dan perlunya melindungi lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang. Intrumen tersebut yakni The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) yang merupakan perjanjian internasional yang ditandatangani oleh 197 Pihak pada tahun 1992 yang bertujuan untuk menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer guna mengurangi dampak negatif perubahan iklim.
Lalu, The Convention on Biological Diversity (CBD) merupakan sebuah perjanjian yang ditandatangani oleh 196 Pihak pada tahun 1992 yang bertujuan untuk melestarikan dan memanfaatkan keanekaragaman hayati Bumi secara berkelanjutan. Ia mengakui bahwa negara memiliki hak berdaulat untuk mengeksploitasi sumber daya alam mereka sendiri, tetapi juga menetapkan prinsip bahwa negara memiliki tanggung jawab untuk melestarikan dan menggunakan sumber daya ini secara berkelanjutan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang.
Kemudian, The United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples (UNDRIP) merupakan resolusi tidak mengikat (non-binding) yang diadopsi oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 2007 yang mengakui hak-hak masyarakat adat, termasuk hak atas lingkungan yang sehat dan hak untuk berkonsultasi dan berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi tanah, wilayah mereka dan sumber daya.
Terakhir, The Aarhus Convention yang merupakan perjanjian regional yang ditandatangani oleh 47 Pihak pada tahun 1998 yang bertujuan untuk melindungi hak atas lingkungan yang sehat dan memberikan akses keadilan lingkungan bagi individu dan kelompok. Hal ini membutuhkan Para Pihak untuk menyediakan publik dengan akses informasi tentang lingkungan, kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan lingkungan, dan akses terhadap keadilan dalam masalah lingkungan.
Instrumen hukum internasional ini memberikan kerangka kerja untuk melindungi lingkungan dan mengakui hak atas lingkungan yang sehat, tetapi tidak sepenuhnya dapat ditegakkan di pengadilan nasional. Namun, beberapa negara telah memasukkan prinsip-prinsip ini ke dalam undang-undang nasional mereka dan telah menetapkan mekanisme untuk menegakkan hak-hak tersebut.
Selain instrumen internasional ini, banyak negara telah memasukkan hak atas lingkungan yang sehat ke dalam undang-undang dan konstitusi nasional mereka. Misalnya, konstitusi banyak negara memuat ketentuan yang mengakui hak atas lingkungan yang sehat, dan banyak negara telah memberlakukan undang-undang lingkungan yang dirancang untuk melindungi lingkungan dan mendorong pembangunan berkelanjutan.
Secara keseluruhan, hak atas lingkungan yang sehat merupakan aspek penting dari hukum global yang penting bagi perlindungan kesehatan manusia dan kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang.
Hak Atas Lingkungan dalam Hukum di Indonesia
Di Indonesia, hak atas lingkungan yang sehat diakui dalam konstitusi negara. Pasal 28E UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk hidup dalam lingkungan yang sehat dan memiliki akses terhadap air bersih, udara, dan ekosistem yang sehat. Konstitusi juga mengatur perlindungan lingkungan dan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan, dan menetapkan kewajiban negara untuk mengambil langkah-langkah pencegahan dan pengendalian pencemaran lingkungan.
Untuk memberlakukan ketentuan konstitusi tersebut, Indonesia telah menetapkan beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan lingkungan hidup, antara lain, Undang-undang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU No. 23 Tahun 1997) menetapkan kerangka hukum untuk perlindungan dan pengelolaann
lingkungan hidup di Indonesia. Ini menetapkan prinsip dan tujuan pengelolaan lingkungan, termasuk pencegahan dan pengendalian pencemaran lingkungan, konservasi dan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan, dan peningkatan kesadaran dan partisipasi publik dalam masalah lingkungan.
Kemudian, Undang-undang tentang Pengendalian Dampak Lingkungan (UU No. 32 Tahun 2009) mewajibkan perusahaan dan organisasi lain untuk melakukan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) sebelum memulai kegiatan yang mungkin berdampak penting terhadap lingkungan. Undang-undang tersebut juga menetapkan Badan Nasional Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) sebagai badan pengatur utama yang bertanggung jawab atas pelaksanaan dan pengawasan proses AMDAL.
Lalu terdapat Undang-Undang No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights. Di mana memuat bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan penghidupan yang layak, perlindungan sosial dan budaya, salah satunya pengakuan atas wilayah kelolanya dan tidak diganggu dalam memanfaatkan ruang hidupnya. Selanjutnya, Undang-Undang No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights yang mana menegaskan setiap warga negara punya hak untuk menyuarakan pendapatnya dan terlibat dalam setiap perumusan kebijakan yang berkaitan dengan hidupnya.
Terakhir, Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU No. 27 Tahun 2007) memberikan ketentuan khusus untuk perlindungan dan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia. Ini menetapkan prinsip dan tujuan pengelolaan pesisir dan pulau kecil, termasuk konservasi ekosistem dan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan.
Secara keseluruhan, Indonesia memiliki kerangka hukum yang komprehensif untuk melindungi lingkungan dan mengakui hak atas lingkungan yang sehat, namun penegakan hukum dan peraturan ini dapat menjadi tantangan. Selain persoalan itu dinamika politik juga mempengaruhinya, seperti munculnya Undang-undang Cipta Kerja, Undang-undang Air hasil revisi hingga Undang-undang Minerba hasil revisi yang melemahkan hak atas lingkungan dan berpotensi merusak instrumen hak asasi manusia yang telah kebangun sampai hari ini.
Tantangan Dalam Menegakkan Hak Atas Lingkungan
Ada beberapa tantangan penegakan hak lingkungan di Indonesia diantaranya, kurangnya kapasitas dan sumber daya: Indonesia adalah negara besar dan beragam dengan populasi lebih dari 270 juta orang. Badan lingkungan pemerintah dan otoritas lokal seringkali kekurangan kapasitas dan sumber daya untuk menegakkan undang-undang dan peraturan lingkungan secara efektif, terutama di daerah terpencil dan pedesaan.
Problem lain yang tak kalah penting adalah persoalan tata kelola yang lemah dan korupsi. Perihal tata kelola yang lemah dan korupsi juga dapat menimbulkan tantangan bagi penegakan hukum dan peraturan lingkungan di Indonesia. Korupsi dapat merusak keefektifan langkah-langkah perlindungan lingkungan dan mempermudah perusahaan dan individu untuk melanggar undang-undang lingkungan tanpa dimintai pertanggungjawaban.
Kemudian terbatasnya akses terhadap keadilan, sebab akses terhadap keadilan dapat menjadi tantangan bagi individu dan komunitas yang ingin menegakkan hak lingkungan mereka di Indonesia. Proses hukum bisa mahal dan memakan waktu, dan mungkin ada hambatan untuk mengakses perwakilan hukum dan informasi tentang undang-undang dan peraturan lingkungan.
Lalu, penting melihat problem mendasar mengapa penegakkan hak atas lingkungan terhambat salah satunya yakni adanya kerangka hukum yang rumit. Undang-undang dan peraturan lingkungan di Indonesia bisa rumit dan tumpang tindih, yang dapat mempersulit individu dan masyarakat untuk memahami hak-hak mereka dan pengimplementasiannya. Hal ini juga dapat menimbulkan kebingungan bagi perusahaan dan organisasi yang ingin mematuhi peraturan lingkungan.
Terakhir, akibat dari kurangnya kesadaran dan partisipasi publik, banyak orang di Indonesia mungkin tidak menyadari hak-hak lingkungan mereka atau cara menggunakannya. Hal ini dapat mempersulit masyarakat untuk mengadvokasi hak-hak lingkungan mereka dan untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi lingkungan lokal mereka.
Rekomendasi yang Dapat Dilakukan
Untuk mengatasi tantangan ini, beberapa rekomendasi yang mungkin dapat mencakup di antaranya adalah memperkuat kapasitas dan sumber daya lembaga lingkungan dan otoritas lokal. Hal ini dapat melibatkan peningkatan pendanaan dan pelatihan untuk lembaga lingkungan dan otoritas lokal untuk memungkinkan mereka menegakkan undang-undang dan peraturan lingkungan secara lebih efektif.
Lalu Memperbaiki tata kelola dan mengurangi korupsi. Konkritnya aksi harus mencakup langkah-langkah seperti meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam proses pengambilan keputusan, memperkuat undang-undang dan penegakan hukum antikorupsi, dan mempromosikan praktik tata kelola yang baik.
Kemudian perlu mendorong meningkatnya akses terhadap keadilan. Hal ini dapat mencakup langkah-langkah seperti memberikan bantuan hukum dan bentuk dukungan lainnya kepada individu dan komunitas yang ingin menegakkan hak-hak lingkungan mereka, dan menetapkan mekanisme untuk menyelesaikan sengketa lingkungan secara tepat waktu dan efektif.
Di samping itu perlu untuk menyederhanakan dan memperjelas kerangka hukum. Hal ini dapat mencakup konsolidasi dan penyederhanaan kerangka hukum yang ada untuk perlindungan lingkungan, dan memberikan panduan dan informasi yang jelas kepada individu dan masyarakat tentang hak lingkungan mereka dan cara implementasinya.
Terakhir perlu untuk mempromosikan kesadaran dan partisipasi publik. Pada konteks ini dapat melibatkan langkah-langkah seperti meningkatkan pendidikan dan kesadaran publik tentang masalah dan hak lingkungan, dan memberikan kesempatan untuk konsultasi publik dan partisipasi dalam proses pengambilan keputusan yang berdampak pada lingkungan.
**Pembaca Terakota.id bisa mengirim tulisan reportase, artikel, foto atau video tentang seni, budaya, sejarah dan perjalanan ke email : redaksi@terakota.id. Tulisan yang menarik akan diterbitkan di kanal terasiana.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jawa Timur