Terakota.id—Menatap layar gawai, Susi Fauziah memeriksa laman Facebook yang menawarkan keripik tempe dan rempeyek produksinya. Membalas pesanan, kritik dan saran yang ditujukan kepada dirinya. Aktivitas tersebut rutin dilakoni di sela-sela mengirim, dan mengawasi produksi keripik tempe merek dagang Keripik Tempe Fauzi.
Warga Desa Junggo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu ini sejak pagi berkutat dengan aktivitas produksi keripik tempe dan rempeyek. Sejak enam bulan terakhir ia menjajakan produk keripik tempe dan rempeyek melalui media sosial antara lain Facebook dan Whatsapp. Ia sendiri yang mengambil foto produk, menulis diskripsi atau keterangan produk. Selain itu, ia juga menggunakan platform marketplace TukuNuku.
Susi merupakan salah satu pelaku Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM) yang bermigrasi secara digital. Selama ini hanya memasarkan produk secara konvensional. “Dulu diabaikan, sekarang ditekuni. Dulu tak bisa memasarkan produk di internet, sekarang belajar. Sebisa-bisanya,” katanya.
Bahkan, ia juga tengah dilirik sebuah industri ritel nasional untuk memasok produk di seluruh gerai di Malang Raya. Sesuai kualitas dan kemasan yang terstandar. Sehingga keripik tempe dan rempeyek yang biasanya kadaluwarsa selama tiga bulan, mampu bertahan sampai enam bulan.
Susi mulai sadar ternyata pasar daring luas dan besar. Selama bermigrasi secara digital, frekuensi dan nilai transaksi cukup bagus. Menjangkau pasar di seluruh Nusantara antara lain Papua, Jakarta dan Balikpapan. Bahkan menjangkau pasar di luar negeri. Pemesanan secara eceran antara 1-2 dus. Bahkan, sebagian menjadi reseller produk keripik tempe dan rempeyek Fauzi.
Pandemi Covid-19, katanya, menjadi momentun bermigrasi ke digital. Sejak penjualan seret dan terus merugi. Lantaran produk keripik tempe dan rempeyek yang diproduksi tak terserap pasar. Sejak pemerintah menerapkan peraturan menutup objek wisata. Sehingga hotel dan pusat oleh-oleh tutup. Sementara hotel dan pusat oleh-oleh menjadi pasar utama keripik tempe dan rempeyek yang diproduksi.
Awalnya ia mengira jika pandemi Covid-19 hanya berlangsung selama sebulan. Ternyata berdampak panjang, dan memukul usaha yang dirintis belasan tahun. Sebelumnya menjelang lebaran harus menambah produksi, dan bahkan sampai kewalahan memenuhi pesanan. Ternyata stok melimpah di sejumlah pusat oleh-oleh dan hotel, tak terserap pasar.
Sehingga ia menarik semua produk sebelum kadaluwarsa dan tak layak konsumsi. Termasuk menghabiskan stok barang yang tersisa. Apalagi selama diterapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menghambat pemasaran produk. Rata-rata sehari mampu memproduksi sekitar 600 bungkus.
“Saya bagikan ke pondok pesantren, dan tetangga. Selagi masih bisa dikonsumsi,” ujarnya. Bahkan sempat menghentikan produksi dan merumahkan sebagian dari sembulan pekerja. Mereka bekerja bergantian, selama sepekan kadang hanya masuk dua hari sampai empat hari.
“Pendapatan turun, rugi. Untung karena untuk sedekah,” katanya. Ia juga berinovasi membuat keripik tempe dengan ukuran lebih kecil. Dipasarkan ke sejumlah gerai makanan, warung dan cafe.
Pasar Daring Menjanjikan
Pandemi yang memukul usaha UMKM di Kota Batu ternyata tak dirasakan Zaenal Arifin. Ia memasarkan beragam kriya berbahan dasar kayu seperti spatula, centong nasi, alat dan pijat melalui laman Facebook dan youtube. Penjualan stabil, bahkan pada Mei transaksi melonjak signifikan.
“Saat pandemi semua pegang HP sehingga coba-coba pesan barang. Penjualan eceran melonjak pada Mei 2020,” katanya. Meski pengiriman produk terhambat karena PSBB. Terutama mengirim ke Ambon, Maluku, dan Papua. Rata-rata setiap bulan mampu memasarkan sebanyak 8 ribu sampai 10 ribu unit. Barang tersebut dijual secara eceran dan partai.
Ia memasok ke sejumlah supermarket dan produsen alat dapur. Kini, Zaenal tak lagi memproduksi sendirian namun menggandeng enam perajin serupa. Sehingga turut membantu penjualan produksi perajin di Batu. Zaenal memproduksi kriya kayu sejak 1998.
Produk kriya berbahan kayu dengan membuka gerai di sejumlah tempat wisata. Namun, sewa tempat terus naik dan tak terjangkau. Nekat, ia memulai memasarkan produk melalui Facebook sejak 2015. “Dulu ngawur gak ngerti apa-apa. Akhirnya belajar jualan online,” ujarnya.
Sedangkan pelaku UMKM lain terpuruk, pemasaran terhambat. Sedangkan promosi melalui grup Whattsapp hanya berseliweran selintas dan hilang. Lantas ia bersama pelaku UMKM lain menggagas untuk mewadahi pemasaran produk dalam satu katalog.
Sejumlah praktisi marketing, fotografer, videografer, pengusaha, seniman, praktisi teknologi informasi dan dosen berkumpul. Mereka menjadi relawan untuk membantu pemasaran produk pelaku UMKM.
Lantas tercetut ide membuat platform digital. Disepakati membuat TukuNuku sejak 10 April 2020. Mereka mengumpulkan pelaku dan menyebar formulir. Pada 15 Mei 2020 TukuNuku diluncurkan. Tak hanya pelaku UMKM namun lebih luas, kategori produk antara lain pertanian, makanan, kerajinan, dan jasa.
Koordinator Batu Creative Hub, Muhammad Anwar juga turut terlibat menginsiasi TukuNuku mengatakan awalnya saat pandemi dimulai dengan gerakan saling membeli produk. Agar pelaku UMKM di Batu tetap bertahan selama pandemi. “Istilahnya tuku nuku,” katanya.
Sejak 10 tahun terakhir Kota Batu dibranding sebagai kota wisata. Industri pariwisata tumbuh dan berkembang, bermunculan pusat oleh-oleh, dan UMKM. Pelaku seni juga bergairah. Namun, sejak pandemi Covid-19 industri pariwisata kolaps. Sehingga pelaku UMKM terdampak.
Sedangkan pelaku UMKM yang bermigrasi ke digital dilakukan individu secara sproradis, parsial. Mereka memasarkan melalui media sosial, dan market place. Sedangkan selama ini belum ada platform yang dibangun secara bersama-sama.
Lantas tercetus gagasan untuk membentuk sistem digital dengan melibatkan sebanyak 19 orang. Membangun sebuah aplikasi yang bisa digunakan banyak orang. Sesuai dengan pola dan kultur masyarakat Batu yang guyub seduluran atau persaudaraan yang rukun. Kultur masyarakat saling membantu saat ada hajat. Mereka yang membantu lelaki disebut sinoman sedangkan perempuan biyodo.
“Sinoman Biyodo membantu saat tetangga memiliki gawe atau hajat,” katanya. Mereka bekerja secara sukarela tanpa dibayar. Bahkan untuk biaya awal membangun TukuNuku mereka patungan. Anwar bermimpi gerakan ini menjadi social entrepreneurship. Sebuah gerakan sosial yang berdampak dengan konsep ekonomi berkelanjutan.
Mereka berkolaborasi untuk membantu UMKM naik kelas. Sementara total pelaku UMKM di Kota Batu mencapai 14 ribu. Sebagian besar tak memiliki kemampuan untuk menggarap pasar secara digital. Tim sinoman biyodo akan mendampingi dan membantu UMKM go digital.
Kota Batu, katanya, memiliki aset besar, sektor pertanian memasok kebutuhan bahan makanan di Indonesia Timur. Melahirkan seniman, dan sastrawan besar. “Warga Rejoso Junrejo dikenal memproduksi aneka kerajinan rumah tangga dari kau dan cobek batu,” katanya.
Agar nafas gerakan sosial panjang, secara riil dibangun komitmen, tata kelola dan rencana bisnis. Sehingga dibentuk sebuah koperasi, dengan semangat kegotongrotongan. Khas sinoman biyodo. “Tak semua punya tenaga dan nafas yang panjang. Digarap pelan-pelan dengan mewadahi dalam koperasi jasa,” katanya.
Bangun Sistem dan Big Data
Manager Teknologi Informasi TukuNuku.com Ifan Desprantika menjelaskan sinoman dan biyodo saling berbagi peran sesuai kapasitas masing-masing. Antara lain membangun sistem website, data base, foto produk dan menjalin kerjasama dengan pelaku UMKM. Mereka bergerak cepat dengan membuat katalog digital yang memajang foto produk, diskripsi, harga dan tombol beli. Transaksi langsung terhubung melalui Whatsapp pemilik gerai.
Pelaku UMKM mendaftarkan maksimal lima produk. Para pelaku usaha mengisi google form, dilengkapi dengan foto dan diskripsi produk. Setelah lengkap tim sinoman biyodo mengunggah produk di website. “Sedang dibangun sistem, kedepan bisa mengunggah sendiri,” katanya.
Sedangkan untuk pengiriman produk, mereka juga menyediakan alternatif pengiriman dengan Kulo (Kurir Lokal). Sebuah usaha jasa antar rintisan yang digerakkan para pemuda Kota Batu. Total sebanyak 160 pelaku UMKM dengan 500-an produk bergabung dengan TukuNuku. Sebagian memang harus beradaptasi dengan pola digital, maklum sebagian pelaku UMKM orang tua yang gagap teknologi. Sampai akhir 2020 total transaksi mencapai Rp 700 juta.
Syarat bekerjasama dengan TukuNuku antara lain berstatus penduduk Kota Batu, dan memiliki produk lokal khas Batu. Selama ini, tim sinoman biyodo tak mengambil untung dari setiap transaksi. Pendapatan tim sinoman biyodo, katanya, diperoleh dari even seperti bazar yang juga digunakan untuk kepentingan promosi.
Selain itu, juga dicetak peta wisata Kota Batu yang dibagikan kepada para wisatawan. Peta berisi objek wisata dan titik pelaku UMKM dan dipasang sponsorship. Juga memanfaatkan big data, dari data yang dikumpulkan setiap pelaku UMKM.
Mereka akan menghitung bahan baku yang dibutuhkan. Melalui koperasi mereka bisa membeli bahan baku secara bersama-sama. Sehingga harga lebih murah dibandingkan harga pasaran. “Pelaku UMKM bisa membeli dengan harga di bawah pasar,” katanya.
Konsep TukuNuku, katanya, menggerakkan semua potensi di Batu. Jika lalu lintas transaksi bagus, katanya, akan dibangun aplikasi berbasis android. Ivan berharap bisa membantu pelaku UMKM secara signifikan untuk mempromosikan produk secara luas. Ivan mengerjakan sistem TukuNuku di sela aktivitas kerja untuk memproduksi mesin industri otomasi khusus pertanian.
Staf khusus Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), Fiki Satari mengatakan Kementerian meluncurkan pasar digital, melibatkan 8 juta UMKM yang memasarkan produk secara daring. Pasar digital masih menjangkau sekitar 13 persen dari total pelaku UMKM. Total pelaku UMKM di Indonesia sebanyak 64 juta. Targetnya tahun ini bisa melampaui 10 juta UMKM yang bermigrasi ke digital.
“Bagaimana masuk digital, bisa bertahan, kuat dan menang dalam kompetisi. Ini jadi tantangan di platform niaga elektronik,” ujarnya dalam webinar kisah sukses UMKM adaptasi dan inovasi di tengah pandemi yang diselenggarakan Katadata, Jumat 26 Juni 2020.
UMKM yang terdaftar di Kementerian, katanya, bakal diberi bantuan dan diberi beragam pelatihan. Termasuk pelatihan desain grafis, produksi, pemasaran, dan pembiayaan. Termasuk memasuki pasar digital. Sekitar 87 persen UMKM tertinggal secara digital. Sementara, tingkat adaptasi teknologi didominasi UMKM di kota besar.
Jalan, baca dan makan