Gowes Literasi, Andi Hardiansyah Bertemu Kejutan dan Keajaiban

Andi Kodok menemui berbagai kejutan dan keajaiban sepanjang bersepeda Malang-Gunung Lawu-Malang. (Terakota/Aris Syaiful Anwar).
Iklan terakota

Terakota.idGerakan literasi, berpetuangan dan lingkungan tak bisa dipisahkan dari sosok Andi Hardiansyah. Mahasiswa akhir Universitas Islam Malang ini mengayuh sepeda sendirian. Ia menempuh perjalanan Malang-Gunung Lawu Magetan-Malang. Perjalanan dimulai 23 September 2020 dari Sukolilo, Jabung, Kabupaten Malang.

Andi merupakan salah satu pendiri Gubuk Baca Lentera Negeri. Sebuah gerakan literasi di Desa Sukolilo, Jabung. Gubuk Baca Lentera Negeri didirikan bersama Fachrul Alamsyah. Bersepeda untuk literasi dari Jabung tengah memasuki hari ke sepuluh.

Saat mengayuh sepeda pulang ke Malang, ia menyempatkan singgah di Tulungagung. Andi berbagi cerita sepanjang perjalanan yang telah ditempuh sejauh 500 kilometer. Perjalanan mengayuh sepeda ini, katanya, merupakan kali pertama yang ditempuh paling jauh.

“Hasilnya melampaui apa yang saya bayangkan,” kata Andi sembari menikmati kopi tubruk Robusta Dampit di Warung Mbak Yah 3 di Tulungagung, Sabtu 3 Oktober 2020.

Andi bersama Fachrul Alamsyah bergotong royong dengan pemuda desa membangun gubuk baca sebagai sarana belajar anak. Tidak hanya membaca buku, namun belajar banyak hal. Seperti belajar tari topeng Malangan, musik akustik, perkusi, dan dolanan anak.

”Kami tidak menargetkan agar minat baca anak-anak semakin tinggi. Namun mengajak mereka belajar dengan gembira,” katanya. Anak-anak, kayanya, bisa belajar melalui beragam media, Bisa lewat buku, belajar dari petani. Bahkan tanpa disuruh, mereka mendalami sesuatu dengan membaca. Andi juga mengajak teman kuliahnya sebagai pengajar.

Gubuk Baca Lentera Anak Negeri mempengaruhi pemuda desa mendirikan gubuk baca serupa. Saat ini berkembang, total berkembang hingga 35 gubuk baca. Tempat belajar ini banyak didirikan di teras rumah warga. ”Baru berdiri satu lagi, saat saya tinggal mengayuh ke Magetan,” katanya.

Andi lebih banyak berperan di “belakang layar,”  Misalnya, jika anak-anak tertarik belajar fotografi, Andi mencari fotografer untuk berbagi ilmu kepada anak-anak. ”Ini gerakan sosial yang paling lama buat saya. Sudah enam tahun, bahagia sekali,” katanya.

Perjalanan Penuh Kejutan

Bersepeda kali ini, ia tengah melakukan “pemanasan” sebelum mewujudkan mimpi keliling Nusantara. Bersepeda menelusuri pelosok Negeri merupakan keinginannya yang sudah lama terpendam. Berbekal sepeda layak pakai yang baru dibeli, Andi Hardiansyah yang akrab disapa Andi Kodok memulai perjalanan.

Awalnya akan memakai sepeda yang lama tidak terpakai. Dicoba keliling desa, tetapi tidak memungkinkan. Andi membeli sepeda bekas dengan sedikit perbaikan. Lantas ia berpamitan kepada kedua orang tuanya. “Ayah kaget. Lalu diizinkan dan berpesan agar berhati-hati dalam perjalanan,” ujar Andi.

Andi menyiapkan bekal untuk perjalanan, seperti onderdil, bekal makanan, pakaian dan kebutuhan lainnya. Sebelum berangkat, Andi sempat berimajinasi tentang perjalanan yang akan dilakoni. “Imijinasi kok menjadi kenyataan. Kayak di luar logika,” kata Andi.

Ia menyiapkan bahan makanan serta peralatan memasak. Ternyata sepanjang jalan ia tak perlu memasak. Lantaran setiap bertemu teman atau orang yang baru kenal di jalan, selalu diajak berbagi makanan. ”Paling sering makan soto. Tetapi setiap tempat kuah sotonya berbeda,” kata Andi sembari tertawa.

Dalam perjalanannya, ia berbicara dan berinteraksi dengan banyak orang. Mendengarkan beragam kisah hidup orang lain. Salah satunya tentang kehidupan spiritual. Mulai dari Pujon, Nganjuk, Jombang, Caruban, hingga Magetan.  Sejak awal, katanya, niat bersepeda sebagai perjalanan untuk memperbaiki diri.

Di Caruban, Andi tak sengaja bertemu sesama petualang dari Kalimantan. Bedanya Andi mengayuh sepeda, sedangkan orang yang ditemui mengendarai sepeda motor berziarah ke makam penyebar Islam di Jawa. Di titik yang sama, ia juga ketemu pejalan kaki dari Cirebon yang berziarah ke makam Wali Songo.

”Unik saja, dalam satu titik ketemu dua orang yang sama dengan saya. Bedanya di media yang digunakan untuk perjalanan,” katanya dengan keheranan.

Di Magetan, Andi bertemu dengan teman. Selama di sini, ia belajar bertani padi. Hingga proses pasca panen di penggilingan padi dilakoninya. Andi mendapat ilmu baru sebagai bonus dari perjalanan tersebut.

Mendaki Gunung Lawu merupakan tujuan utamanya sesampai di Magetan. Pendakian ke Gunung Lawu merupakan kali pertama. Andi sempat khawatir kehabisan air minum, lantaran telah melewati sumber air =untuk mengisi ulang botol air minum. ”Beruntung ketemu rombongan pendaki, jadinya bergabung dan diberi tambahan air juga,” ujarnya.

Andi pulang ke Malang dengan menempuh rute yang berbeda saat berangkat. Yakni memilih melewati Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar dan Malang. Sepedanya terasa sedikit oleng, ia pun berusaha membetulkan namun gagal. Akhirnya sepeda diperbaiki di sebuah bengkel sepeda.”Saat berangkat tak ada kendala, pas pulang baru terasa sepeda oleng,” kata Andi.

Ia mengaku sempat menyerah saat mengayuh sepeda pulang melewati jalanan Ponorogo ke arah Trenggalek, yang menanjak. Namun berkat tekad yang kuat, ia terus mengayuh sepeda. ”Terbesit untuk numang truk, namun tak ada truk yang lewat,” tutur Andi.

Saat beristirahat di musala sebuah kantor polisi, ia membayangkan memakan buah-buahan segar. Tiba-tiba ada seseorang yang membawa sepiring buah. “Masih banyak hal-hal aneh yang saya rasakan selama perjalanan,” katanya.

Saat di Ponorogo, Andi berhenti di depan toko untuk minum. Namun tiba-tiba ada seorang bapak yang memberikan roti dan air minum. Andi mengatakan banyak belajar manajemen waktu dan persiapan fisik. Ia juga menemukan kekurangan dari perlengkapan sepedanya.

Kekurangan selama bersepeda ini akan dibenahi. Menjadi bekal untuk mewujudkan mimpi keliling Nusantara. “Ini sebagai langkah awal saya keliling Nusantara,” ujar Andi.